Chapter 3

13.9K 929 5
                                    

Kekhawatiran mu adalah hal yang percuma, saat semuanya sudah terlambat.

...

Setelah semuanya telah siap, Hani sang ibu rumah tangga mengantarkan kedua anaknya kedepan pimtu. Dengan perasaan was-was dengan kondisi Evelyn.

"Mas berikan kuncinya, kasian Evelyn"ujar Hani, Clavin hanya mendengus kesal lalu meletakkan kucing tersebut diatas meja dengan kasar. Dengan gesit Hani merebut kunci tersebut dan langsung membukakan pintu kamar mandi.

Pandangan pertama yang diterima netranya adalah kondisi Evelyn yang jatuh pingsan dengan sudut bibir terluka dan hidung mengeluarkan darah. Sontak Hani langsung mengecek suhu tubuhnya.

"Mbok....mbok Darmi!!"teriaknya, dan muncullah wanita setengah abad itu dari balik pintu.

"Tolong bantu angkat Evelyn masukan ke dalam mobil saya"

Dengan bergegas ia membawa Evelyn di jok penumpang."Mbok misal anak-anak tanya, saya lagi dirumah sakit" teriaknya dari kaca mobil.

...

Hani kini mengambil tangan kiri Eve yang tidak terpasang infus. Mengaitkan jarinya dengan jari Evelyn lalu menciumnya. Sejak tadi dia tidak membuka matanya. Bahkan sekarang dia dipasang selang yang menghubungkan dengan oksigen. Wajah pucat dan muka lebam membuat dirinya khawatir. Ia kembali mencium tangan kiri Eve sejenak.

"Maafin mamah"ucapnya.

Tanpa Hani ketahui ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka dari balik pintu yang sedikit terbuka.
Hani mengusap air matanya"mamah mau cari minum dulu ya"ucapnya lantas beranjak pergi. Sosok yang memperhatikan mereka dari tadi berjalan masuk.

"Kamu harus kuat Evelyn, terus berjuang" ucapnya

Jari lentik Evelyn bergerak gerak. Sontak ia yang melihat tersebut langsung memencet tombol yang ada disisi kanan ranjang, setelah itu ia beranjak pergi.

Evelyn POV

"Kamu harus banyak beristirahat, dan  ada sesuatu yang ingin saya bicarakan"ucap Dokter Rea, setelah mengecek semua keadaanku
Evelyn hanya mengangguk mendengar penuturannya.

Setelah kepergian dokter dan perawat tersebut. Aku menutup mataku tanpa sadar lelehan air mata keluar, katakanlah kalau aku sangat lemah,rapuh, cengeng bahkan untuk membela diriku saja aku tak bisa.
Aku yang menyusahkan, dan merepotkan semuanya. Pantas saja papa muak.

Evelyn POV end

Ceklek

Sosok bertubuh jangkung itu berjalan kearah Eve. "MAKAN!" ucapnya sambil menyodorkan bubur kearahnya, Eve menerima nya, namun karena tangannya yang sedikit sakit itu malah menjatuhkan bubur itu kelantai, sontak hal itu membuat Daniel menggeram kesal.

Tangannya yang sudah terangkat ke atas dan Plak!"Lo itu ya sakit aja bisa  bikin gue muak,untung yang datang gue kalau papa jangan harap lo bisa lihat dunia lagi besok" Evelyn hanya meringis ketika pipinya yang kembali menjadi sasaran.

"Kalau boleh memilih aku lebih baik gak dilahirkan"lirihnya tanpa sengaja, Daniel yang mendengar itu menautkan alisnya lalu menyeringai. "Bagus! Akhirnya sadar juga Lo ya" sontak Evelyn membeku mendengar perkataan kakaknya.

Dalam benak ia bertanya apakah kakaknya tidak punya rasa peduli sedikit.  Mendengar decitan pintu sontak membuat kedua kakak adik tersebut menoleh kesamping.

"Daniel, kamu ada disini"ucap Hani

"Iya ma, tapi udah mau pulang"
Setelah kepergian daniel, dan mamahnya yang katanya ingin membayar admistrasi.

"Evelyn" sahut seseorang yang membuyarkan lamunannya.

"Kenapa dokter Andi"tanyanya
"Ini." ucapnya sambil menyodorkan amplop tersebut, dengan alis yang bertautan ia membuka nya."penyakit leukimia yang kamu derita semakin berkembang, saya sudah anjurkan untuk kamu kemoterapi." Evelyn hanya mengangguk ketika tahu bahwa penyakitnya sudah stadium 3.

"Dok, biarkan saja seperti ini dulu"ujar Evelyn, dokter itu menggeleng cepat "kamu itu masih muda, masih banyak yang harus kamu lakukan."

Lagi-lagi ia tertampar kenyataan"Dokter tau kan saya tidak dibutuhkan apalagi berguna bagi keluarga saya, jadi dengan adanya penyakit ini memudahkan ku bertemu bunda"

Dokter Andi menghela nafas berat mendengar penuturan sang pasien yang dua bulan lalu ia kenal. "Jika ini keinginan kamu, saya tidak bisa berkutik lagi."ucapnya dan meninggalkan Evelyn.

...

Disinilah Eve sendiri di ruang rawatnya, mamah tirinya tadi di telfon papa untuk segera pulang. Jam menunjukkan pukul 7 malam. Tapi ia tetep saja masih sendirian semenjak suster itu menggantikan infusnya pergi.

Tiba tiba pintu rawatnya terbuka, menampilkan pria bertubuh jangkung. Daniel, dia mendudukan dirinya di bangku yang ada diruang sambil bermain Hp nya.

Evelyn hanya menghela nafasnya. Sudah 10 menit lebih ia hanya berdiam-diaman dengan sang kakak."Kak" ucap Eve mencairkan suasana, bukannya mencairkan malah membuat suasana semakin suram "KAKAK" kali ini lebih kencang. "Ck, berisik!"omel Daniel, Evelyn tersenyum kecil mendengar gerutan sang kakak.

"Seandainya bunda masih hidup-"belum selesai ia berbicara Daniel sudah membanting gelas yang diatas nakas.

Prang

"gak usah bawa bawa bunda, bunda ninggalin kita itu juga gara-gara Lo" tudingnya.

"Boleh gak sehari kakak, mau peduli sama aku"

Daniel tersenyum smirk, "mimpi lo ketinggian nanti kalau jatuh sakit" berulang kali ia menghela nafas panjang. Dia mulai memposisikan dirinya menghadap kesamping, mempunggungi sang kakak.

...

Tengah malam perempuan itu terbangun, kepalanya terasa sangat sakit,dia pergi menuju kemar mandi dan memutahkan semua sisa makanannya. kemuadia ia bersandar di sisi kanan dinding, tubuhnya sangat lemas. Cairan kental mulai mengalir dari hidungnya.

Eve, perempuan itu menatap dirinya dari pantulan cermin. Badan kurus,rambut awut-awutan,muka pucat dan luka lebam dimana-mana. Ia kemudian tertawa miris melihat dirinya pada pantulan cermin tersebut.

Eve terbatuk cukup keras. Rasanya seluruh tubuhnya akan remuk saat ini. Ia kembali keatas ranjang dan menatap sekeliling ruangan. Sepi, kemudian ia membereskan pakaian nya dan melepaskan infus nya dengan kasar. Dia pun beranjak pergi, ia tak mau membebani mama tirinya terus.

TBC

Evelyn | ENDWhere stories live. Discover now