Tolooong!

132K 10.8K 469
                                    

"Yasudah sana kamu ke kelas," titah Gus. Yeu dia ngusir nih ceritanya?

"Gus ngusir Sashi?"

"Bukan gitu."

Oke, aku pergi seperti apa inginnya sugus. Aku beringsut dan mulai berjalan, tapi baru satu langkah dia menahan lenganku. Dasar labil. "Ada apa?" tanyaku ketus.

"Itu." Dia menunjuk wajahnya sendiri seperti memberi isyarat, sayangnya aku nggak ngerti.

"Apaan sih, Gus?"

"Di sekitaran bibir kamu, es krimnya berantakan."

Aku mengusap bibirku dengan tangan, ralat, punggung tangan. Bahkan seragam SMA ku sekarang sudah kotor dengan es krim. Untung saja warnanya kuning, bukan coklat.

"Ck!" Gus berdecak sambil geleng-geleng kepala melihat ulahku. Aku hanya nyengir, merasa nggak berdosa. "Saya bantu bersihkan."

Freeze...

Tubuhku membeku seketika saat sugus tiba-tiba menangkup kedua pipiku dengan tangan. Sama persis seperti yang dia lakukan saat malam pertama, hanya saja saat ini ditambah jari-jarinya bermain di sekitaran bibirku. Jantungku olahraga lagi di dalam sana, entah karena apa. Ditambah seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutku, membuatku jadi mulas.

Aku ini kenapa sih?

"Astagfirullah! Afwan Gus, Ning, saya kira nggak ada orang."

Kami lantas memisahkan diri. Suasana berubah canggung seperti sepasang kekasih yang ketahuan bermesraan di tempat umum. Kubilang apa tadi? Sepasang kekasih? TIDAK! Oke ganti analogi, maksudku seperti maling yang ketahuan sedang mencuri.

Tubuhku berbalik ke sumber suara. Ternyata yang menginterupsi Pak Zaid, temen ayah yang waktu itu kuceritakan.

"Sas-Sashi permisi dulu, Gus," pamitku.

"Iya."

Saat melewati Pak Zaid, wajahnya nampak bersalah. Entah apa yang ada dipikirannya, aku nggak tahu. "Maafin saya ya, Ning," ucapnya lantas aku tersenyum.

******

"Sashiii kamu hebat banget ih tadi. Itu seriusan kamu ngerjain soal matematika cuma sepuluh menit?" Dwi berucap heboh. Di antara kami berempat, baik Aku, Hani dan Leni yang paling cerewet itu Dwi. Tapi aku paling nyaman bersamanya.

"Serius lah."

"Tadi Ustadz Abas saja sampe kayak nggak percaya gitu tau, Sas," lanjut Hani.

Leni mengangguk, dia juga menyetujui ucapan Hani. "Terus pas kamu pergi ke toilet Ustadz Abas mandangin kamu gitu, sampe kamu hilang baru deh dia merhatiin yang ujian lagi."

"Cieee Sashiii." Dwi menyenggol lenganku sambil tersenyum menggoda. "Kayaknya Ustadz Abas naksir kamu deh."

"Iiih apaan sih?" Ngaco banget deh si Dwi.

"Eh tapi kan kamu sudah punya pacar, ya," ucapnya lagi.

"Hah Sashi punya pacar?" double Leha bertanya kompak. Memang seperti anak kembar deh tuh mereka berdua.

Aku mengangguk sambil nyengir nggak jelas.

"Tapi misalkan Ustadz Abas benar naksir kamu, menurutku sih mending sama Ustadz Abas aja, Sas." Dwi mencoba memberi saran.

My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang