Chapter 1

22.6K 1.2K 26
                                    


Tidak akan kubiarkan semua orang tau kelemahan ku

...

PRANGG

Semua mata tertuju ke arah Eve yang menjatuhkan gelas kesayangan papahnya. Itu adalah gelas pemberian bundanya saat hari anniversary yang ke-lima, dan hadiah terakhir yang bundanya beri.

Hampir saja dia terkena pecahan tersebut, tapi untungnya dia bisa menstabilkan tubuhnya. Setiap hari inilah rutinitas yang dilakukan Eve menyiapkan makanan dan membersihkan rumah bersama mbok Darmi, dirinya sudah seperti pembantu di dalam rumahnya sendiri.

Eve sontak membeku ketika cekalan kasar papanya, ia meringis seraya menundukkan kepalanya.

PLAKKK

Wajahnya yang semula menunduk berpaling ke arah kanan dengan luka sobekan di bibirnya. Tamparan sang ayah yang sangat keras menjadi makanan sehari-harinya. "Dasar anak tidak tahu diuntung, saya bilang ambilkan kopi di dapur bukan malah memecahkan gelas kesayangan saya" desisnya, dengan kasar papanya mencengkeram kuat pipinya, dia lalu menatap lekat wajah yang membuatnya muak.

"Ma-aaf" lirih Eve

"Maaf-maaf kamu itu tahunya cuman minta maaf mulu, besoknya diulang saya udah muak dengan perilaku kamu, apa pun yang kamu pegang akan menjadi rusak!"

"Mas udah nanti kita bisa beli lagi kasihan kan Eve-nya" ucap Hani mama tirinya yang mencoba menenangkan sang suami.

"Alah paling dia cari perhatian, kan itu kerjaannya" ucap Jinny-kakak tirinya. Eve masih menunduk, setelah papanya melepaskan cengkeraman tangannya. Tidak, ia tidak menangis karna itu sudah biasa baginya.

Calvin menyeringai, "Gelas yang baru dipecahkan anak sialan ini tidak pernah ada di toko!"

Hani menghela nafas berat, "Aku tahu mas, itu adalah peninggalan Margareth tapi setidaknya tolong jangan perlakukan Evelyn seperti itu, Margareth akan sedih jika kamu berbuat seperti itu"

Evelyn menunduk sambil memainkan jari-jarinya gusar.

Suara decitan kursi mengalihkan pandangan mereka ke arah Daniel putra sulung Calvin. Daniel langsung berjalan ke arah Eve, ada apa dengan adiknya? Kenapa dia selalu bisa membuat dirinya emosi.

BRUKK

Dorongan Daniel berhasil membuat Eve jatuh tersungkur dan mengenai pecah gelas tersebut. Sontak Eve meringis kecil. Hani yang melihat itu sontak menolong Eve namun kedua tangannya dicekal oleh Clavin dan Daniel.

"Pagi-pagi udah bikin bokap gue muak sama lo. Cepetan bersihin semua kekacauan ini dan jangan manja" perintah Daniel.

"Ga ada jatah makan 1 Minggu" sambung sang papa

"Mass!" pekik Hani yang tidak dipedulikan oleh Clavin.

Eve hanya tersenyum pias, berkali kali dia memaki dirinya yang lemah dan sangat ceroboh. Bergegas dia membersihkan pecahan tersebut dan berlari ke kamar nya. Hani yang melihat itu hanya menghela nafas panjang ia tak bisa makan melihat anak tirinya seperti itu.

Sedangkan dikamar Eve mencoba menenangkan diri dengan meminum beberapa obat penenang. Tidak ada yang tahu bahwa dirinya mengonsumsi obat-obatan seperti obat penenang dan obat tidur, bahkan mama tirinya yang notabenenya lumayan dekat saja tidak tahu.

Dia beranjak menggunakan pakaian sekolahnya. Dengan sedikit polesan make-up untuk menutupi mukanya yang sudah persis seperti mayat hidup.

