Bucin Detected

241K 15.3K 4.5K
                                    

Kalo lagi bener mah Sashi kalem banget yak, kayak foto di mulmed atas. Padahal aslinya mah...
Dudududuuuu

Happy reading
.
.

Matahari sudah nggak malu lagi menampakkan wujudnya. Cahayanya masuk melalui celah jendela. FYI, saat aku bangun tidur, tangan Sugus melingkar erat di pinggangku dan menjadikan tubuhku bantal gulingnya. Tapi ternyata ada yang lebih posesif dari pada itu, yaitu kasur yang nggak memperbolehkan aku beranjak meninggalkannya semenjak selesai shalat Subuh. Dengan bergelung selimut, aku hanya memerhatikan Sugus yang tengah tadarus di sampingku.

Begitu bodohnya aku hingga nggak mengenali suara suami sendiri. Mendengar suara merdunya saat membaca kitab suci Al-quran, betah saja aku kalau seharian di kurung di sini.

Setelah shalat Subuh, aku sempat menghapal setengah lembar Al-quran, dan muraja'ah hapalan yang kemarin, tentunya dengan bantuan Sugus. Tadinya aku ingin langsung kembali bergelung selimut, tapi Sugus bilang kalau ingin menghapal Al-quran, harus konsisten. Walaupun hanya sedikit, hapalanku bertambah hari ini.

Aku melirik jam dinding, hampir pukul setengah delapan pagi dan tepat saat itu Sugus menyudahi tadarusnya. Ia menyimpan Al-quran di atas nakas. Sudut bibirnya tertarik saat ia tahu aku mengamatinya, lantas tangannya terulur mengusap kepalaku.

"Mau sarapan di luar, atau di sini saja?" tanyanya.

Aku merubah posisi dari yang tadinya berbaring, menjadi duduk menyender di kepala ranjang seperti apa yang Sugus lakukan.

"Mager banget, Gus." Satu tanganku melingkar di tubuhnya mencari kehangatan. Sepertinya tengah malam tadi turun hujan, makanya udara begitu dingin. Tapi 'sepertinya' yaa, entahlah, aku nggak begitu memperhatian sekitar. Fokusku hanya tertuju pada suamiku saja.

"Sini cium dulu biar nggak mager." Sugus ingin meraih wajahku namun aku segera membuang muka.

"Nggak mau. Sashi nggak mau keramas lagi, Gus. Dingin," tolakku.

Ia terkekeh. "Saya cuma mau cium, bukan mau berbuat sesuatu yang bikin kamu mandi junub." Astagfirullah. Pakai diperjelas segala. Sontak saja wajahku memanas akibat mengingat kejadian semalam. Benar-benar ya, Sugus.

"Oh ya, sudah paham tata caranya?"

Aku mengangguk, "Sudah."

"Yaaah." Terdengar suara helaan napas kecewa. Sepertinya aku tahu nih modus-modusnya Sugus. Ia berharap aku belum paham dengan tata cara mandi wajib, agar selalu bisa membersihkan diri bersama setelah kami melakukannya.

Aku cubit perutnya yang liat. "Modus!"

"Itu bukan modus, Sayang. Itu sunah. Sayyidatina Aisyah Radiyallahu Anha berkata, "Aku mandi bersama Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam dari satu tempayan, dan kami sama-sama mengambil air dari tempayan tersebut." -HR. muslim- Kemudian ia melanjutkan, "Faedahnya seperti kita ini, apabila sang istri belum bisa melakukan tata cara mandi janabah, maka suami yang mengajarkannya."

"Sashi kan belajar Safinatun Najah nya belum sampai situ."

"Makanya saya yang ajarkan. Anggap saja kamu learning by doing."

Okay siap. Nanti saat belajar Safinatun Najah dan Qurrotul Uyun aku sudah expert karena telah dipraktikkan langsung.

Masya Allah begitu sempurnanya Islam, sampai hal-hal paling rahasia sekalipun sudah diatur sedemikian indahnya.

"Masih sakit?" tanyanya seraya menyampirkan rambutku ke belakang telinga. Lagi, wajahku memanas ditanya seperti itu. Aku menunduk sambil mengangguk, menggigit bibir karena terlalu malu.

My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang