Prolog

8.6K 827 193
                                    

Yuhu~

Aku membawa cerita dengan genre fantasi—lagi—yang nantinya akan menggantikan Life of a Lonely Demon dan Half Blood. Aku mencoba tema baru nih, jadi aku akan senang kalau kalian mau membagikan pemikiran kalian mengenai cerita ini💕


Happy reading!^^



~°~°~



Gadis kecil dengan sweater berwarna hijau lumut yang dipadupadankan dengan celana cokelat muda berhias beludru itu tersenyum lebar begitu menginjakkan kaki di rumah barunya. Pita berwarna putih tulang menghiasi rambutnya dan syal dengan warna serupa melingkari lehernya. Rambutnya bergelombang dengan warna cokelat tua, diikat setengah bagian di belakang kepalanya. Matanya memiliki warna yang cukup unik, hazelnut.

Gadis kecil itu langsung berlarian ke halaman megah, di mana rumput-rumput hijau tumbuh mengelilingi sebuah pohon yang daunnya mulai berguguran karena musim. Gadis itu mendudukkan dirinya di bawah pohon. Matanya menyisir seluruh area.

"Cantiknya," gumam gadis itu riang.

Begitu anggota keluarganya yang lain—ayah, ibu, dan kakak laki-lakinya—memasuki halaman rumah, gadis itu beranjak dan berlari ke arah mereka.

"Ayah! Ayah!" panggilnya antusias.

Sang ayah lantas berlutut dan menyambut gadis itu dengan hangat. Digendongnya gadis kecil itu sambil tertawa. "Kau menyukainya?"

"Hmm!" Gadis itu mengangguk kemudian menunjuk pohon di halaman rumah. "Bisakah kita membuat ayunan di situ?"

"Tentu saja! Ayah akan membuatkan satu untukmu dan satu untuk kakakmu," sahut sang ayah.

"Tidak perlu," sahut lelaki yang usianya empat tahun lebih tua dari gadis itu. "Aku tidak mau main ayunan!"

Lelaki itu mendengus kemudian memasuki rumah. Gadis kecil itu mengerucutkan bibir dan memeluk leher sang ayah.

"Kakak galak," gumamnya pelan. "Aku tidak mau main dengan Kakak."

Sang ibu tersenyum hangat kemudian mengusap kepala anak gadisnya tersebut. "Mungkin Jeonghan kelelahan. (Y/n) main sendiri ya? Ibu dan Ayah harus merapikan rumah dulu."

Gadis itu mengangguk pelan. Diturunkannya tubuh gadis itu oleh sang ayah. Begitu memijak tanah, ia langsung berlari kembali ke halaman.

Langkah gadis kecil itu berhenti di hadapan pohon. Ia perhatikan dedaunan yang mulai menguning di atas sana.

"Cantiknya," gumam gadis itu. "Sayang sekali sebentar lagi mati."

Gadis itu tersenyum tipis kemudian mendudukkan diri di depan pohon. Sama seperti yang dilakukannya tadi, gadis itu bersandar pada pohon dan memperhatikan sekitar dengan saksama.

Rumahnya tampak sederhana. Berbentuk persegi panjang dengan bagian tengah menonjol. Sebuah teras menghiasi bagian depannya. Di teras itu terdapat dua kursi rotan dan satu meja rotan yang dihiasi kaca di bagian atasnya. Seluruh rumah dicat dengan warna abu-abu. Pintu-pintu dan jendela-jendelanya berwarna putih.

Gadis itu tersenyum semakin lebar. Ia menyukai tatanan dan suasana rumah barunya. Ia berharap bisa menjalani hari-hari luar biasa di tempat itu hingga tumbuh dewasa.

"Ohh!" Gadis itu mengerjap pelan ketika matanya tanpa sengaja menangkap sebuah pot dengan tanah kering dan bunga layu di teras depan. Ia langsung beranjak dan berlari ke sana.

"Tolong jangan mati," ucap gadis itu begitu sampai di depan pot. Tangannya langsung terulur, menyentuh bunga yang layu tersebut dengan wajah bersedih.

Royal Blood (Heir of The Throne) [Seventeen Imagine Series]Where stories live. Discover now