***

Eve kini tengah berjalan di koridor sekolah dengan tampang yang ceria mencoba menghilangkan kejanggalan hatinya. Sesekali ia tersenyum ketika berpapasan dengan kakak kelasnya. Eve terkenal dengan kepintarannya dan murah senyum, semua orang berhasil ia tipu dengan wajahnya.
Namun, dari sifatnya yang seperti ini ia tidak mempunyai teman, alasannya yang sangat sepele semuanya tidak mau berteman dengan anak pembantu, begitulah pertemanan yang memandang kasta. Tidak ada yang tahu bahwa Eve anak konglomerat dan donatur terbesar disekolahnya. Ini semua yang dilakukan papanya yang menyebarkan hoaks tersebut.

Sesampainya, ia langsung meletakkan tasnya pada meja serta mendudukkan tubuhnya di kursi. Namun entah apa yang aneh semua murid tertawa nyaring, Eve hanya menghela nafas berat dia langsung membalikkan tubuhnya sangat melihat tiga permen karet yang menempel di rok abunya. Eve mengeluarkan cutter yang ada tasnya dan menggosok tempat duduknya yang terkena permen karet, kemudian ia kembali mendudukkan tubuhnya tanpa memperdulikan roknya yang masih ada bekas permen karet.

Setelah bel istirahat berbunyi Eve berjalan ke kamar mandi dia menggosok roknya dengan sabun yang, tak terasa air matanya menetes katakanlah kalau ia cengeng tapi ia sungguh tidak tahan lagi. Eve butuh tempat untuk menampung ceritanya, menampung kesedihannya, menampung kebahagiaannya, sayangnya Tuhan mengambil tempat tersebut, Tuhan mengambil bundanya yang sudah seperti buku diary baginya.

***

Selesai sekolah dia tidak langsung pulang namun bekerja disalah satu rumah makan, pekerjaannya hanya menjadi buruh cuci piring di rumah makan tersebut. Setelah sampai ia mengganti pakaiannya dengan setelan biasa di ruang ganti. Sebenarnya ia masih memiliki sedikit uang hasil olimpiade namun uang itu untuk membeli obat-obatannya.

Waktu terus berjalan hingga pekerjaan selesai. Jam menunjukkan pukul 18.00 WIB. Eve sampai di rumah bercat putih.

Tok tok tok

"Gue kira ga pulang, gue sama yang lain mau ada-in syukuran atas menghilangnya lo tapi malah pulang" sindir Daniel

Eve tersenyum kecut mendengar sindiran tersebut. Setelah itu, Clavin berjalan ke arahnya dengan membawa rotan di tangannya.

"Kamu masuk ke kamar cepat!!!" Ujar sang papa, Eve yang tahu bahwa dirinya akan mendapatkan siksaan kembali hanya menghela nafas, disisi lain Daniel malah tersenyum puas.

Eve berjalan naik ke kamar, beberapa saat kemudian pintu kamarnya terbuka, Eve beringsut mundur ke sisi pojok ranjang. Papanya masuk dengan membawa rotan kesayangannya.

"Dasar pembawa sial!!"

BUGG

BUGG

Eve meringis kesakitan, sambil menggigit bibir bawahnya, tidak peduli nanti bibir bawahnya akan terluka.

"Ini untuk rasa benci saya"

BUGG

BUGG

"Ini untuk kebencian Daniel ke kamu"

BUGG

"Gara-gara kamu saya kehilangan istri yang saya cintai"

BUGG

BUGG

Clavin membabi-buta, dia terus memukul anaknya, Eve yang sudah tak tahan lagi terjatuh pingsan dengan luka lebam dimana-mana. Bukanya membantu anaknya dia, sang papa hanya meninggalkan dengan senyum devil's-nya.

"Pergilah Eve, aku tidak sudi punya anak seperti kamu" ucapnya. Eve yang masih belum sepenuhnya pingsan tertegun mendengar perkataan sang papah dan kegelapan seakan menyambutnya.


Evelyn | ENDWhere stories live. Discover now