Chapter 22

7.8K 490 2
                                    

Jangan lupa vote dan coment ❣️

.....

Gadis berseragam sekolah itu berjalan lesu di trotoar jalan, matanya menatap sendu kearah amplop putih tersebut. Sesekali ia menghela nafas panjang, meratapi nasibnya sendiri. Dia tidak percaya penyakitnya sudah stadium akhir.Perasaan baru kemarin ia stadium 3 sekarang sudah jadi stadium akhir.

"Oke gue gak boleh banyak pikiran" lirihnya, sebisa mungkin ia mengurangi beban pikirannya sendiri. Matanya memanas dan juga mengabur kemudian lelehan air jatuh dari pelupuk matanya.

"Hiks..kenapa..sih..gue..kayak..gini..hiks...hiks" Evelyn terus menangis, bohong jika dia tidak papa buktinya sekarang ia menangis.

Ia terus menangis hingga sesenggukan, sudah lama dirinya tidak menangis dengan lama. Sekarang ia menumpahkan seluruh kesedihannya yang lama terpendam.

Takdir, begitu jahat mempermainkannya hingga membuatnya jatuh sejatuhnya. Sekarang ia membutuhkan tumpuan untuk membuatnya bisa kembali berjalan melewati dunia ini. Dunia tidak seindah ladang bunga.

Evelyn mengusap pipinya yang sudah membentuk sungai kecil. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Tangannya menyetop taksi yang lewat, "Perumahan Diamond pak" ucapnya

Netranya menatap keluar jendela yang lumayan rame, dia kembali memasangkan earphonenya. Matanya memicing melihat seorang lelaki yang tengah mengendarai motor sport warna hitam.

Gawat, kenapa sih ia harus bertemu dengan Orlando lagi. Alih-alih ingin menjauh justru Tuhan sengaja mendekatkannya.

"Pak ngebut yah" ucapnya sambil memasangkan Hoodie sweater warna biru kesukaannya, tidak lupa ia juga memasangkan cindungnya.

Matanya terperangah melihat perumahan Diamond, perumahan elit ketiga setelah perumahan Edelweis tempat tinggalnya. Rumah-rumah disini bergaya Yunani, tidak seperti kompleksnya yang rumah-rumahnya bergaya Eropa.

"Makasih pak" ia menyodorkan uang kearah sang supir.

Evelyn berjalan pelan menuju rumah Jeslyn, dia kembali terkejut ketika melihat motor sport Orlando melaju ke rumah nomor 4. Orlando tinggal disini? Satu kompleks dong sama Jeslyn tapi kok dia gak bilang yah?

Mata coklatnya terus menatap gerak gerik Orlando, namun dengan cepat ia memutuskan pandangannya kearah Orlando. Evelyn Kembali melanjutkan perjalanannya kerumah Jeslyn. Ia mempercepat langkahnya ketika melihat nomor rumah yang berangka 20 itu.

Tok...tok...tok.

Pintu berwarna putih itu terbuka dan menampakkan sosok Jeslyn yang tengah berdiri diambang pintu, "Masuk yuk" ia mempersilakan Evelyn masuk.

"Sepeda gue"

Jeslyn melotot kesal, "Lo belum duduk dan belum gue kasih minum udah tanya aja sepeda Lo mana"

"Hehehe maaf Jes, sepeda gue berharga Banget"

"Yaudah duduk gih, gue ambilkan minum. Mau minum apa?"

"Seadanya" Jeslyn melenggang pergi ke dapur.

Evelyn menatap satu persatu bingkai foto yang terjejer rapih. Matanya memicing melihat bingkai foto yang berukuran kecil itu. Ia bangkit dari duduknya dan berdiri menghampiri foto tersebut.

"Jeslyn sama siapa yah?" Pasalnya dalam foto tersebut Jeslyn bersama laki-laki dan juga perempuan. Dan dirinya merasa tidak asing dengan foto laki-laki itu.

"Evelyn?" Dengan cepat Jeslyn menghampiri Evelyn yang tengah memegang bingkai foto semasa kecilnya dulu.

Ia menatap kearah, "sorry Jes gue lancang" katanya sambil kembali menaruh bingkai tersebut pada posisi semulanya.

"Eh.. gak papa lagian gunanya foto ini ditaruh disini kan biar dipandang orang lain" Jeslyn mengambil bingkai tersebut, "ini gue dan ini....em...Orlando"

Evelyn membulatkan matanya, apa lelaki yang berpakaian coboy itu Orlando pantes aja ia merasa mengenalinya. Tapi siapa perempuan berambut pirang itu yang disebelah Orlando? Ia sungguh terkejut mengetahui fakta ini, pertama Jeslyn sepupuan dengan dokter Andi dan ini ia juga sepupuan dengan Orlando.

Jeslyn menatap kening Evelyn yang berkerut, "okeh dan ini Thalita"

"Tha..lita siapa?"

"Adiknya Orlando"

Bagus, ia kembali dikejutkan lagi. Oh pantas saja Orlando tinggal di perumahan ini ternyata ia mempunyai saudara yang satu kompleks dengannya disini. "Tapi gue gak pernah liat Thalita yah? Tadi kan gak sengaja, gue lewat rumah Orlando yang nomor 4 itu. Kek nya dia tinggal sendiri"

"Thalita sekarang gak di indo tapi di Zurich, Swiss. Orlando memang tinggal sendiri bokap nyokapnya lagi ke Berlin. Biasa urusan bisnis"

Evelyn mengangguk kemudian ia kembali mendudukkan tubuhnya di sofa.

"Orlando lihat Lo gak?" Tanyanya, Evelyn mengambil Cappucino yang tadi dibuat Jeslyn, "Untungnya gue pake sweater, jadi gak ketahuan dia"

"Lo tau gak sih gue yang sedari kecil dekat sama Orlando tapi gak pernah tuh liat dia bawa gandengan"

"Masa sih?"

"Nyokapnya aja heran tuh, dia beda sama Thalita kalau Thalita sering tuh bawa cowok"

Evelyn menyerngit heran, Orlando belum pernah Deket sama cewek. Lah sama dong, tapi bedanya dia kan terkenal ganteng tapi masa sih gak punya cewek gitu.

"Dan yang membuat gue terkejut, Lo dijadiin sahabatnya." Kata Jeslyn
Ia tambah bingung, aneh banget dia tiba-tiba minta sahabatan. Awal ketemu Orlando saja kayaknya dia rada-rada judes gitu. Tapi akhir-akhir ini kok aneh ya?

"Gue juga ngerasa aneh gitu loh, eh kayaknya gue harus pulang deh udah sore Banget"

Evelyn beranjak dari duduknya dan disusul oleh Jeslyn, "yaudah gue anterin sampe gerbang, eits jangan lupa ini dipake" Jeslyn menyerahkan satu buah masker kearah Evelyn.

"Pamit Jes, see you tomorrow" Evelyn melambaikan tangannya kearah Jeslyn.

TBC

(Pap Hoodie Evelyn😉)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Pap Hoodie Evelyn😉)

Evelyn | ENDWhere stories live. Discover now