28. Kabar Memilukan Semua Insan

1.1K 58 6
                                    

“Halo. Selamat malam.” Terdengar suara lelaki menelepon Ilham.

Ilham terbangun karena telepon yang menganggu, “Iya, siapa?”

“Apa benar ini dengan kediaman Pak Ilham?”

Ilham merasa perasaannya tidak enak, ia mengangguk dua kali, “Iya, saya Ilham.”

“Saya dari pihak kepolisian ingin menyampaikan bahwa Allesya Arfani mengalami kecelakaan petang tadi di daerah XX.”

Ilham tercekat. Daerah itu adalah kawasan rumahnya. Tubuh Ilham mendadak tremor. Ponselnya jatuh begitu saja, membuat Rani melihat Ilham dengan heran.

Rani mendekati Ilham. Ia tidak bisa terus-terusan untuk menyalahkan dirinya sendiri. Wanita cantik itu mengambil ponsel Ilham yang terjatuh.

“Kini Allesya mendapat penanganan intensif di rumah sakit XX. Di mohon saudara untuk segera datang. Terimakasih.”

Rani memucat. Ia tidak menyangka jika Allesya mengalami kecelakaan. Lantas direngkuhnya tubuh sang suami.

“Sayang, kamu pasti kuat. Ayo kita ke rumah sakit.” Rani berbicara dengan lirih.

Ilham mengangguk dengan cepat. Ia berganti pakaian begitu juga Rani.

***

“Bagaimana keadaan adik saya, Dok?” tanya Ilham dengan panik. Ia menatap dokter itu berharap.

“Bersyukur pasien cepat dibawa ke rumah sakit. Kalau saja tadi telat, kaki kanannya pasti patah.” Dokter itu menjelaskan, “Pasien mengalami keretakkan tulang dikaki kanannya. Benturan yang keras di kepala pasien membuat gagar otak kecil. Ditambah luka benturan yang ada di pelipisnya, yang saya prediksi itu luka kemarin lusa sebelum kecelakaan.”

Dokter itu menghela napas ragu, “Dan juga ... ginjalnya hancur satu karena tertindih oleh setir.”

Ilham melotot syok. Separah itu, ya?

“Tapi jangan khawatir, Pak.” Dokter itu berusaha menenangkan Ilham, “adik Anda pasti sembuh. Hidup dengan satu ginjal tidak masalah asal bisa menjaga kesehatan.”

“Apa kami boleh masuk ke dalam untuk melihat keadaan Allesya, Dok?” Rani bertanya dengan cemas.

Dokter mengangguk dan tersenyum, “Boleh. Tapi jangan terlalu berisik agar tidak mengganggu pasien.” Setelah mengucapkan itu, ia meninggalkan pasutri yang tengah resah.

Ilham segera masuk ke ruang inap Allesya. Ia sangat bersyukur adiknya selamat.

Bagaimanapun ... Allesya tidak boleh meninggalkannya begitu saja. Ilham membutuhkan Allesya agar bisa lebih kuat menjalani hari-hari perihnya.

Ia menciumi punggung tangan adiknya dengan sayang. “Dek, jangan tinggalin Abang.” Ilham berkata parau. Air mata mengalir di sudut mata kanannya.

Baru saja siang tadi Allesya menguatkannya, justru sekarang gadis itu yang terlihat lebih kesakitan menahan semuanya.

“Maafin Abang yang lalai jagain kamu.” Ilham menggenggam erat tangan Allesya. Seolah takut bila sang adik pergi meninggalkannya.

“Abang emang orang yang payah.” Ilham membenturkan dahinya di bibir ranjang Allesya. Membuat Rani cemas dan segera memeluk kepala suaminya.

“Sayang, kamu gak boleh nyakitin diri kamu sendiri. Allesya pasti sedih kalo lihat kamu kayak gini.” Rani berusaha menenangkan Ilham.

Lagi-lagi luka di masa lalunya membuat Ilham seperti kehilangan gairah hidup.

ALLESYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang