Chapter 23

8.1K 521 8
                                    

Plakk'

Tamparan keras melayang di pipi kanan Evelyn hingga membuat bibirnya sobek.

"Lo gak liat jam, keluyuran terus lo yah" Daniel menatap tajam kearah Evelyn.

Evelyn menyerngit heran, lah salah ya dia juga ingin kebebasan bukannya dikurung dirumah untuk membersihkan rumah dan juga bukan untuk disiksa.

"Masih belum malam kok" ucapnya

Daniel mencengkram kuat rahang milik Evelyn, tanpa belas kasih ia meludahi wajah Evelyn, "Lo tuh cuma numpang hidup disini jadi harus nyadar bego!"

Manik coklat milik Evelyn menatap kearah manik hitam milik Daniel. Ia begitu terkesima melihatnya, manik yang sama persis dengan milik sang papa.

Plakk'

Daniel memberi pukulan telak kearah Evelyn, setelah itu ia langsung naik keatas. Evelyn hanya menatap sendu kepergian sang kakak.

"Non, sini bibi obat-obatan bibirnya" ucap wanita paruh baya itu.

"Ih gak usah mbok, gak papa kok" kata Evelyn sambil menyentuh pelan ujung bibirnya yang sobek.

Mbok Darmi menangis melihat betapa tegarnya anak perempuan yang ia jaga sedari kecil, sungguh! Ia merasa sakit hati melihat perlakuan kakak dan papanya kepada Evelyn. Dulu Margareth begitu menginginkan anak perempuan, ketika ia mendapatkannya justru kedua orang terdekatnya tidak menyukai kehadirannya.

"Mbok jangan nangis dong, Evelyn aja gak nangis" katanya sambil mengusap pipi milik mbok Darmi.

Ia mengusap air matanya dan menatap wajah milik Evelyn, "Mbok gak nangis lagi" mbok Darmi memeluk tubuh mungil Evelyn seakan menyalurkan kekuatannya, sesekali ia mengelus pelan surai coklat milik Evelyn.

"Non, kok rambutnya rontok ya? Mau mbok  cariin obat?" Sungguh, ia mengelusnya dengan lembut namun kenapa mudah rontok.

Evelyn tersenyum dan menggeleng, buat apa beli obat kata dokter andi, rambutnya nanti akan rontok seiring berjalannya waktu. Melihat penyakitnya yang sudah stadium akhir membuat tubuhnya seakan remuk.

"Yaudah mbok Evelyn naik keatas yah"

Setibanya di kamarnya ia langsung menyimpan obatnya ke laci, setelah itu Evelyn langsung memandikan tubuhnya yang sudah dipenuhi keringat.

Evelyn menatap pantulan dirinya di kaca mejanya, ia meringis melihat sobekan dibibir-nya. Kemudian, ia mengambil kotak P3K.

"Arghh...gue gak kuat kayak gini terus" Evelyn menggebrak pelan meja riasnya.

Begitu menyedihkan dirinya sekarang, walaupun ia terlihat tegar didepan orang lain itu tidak memungkinkannya untuk menutupi kesedihannya saat ia sedang sendirian.

Satu tetes air mata mengalir dipelupuk matanya dengan kasar ia mengusap nya, "Sampai kapan, tuhan"

Otaknya menerawang jauh hingga tanpa sengaja kejadian masa lalu teringat. Kejadian dulu yang membuatnya merasa seperti ini.

Flashback

Eleven years ago at Kathy Osterman Beach, Chicago, Amerika Serikat.

Evelyn kecil begitu antusias ketika sang papa mengajaknya pergi ke pantai di sore hari. Pasalnya baru kali ini sang papa mengajaknya pergi berdua saja.

"Papah Evelyn mau lihat senja" ucapnya

"Iya dong pasti papa turutin untuk putri kecil papa ini" Clavin menatapnya dari kaca mobil.

"Tapi pah, bunda sama kakak kenapa gak diajak. Lebih seru kalau kita perginya bersama"

"Karena papa kepengennya pergi sama kamu. Hanya berdua oke little girl"

Evelyn menepuk tangannya kegirangan, betapa bahagianya dirinya saat itu. Ia kira papanya tidak menyangginya namun ia salah besar. Mungkin papanya sedang sibuk jadi tidak ada waktu untuk mengobrol dengannya.

Setibanya di pantai Kathy Osterman beach, Evelyn begitu terkesima melihat pemandangan pantai tersebut. Pantai ini sedang sepi karena ini sedang musim salju dan membuat beberapa orang  diam dirumah untuk menghangatkan tubuhnya masing-masing.

"Papa, Evelyn sayang sama papa. Makasih ya udah ajak Evelyn kesini" ucapnya sambil memeluk kaki jenjang milik sang papa.

Calvin menatap sebentar kearah Evelyn, "iya sama-sama, sekarang duduk yuk"

Evelyn mendudukkan tubuhnya di batang pohon yang lumayan dekat dengan bibir pantai. Ia mengeratkan jaketnya karena udara dingin yang memasuki melewati celah-celah jaketnya.

"Dingin yah?" Evelyn mengangguk mendengar perkataan sang papa.

"Yaudah kamu disini dulu yah, papa cariin sesuatu untuk menghangatkan tubuh kamu"

"Iya pah tapi jangan lama-lama yah, Evelyn takut sendirian" Clavin mengangguk singkat setelah itu ia melenggang pergi.

Evelyn mengambil beberapa kerang yang ada didekatnya lalu ia melemparkan kearah pantai, sesekali bibirnya menyanyikan lagu untuk mengisi kebosanannya.

Menit terus berganti namun belum ada tanda-tanda sang papa datang. Senja saja sudah lewat satu jam yang lalu. Dimana keberadaan sang papa? Tangannya sudah sangat dingin karena ia lupa menggunakan sapu tangannya, Pipinya saja sudah memerah.

Sebenarnya ia ingin sekali pergi dari sini, namun ucapan sang papa membuatnya menahan diri untuk tetap diam disini. Evelyn tidak mau membuat papanya kecewa. Lagipula ia juga tidak tahu jalan pulang.

"Aku hitung satu sampai seratus pasti papa akan segera datang" ucapnya.

Evelyn mulai menghitungnya satu hingga seratus. Namun, dihitungan seratus ia menengok kesana-kemari, tidak ada tanda-tanda sang papa. Ia kembali menghitung lagi.

Jam terus berputar, tubuh Evelyn sudah menggigil hebat, wajahnya sudah pucat pasi. Hari sudah tengah malam tapi papanya tidak menghampirinya. Evelyn bangkit dari duduknya ia berjalan pelan kearah bibir pantai. Matanya terus menatap ke depan seakan ada magnetnya.

Satu tetes air mata mengalir di pipinya yang sudah sedingin es. Pandangannya memburam dan setelah itu kegelapan menghampirinya.

TBC

Jangan lupa vote dan coment ❣️






Evelyn | ENDWhere stories live. Discover now