30. Luka Menyakitkan

1.2K 76 5
                                    

Hidupkan data seluler kalian, dan tap video diatas sembari membaca. Semoga feel-nya dapat, dan selamat membaca~

***

Petang mulai beranjak dengan tenangnya. Membawa hingar-bingar kesenduan yang diselimuti keheningan. Membiarkan insan-insan terhanyut dalam luka kelam.

Tidak ada yang berubah.

Di ruangan ini Agil, Ilham, dan juga Rani masih setia menunggui Allesya.

Mereka semakin resah karena Allesya yang tak kunjung siuman.

“Allesya ... bangun, dong. Udah dua hari kamu gak bangun.” Agil menggenggam tangan Allesya dengan erat.

Agil seperti bunglon yang mimikri. Hanya saja bunglon merubah dirinya dengan warna yang sama di sekitarnya. Namun, jika Agil merubah sifat dan kepribadiannya.

Ketika di hadapan semua orang, ia memasang sifat dingin dan juga berwibawa. Namun, saat dihadapan Allesya, ia menjadi orang yang hangat dan juga rapuh dalam waktu yang bersamaan.

Banyak orang menghina orang lain yang melakukan apa saja demi pasangannya dengan menjatuhi hujatan sebagai orang yang diperbudak cinta. Padahal tidak seperti itu.

Hanya saja ... mereka belum pernah merasa dicintai dan disayangi juga mencintai dan menyayangi dengan teramat dalam.

Ilham sudah terlihat membaik daripada kemarin. Ia sudah bisa tersenyum meskipun singkat. Tatapan matanya juga sudah tidak seperti kemarin.

Sekarang ... hanya Agil yang masih terlihat sayu.

“Allesya ...” Agil membelai pipi Allesya dengan lembut.

Barangkali jika dirinya berperilaku seperti itu bisa membuat gadisnya siuman. Tidak bisa di definisikan perasaannya, yang ia ingin hanya satu, Allesya harus segera bangun.

Allesya layaknya senja untuk Agil. Ia sangat dibutuhkan kehadirannya. Akan selalu hadir di cuaca mendung sekalipun. Jika senja tidak datang ... itu mustahil.

Agil membulatkan matanya ketika jari Allesya yang digenggamnya bergerak. Ia tersenyum senang.

“Agil ... ” Allesya memanggil dalam keadaan berusaha membuka matanya.

Ilham dan Rani yang mendengar langsung menghampiri ingin melihat keadaan Allesya.

Mereka menghela napas lega. Bersyukur dan berbahagia karena Allesya-nya sudah siuman.

Rasa bahagia yang sebenarnya adalah bisa berkumpul dan berbagi suka duka dengan orang yang spesial di hidup diri-sendiri. Seperti yang di rasakan mereka saat ini.

“Alhamdulillah.” Mereka tersenyum bahagia.

Ilham dengan tanggap memencet tombol darurat di dinding yang terletak di atas kepala Allesya. Agar dokter segera datang dan memeriksa keadaan gadis itu.

Allesya memegang kepalanya yang terasa sangat berat, “Awh ... sakit.” Lantas ia menggerakkan kakinya. Ia merasakan linu di kaki kanannya, “Hngh, linu.”

Agil, Ilham, dan Rani hanya terdiam.

Allesya memegang perut kirinya, “Kok sakit?” Ia menekan perutnya, “awh!” jeritannya yang parau itu membuat mereka panik, “kenapa rasanya ada yang hilang, ya?” Allesya berkedip lugu.

Ia menatap Ilham -meminta penjelasan, “Bang, apa yang terjadi sama aku?”

Ilham menarik napas panjang, “Dek, kalo Abang kasih tau kamu, kamu jangan syok, ya?”

Allesya hanya mengangguk ragu. Ketika Ilham mulai membuka mulutnya ...

Cklek!

Dokter dan suster memasuki ruangan Allesya. Mereka memberikan senyuman hangat kepada pasiennya. “Selamat malam, Allesya.” Dokter menyapanya sembari menggunakan stetoskop.

ALLESYAWhere stories live. Discover now