5

3K 597 279
                                    

Yuhu~

Aku kembali dengan cepat karena ingin bertemu kalian❤️


Happy reading!^^



~°~°~



Pria itu tak main-main ketika menyuruh pelayan meriasku. Aku yang sudah terlahir cantik ini tampak seperti putri sungguhan!

Wajahku dirias dengan make up buatan tangan yang lengkap. Sangat lembut dan wangi secara alami. Aku hampir tak mengenali diriku sendiri. Bibirku sangat merona tapi tak tampak berlebihan.

Rambutku diikat setengah dengan kepangan kecil di bagian yang diikat. Diberi hiasan perak berbentuk daun-daun di kedua sisi kepala.

Gaun biru muda off shoulders dengan kerah A-line membalut tubuhku. Gaun ini sangat panjang dengan bahan tipis yang lembut. Ada hiasan perak di bagian bawah dada. Ini luar biasa!

Pelayan ini juga mencarikan sepatu hak yang pas dengan kakiku. Warnanya perak dengan hiasan mata berwarna putih di bagian tali yang melilit pergelangan kaki.

"Mari ke aula, Tuan Putri," ucap pria yang tadi diperintahkan untuk memanggil kakak-kakakku yang lain. "Mereka sudah menunggu."

"Ohh ... iya." Aku meraih kalung Araceli yang tersimpan di atas meja kemudian menggenggamnya erat-erat di tanganku. Enggan benda itu jatuh. Namun aku juga tidak mau memakainya sekarang.

Kami berjalan melewati lorong-lorong yang cerah karena pencahayaan alami. Jendela-jendela besar menghiasi dinding. Pilar-pilar tinggi nan kokoh menghiasi sepanjang jalan. Melalui jendela itu aku bisa melihat salju mulai turun, cukup lebat.

Entah kenapa perasaanku tidak nyaman setiap kali melihat salju yang menyelimuti istana.

"Ini tempatnya, Tuan Putri."

Kami menghentikan langkah di depan sebuah pintu yang tingginya hampir mencapai langit-langit, sekitar empat meter. Warnanya putih bersih dengan hiasan emas melingkar-lingkar. Sekali lagi alurnya sama seperti kalungku dan gerbang istana.

Pintu putih yang terbelah dua itu perlahan terbuka. Menimbulkan suara yang cukup berisik. Pria itu membungkuk dan mengulurkan tangan, mempersilakanku untuk masuk.

Dengan jantung berdebar dan langkah yang ragu, aku memasuki ruangan itu. Pintu langsung ditutup setelah aku sampai di dalam. Seolah mengatakan, "Kau tidak bisa pergi sampai semuanya selesai."

Ruangan itu sangatlah luas. Seluas lapangan baseball di sekolahku. Di tengah ruangan terdapat meja putih lonjong yang panjangnya bukan main. Ada sepuluh kursi di setiap sisi meja dan satu kursi utama di bagian melingkar. Di sanalah sang raja, Scoups, duduk. Tiga orang lainnya menduduki kedua sisi. Ada dua orang laki-laki yang duduk di sisi kiri dan satu orang wanita di sisi kanan.

Aku merasa diriku memiliki visual yang baik dan tak terkalahkan selama delapan belas tahun. Namun kali ini aku merasa kecil. Wanita dengan gaun merah itu tampak luar biasa cantik. Mahkota perak dengan mata berwarna kuning menghias rambutnya yang panjang sepunggung.

Dua pria yang duduk di sisi lainnya juga sangat tampan. Satu pria memiliki mata kecil berwarna cokelat terang, hampir mirip denganku. Rambutnya oranye. Ia mengenakan kemeja dan celana hitam dengan jas berwarna ungu sewarna jubah milik Scoups. Bunga mawar merah menghiasi saku jasnya. Mahkota perak dengan mata biru menghias kepalanya.

Pria satunya kurus dan tinggi. Rambutnya hitam panjang dengan gaya mullet. Bibirnya tipis. Wajahnya tampak manis. Mahkota perak yang serupa dengan milik pria tadi namun bermata putih menghias kepalanya. Ia mengenakan kemeja dan celana putih dengan beberapa corak merah. Ia memakai selempang berwarna ungu dengan lambang merpati yang membentangkan sayap. Aku ingat melihat lambang itu juga di gerbang dan di atas singgasana. Kuasumsikan merpati sebagai lambang kerajaan dan ungu adalah warna suci kerajaan.

Royal Blood (Heir of The Throne) [Seventeen Imagine Series]Where stories live. Discover now