15. Tonight With You

1.3K 66 15
                                    

“Jangan menangis seperti ini jika gak ada gue.” Bisik Agil.

I want you to be my friend.” Ucap Allesya parau.

“Gue akan jadi teman lo tanpa lo minta.”

Don't lie to me like him.

Will never.”

Mereka saling terdiam setelah bercakap singkat. Mereka lebih memilih untuk diam berperang dengan dirinya sendiri. Daripada harus menumpahkan seluruh amarah yang belum pasti ada penawarnya.

Seseorang melewati mereka dan melihat dengan seksama. “Agil? Allesya?”

———

“Allesya? Lo kenapa nangis?” tanya orang itu.

“Gak pa-pa, kok, Mir.” Jawab Allesya dengan senyumannya.

Mira. Seseorang yang kini menjadi temannya. Meskipun Mira telah menceritakan semua masalah yang dihadapinya, tetap saja Allesya belum pernah membagi cerita kepada Mira. Ia tak sedungu itu untuk berbagi cerita.

Rasanya munafik jika ia berkata soal kedunguan. Nyatanya saja ia menerima perlakuan manis Agil. Ia ingin memiliki teman untuk berbagi. Tapi ia juga tak ingin satupun orang yang mengetahui. Sepicik itulah pikiran Allesya.

Egois. Ya, bahkan dirinya baru saja menyadari jika ia memiliki egoisme yang tinggi. Rasa egois itu yang kini menjerumuskannya.

“Gak usah sungkan buat cerita sama gue, ya,” ucap Mira seraya memeluk Allesya singkat. Allesya menanggapi ucapan Mira dengan anggukan.

“Lo dari mana?” Tanya Allesya.

“Oh ini tadi gue habis beli baju.” Jawab Mira dengan mengangkat tentengan paperbagnya, “gue lagi ada acara di rumah, Alle, maaf gue gak bisa nemenin lo.” Imbuh Mira dengan sorot sendu.

Allesya tersenyum dan menggeleng sembari berkata, “Udah gak pa-pa, lo hati-hati dijalan, ya.” Jawab Allesya. Mira hanya tersenyum dan melangkah pergi melewati Allesya dan Agil.

“Siapa tadi?” Tanya Agil.

“Mira.”

“Sekolah mana?”

“Ya, satu sekolahan sama kita, lah.”

“Oh.”

“Lo gak tahu?”

“Gak.”

Allesya hanya menatap datar Agil. Heran dengan satu manusia di depannya ini. Sudah 2 tahun bersekolah tapi tidak tahu Mira? Padahal ia gadis yang cukup terkenal. Rasanya Allesya ingin menghampar kepala Agil. Mungkin saja ada ingatan yang hilang begitu, kan?

Mereka berdua saling terduduk dalam diam. Hening malam ditemani dengan lampu temaram mendukung dua insan yang tengah dilanda keresahan.

Rintik hujan mulai turun dan membasahi tubuh mereka, “Hujan, Allesya. Mau disini atau pergi?” tanya Agil.

“Gue mau disini.” Jawab Allesya tanpa melihat Agil. Agil hanya mengangguk dan menemani Allesya.

Hening.

Sorot mata lurus dan datar.

Rilai hujan membasahi bumi dan diri.

Bagai tembok polos yang mulus tertumpah air hujan. Mengalir. Bagai air mata yang mengalir di pipi Allesya. Deras namun samar akan derasnya air hujan. Hujan seakan mengerti perasaan Allesya. Dengan senang hati ia turut menangis atas kesedihan Allesya.

Mereka terdiam menikmati hujan selama 30 menit, hingga hujan reda. Allesya dan Agil telah basah kuyup karena hujan yang deras. Membuat Allesya juga meredakan tangisannya.

ALLESYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang