18. Satu Fakta

1.2K 67 59
                                    

"Allesya, kamu gak mungkin tunangan sama dia, kan?" tanya Rangga lirih.

Allesya bingung. Allesya menatap Agil. Agil menatap Allesya. Keduanya saling berkomunikasi lewat tatapan mata.

"Jawab, Allesya!" Ucap Rangga dengan mengguncang bahu Allesya.

"Lo gak perlu tau tentang hidup gue. Dan gue juga gak mau tau lagi tentang hidup lo!" Tegas Allesya.

Rangga menatap Allesya dengan sorot tak percaya, "Aku tau kamu cuma pura-pura. Aku tau kamu bukan tunangan dia."

"Gue muak sama lo. Ibaratnya seperti ini, jika kemarin lo perlakuin gue kayak ratu, maka hari ini lo perlakuin gue kayak sampah. Lo buang gitu aja. Gue gak mau jadi murahan hanya karena manusia yang benar-benar kayak sampah!" Ucap Allesya dengan perasaan yang dongkol.

Allesya bergegas ke kelas dengan melirik orang-orang yang memandangnya sinis. Benar-benar pagi yang sangat kacau.

---

Pendam sendiri, jangan repotkan orang lain.

***

Jam sekolah telah berbunyi 10 menit yang lalu. Namun, Allesya tak segera beranjak dari kursi dan mejanya. Ia ditemani oleh Dito, Bima, William, Candra, dan tentunya ada Agil. Bedanya, Agil tengah di sibukkan oleh game yang ada di handphonenya.

"Alle, kenapa lo seharian gak bicara? Sariawan, ya?" tanya Dito ngawur. Allesya tak membalas apapun selain dengan tatapan datarnya.

"Kalo ada masalah cerita aja sama kita, kita pasti bantu sebisa kita kok, All." Ucap Bima halus.

"Iya, Alle. Jangan diem gini, dong. Gue sebagai teman sebangku lo ngerasa kayak ngomong sama tembok." Timpal William.

"Oke, kita gak akan maksa lo buat cerita. Tapi kita bakal sedia dan ada saat lo butuh tempat untuk bercerita." Ucap Candra berharap dijawab oleh Allesya. Namun, hasilnya nihil. Allesya masih saja diam.

Membuat ke-empat teman-temannya kikuk sendiri.

Candra salah. Salah besar. Allesya tak akan pernah mau bercerita apapun tentang hidupnya kepada orang lain. Sekalipun masalah besar, akan ia pendam dan selesaikan sendiri. Karena ia memiliki motto hidup 'pendam sendiri, jangan repotkan orang lain.'

"Kalian ngapain gak pulang?" satu kata yang keluar dari mulut Allesya membuat ke-empat temannya tersenyum lega.

"Kita nungguin lo, Alle. Kenapa lo gak sadar, sih?" tanya Dito frontal.

"Gue gak nyuruh kalian buat nungguin gue. Sana pulang!" perintah Allesya ketus, tak tahu diri.

"Gak, ya kali kita ninggalin cewek sendirian." Ucap Bima menolak.

"Ud--" ucap Allesya terpotong.

"Ada gue yang jagain dia. Sana kalian pulang." Ucap Agil yang telah menyelesaikan game di handphonenya.

Membuat ke-empat orang tersebut menatapnya sinis dan langsung pulang begitu saja. Kesal. Itulah yang dirasakan.

"Jangan lupa kalo jadian gue di traktir satu minggu, ya." Bisik Dito sebelum meninggalkan kelas. Agil hanya menatap datar dan mengibaskan tangannya guna mengusir Dito. Dasar sahabat laknat.

"Mau pulang sekarang?" tanya Agil kepada Allesya.

"Gak. Gue pengen tanya sama lo." Jawab Allesya. Agil mengangkat alisnya sebagai respon. "Lo ada masalah apa sama Dival? Kok nama gue dibawa-bawa?"

Agil mengangguk paham kemana arah bicara Allesya. "Gue gak suka lo deket sama dia. Gue gak mau lo kenapa-kenapa gara-gara dia."

"Gue benci sama dia dan mamanya, Allesya. Dua orang itu yang udah hancurin hidup gue dan bunda. Dulu, waktu gue kelas dua SMP, Mama Dival datang di kehidupan rumah tangga ayah dan bunda. Hingga membuat bunda menceraikan ayah karena beliau selalu sakit hati. Melihat bunda yang menangis membuat hati gue tersayat. Semenjak itu gue benci sama Mama Dival. Sekalipun ayah gue sendiri," penjelasannya.

