Bonus Chapter: a Way to Magic Land

504 125 30
                                    

Hai!!!! Apa kabar kalian? Aku harap kalian baik-baik aja ya❤️

Mungkin udah ada yang tau, beberapa waktu ke belakang aku lagi struggle. My mind kinda messed up so maaf banget aku menghilang sangat lama. Aku baru punya kekuatan untuk coba bangun lagi sekarang. Pelan-pelan nata pikiran aku, hidup aku, dan tulisan-tulisan yang sudah lama aku tinggalkan. Prosesnya mungkin akan cukup lama jadi sebelumnya aku mau meminta maaf dulu sekaligus berterima kasih sedalam-dalamnya buat temen-temen yang sudah sabar menunggu dan akan tetap menunggu 🤍

Sebelumnya aku gak punya outline per bab untuk cerita-cerita aku dan mungkin itu yang bikin aku makin susah buat nulis. Tapi jangan khawatir aku udah bikin rancangan berapa bab lagi untuk cerita ini dan gimana alur per bab-nya. Jadi semoga bisa mempercepat update aku juga ya~


Duh maaf intronya panjang banget 😭😭😭


Notes: semua ritual yang tertulis di bab ini full fiksi ya sayang-sayangku sekalian, bikinan aku bukan hasil riset atau aliran tertentu dan gak ada maksud tertentu selain keperluan cerita🤍



Happy reading!^^



~°~°~



Jeonghan tidak yakin sudah berapa lama ia tidak tidur.

Selama berhari-hari ia mendekam di kamar, bergelut di depan laptop dan mencatat setiap hal yang ia temukan di internet mengenai cakra dan dimensi lain sekecil apa pun atau setidak masuk akal apa pun, dan hanya keluar jika butuh ke kamar mandi atau makan.

Bukan hanya menyibukkan diri di kamar, Jeonghan juga sampai hari ini belum berbicara dengan kedua orang tuanya. Sang ibu sudah beberapa kali mengetuk pintu kamarnya; mengajaknya bicara, mengantarkan makan, dan membujuknya keluar. Namun tak satu pun ia gubris. Bahkan ia baru mengambil makanan yang dibawa ibunya ketika wanita paruh baya itu meningggalkan nampan di depan pintu.

Namun, membujuk Jeonghan tampaknya melelahkan. Beberapa hari kemudian, kedua orang tuanya sudah kembali bekerja tanpa ingat pulang seperti biasanya. Terkadang malam-malam ia bisa mendengar suara pintu depan terbuka atau suara sepatu yang dilempar sembarang karena terlalu lelah. Seringnya hanya ada suara ketikan dari kamarnya sendiri.

Jeonghan tiba-tiba terdiam. Jemari yang menari di atas keyboard seketika terhenti. Selama beberapa saat pikirannya seolah melayang dan duk! kepalanya terantuk layar laptop.

"Ohh sial!"

Jeonghan mengumpat seraya mengusap kepalanya yang sedikit nyeri. Pada saat itulah ia baru sadar betapa lelah, haus, lapar, dan mengantuk dirinya. Namun ia tidak ingin berhenti. Belum cukup data yang ia kumpulkan. Masih banyak riset yang harus dilakukan. Tidak ada konklusi dari pencariannya selama beberapa hari ke belakang.

Jeonghan mengambil botol minum di samping laptop. Ia tuangkan air ke dalam tutup botol, kemudian ia gunakan air itu untuk membasahi mata. Berharap air akan mengusir kantuknya meski hanya sejenak.

"Kau harus segera menemukan jalan, Bodoh. Tidak ada waktu istirahat," gumamnya pada diri sendiri sambil menepuk-nepuk pipi. Setelah satu tarikan napas panjang, kembali ia fokuskan diri pada layar laptop.

Sayangnya kesegaran itu tidak bertahan lama. Dalam waktu kurang dari satu menit kejadian serupa kembali. Kali ini kepalanya tidak hanya membentur layar laptop, namun mendarat di atas keyboard. Ohh dan tidak seperti sebelumnya: menjadi sadar dan berusaha tetap terjaga, saat ini Jeonghan benar-benar tertidur.


.
.
.


Sorot mentari yang masuk melalui celah jendela membangunkan Jeonghan dari tidur lelapnya. Perlahan ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Masih berusaha memroses apa yang terjadi semalam. Jujur ia tidak ingat kapan ia mulai terpejam. Saking lelapnya, ia bahkan tidak bermimpi.

Royal Blood (Heir of The Throne) [Seventeen Imagine Series]Where stories live. Discover now