Ia menarik napas dan meneruskan, "lo pasti gak percaya kalo dulu gue sahabatan sama Dival. Dulu kita juga satu SMP, meskipun kita beda satu tahun kita selalu kemana-mana bareng. Datangnya kenyataan jika Dival adalah orang yang bakal jadi kakak tiri gue, tiba-tiba gue juga ikut benci dia. Belum lagi setelah itu, dia mulai berkhianat. Dia ngolok-olok diri gue, menjelek-jelekkan di depan semua orang. Bahkan gue di tindas. Semakin lama gue semakin muak dengan dia. Hingga suatu saat gue ngebalas semua perbuatannya. Mulai dari situ kita mulai menjadi musuh."

"Dan juga, sudah 2 tahun ini Bunda menikah lagi. Awalnya gue gak bisa nerima figur ayah baru. Tapi, demi Bunda, gue mulai menganggap dan memperlakukan ayah tiri gue seperti ayah kandung," jelasnya lagi, "gue baru pertama kali ceritain kehidupan keluarga gue didepan orang lain selain Dito. Gue gak tau apa yang telah mendorong diri gue buat cerita sama lo." Imbuhnya.

"Terus kenapa tadi lo bilang kalo ..." berpikir sejenak, "intinya dia itu kayak doyan main cewek, lah." Sambungnya.

"Sejak dulu emang dia suka main cewek. Dulu gue pernah jatuh cinta yang pertama kalinya. Tapi dia dengan gak tau dirinya deketin cewek itu. Padahal dia tau kalo gue suka sama cewek itu. Yaudah, gue ikhlasin. Malah dia nyakitin cewek itu terus-menerus," Agil menghela napas berat. "Ya ... Kayak gitu deh pokoknya. Sejak saat itu, gue udah sulit buat suka sama cewek lagi. Gue gak mau ingat-ingat itu lagi." Pungkasnya.

Allesya hanya mengangguk sebagai respon. "Pasti berat buat lo, ya." Jawab Allesya sembari menepuk pundak Agil.

"Gue tau kok aslinya kalo lo itu juga punya banyak beban, hanya saja lo gak mau keluarin semua beban itu. Lo pendam sendiri, kan?" tanya Agil sangat tepat.

Allesya tertegun, lantas tersenyum dan berkata, "Gue gak mau ngerepotin orang lain, Gil."

"Oke, gue tau. Tapi lo harus ingat, kalo disini gue siap nemenin kapan aja lo butuh tempat buat ngungkapin semuanya." Ucap Agil lembut dan menatap dalam mata Allesya.

Allesya tiba-tiba merasakan pipinya panas. Dengan segara ia menundukkan kepalanya. Tak ingin mengadu dengan netra yang dingin namun hangat itu.

"Pipi lo merah." Celetuk Agil yang berhasil membuat Allesya kesal sekaligus salah tingkah.

Membuat Agil terkekeh. "Udah, deh. Gak usah malu-malu gitu. Gue udah suka kok sama lo."

Eh?

Eh?

Allesya melotot tak percaya. Agil memang makhluk yang benar-benar berbeda. Jika biasanya banyak orang yang selalu diam dan akan mengatakan cinta di waktu yang tepat, maka untuk Agil tak berlaku aksara tersebut. Ia akan mengatakan apapun yang ada dibenaknya dengan jujur.

"Ishh, apaan sih! Gak lucu. Katanya tadi susah buat suka sama cewek." Cibir Allesya.

"Emang, sih. Tapi sejak ada lo, hidup gue udah gak sepi." Ucap Agil tersenyum sembari mengendikkan bahunya. "Yang penting gue gak lupa sama omongan lo dulu. Kalo gue suka sama lo, berati gue harus beliin lo rumah. It's okay, very easy."

Allesya geleng-geleng kepala heran.

"Kalo lo udah jadi istri gue tapi." Sambung Agil terkekeh.

Allesya benar-benar kehabisan kata. Ungkapan cinta macam apa ini? Tidak romantis sekali.

***

Hallo aku kambek bawa Allesya sama Agil, wkwk.

Cerita akan dikupas satu-satu dengan tajam. Setajam ... lirikkan Agil, wkwk.

Aku ini masih pemula gaiss, jadi apresiasi dari kalian yang berupa vote dan komen itu sangat sangat sangat berharga.

Jangan lupa vote dan komen, ya:)

Aku coba target ah:v. 15+ vote aku up secepatnya, hehe

ALLESYAWhere stories live. Discover now