Cemburu Menguras Hati

112K 10.5K 558
                                    

Aku menghentikan langkah di dekat pendopo untuk menetralkan segala rasa yang berkecamuk dalam dada. Kenapa ada rasa nggak rela melihat pemandangan itu? Kenapa rasanya begitu menyakitkan melihat Sugus dipeluk wanita lain? Bahkan rasa sakitnya melebihi saat Sugus membentakku waktu itu.

Kenapa semesta? Aku harus mencari jawabannya kemana? Sungguh yang aku rasakan saat ini benar-benar menyiksa.

Alan saja nggak pernah berbuat seperti ini padaku. Alan saja selalu bisa menjaga hatiku. Kenapa Sugus nggak bisa? Atau di matanya aku ini nggak penting karena hanya seorang anak kecil? Lihat saja nanti, aku akan perlihatkan pada Sugus kalau aku ini sudah besar. Aku sudah dewasa dari yang Sugus kira. Lihat saja nanti!

Kejadian menyakitkan itu sungguh membuatku nggak konsen melakukan apa-apa. Kajian kitab, muraja'ah, bahkan untuk sekedar makan malam saja rasanya enggan. Sampai-sampai ketiga temanku bingung, aku ini kenapa.

"Kamu sakit ya, Sas?" tanya Hani yang sudah kesekian kali. Omong-omong dia sudah kembali ke pesantren lagi, sehari sebelum aku sampai ke tempat ini.

Iya, sakit hati!

Tentu saja ucapanku barusan hanya dalam hati saja. Nanti urusannya akan panjang kalau sampai terucap dari bibirku.

"I'm fine, kok. Cuma capek aja selama di perjalanan nggak bisa istirahat," bohongku. Padahal selama dalam perjalanan, aku tertidur pulas.

"Yaudah kamu langsung istirahat aja. Toh juga nggak ada tugas buat besok," saran dari Dwi, Leni dan Hani mengangguk menyetujui.

Sebenarnya sebelum tidur ada yang ingin aku tanyakan, tapi mendadak aku ragu. Rasa penasaranku malah semakin meningkat. Aduuuh aku harus bagaimana ya?

"Ehm anu. Kalian punya kitab Qurratul Uyun nggak?" Akhirnya aku pun memberanikan diri bertanya demikian. Sontak saja ketiganya langsung menoleh ke arahku dengan pandangan terkejut.

"Buat apa, Sas?" tanya Leni.

"Ya buat belajar dong, Len."

"Aku punya. Mau yang bahasa Arab apa yang sudah diterjemahkan?" tawar Leni.

"Yang terjemahan aja, aku belum terlalu bisa bahasa Arab."

Menurutku bahasa Arab itu lebih sulit dari pada bahasa Inggris. Mulai dari kata ganti orang, kalau di bahasa Inggris hanya ada I, you, they, we, she, dan he, tapi kalau bahasa Arab ada huwa, huma, hum, hiya, huma, hunna, anta, antuma, antum, anti, antuma, antunna, ana dan nahnu. Belum lagi ada fi'il, yang kalau dalam bahasa Inggris berarti tenses. Di bahasa Arab ada fi'il madhi, fi'il mudhari, dan fi'il amr. Lieur aku tuh belajarnya.

"Ini," Leni memberikan kitab itu padaku lantas aku menerimanya.

"Itu tuh kitab favorit para santri, Sas," celetuk Dwi.

Hani mengangguk. "Santri yang biasanya selalu ngantuk aja jadi melek kalau udah belajar kitab itu." Ketiganya langsung tertawa. Sedahsyat itukah kitab ini?

"Yasudah aku pinjam dulu ya, Len?"

"Iya, Sas." Setelah mendapat jawaban dari Leni aku langsung naik ke atas ranjangku. Begitu juga dengan teman-temanku, yang langsung memilih untuk beristirahat.

Aku membuka asal salah satu halaman, dibagian atas tertulis subjudul "Waktu yang Tepat Untuk Berbulan Madu". Hah? Bulan madu saja diatur? Lantas aku membuka lagi halaman yang lain, masih dengan cara acak, dan kutemukan subjudul "Adab bersengg—" tidak bisa kuteruskan membacanya walau hanya subjudul saja.

Apalagi saat aku mencoba membaca satu halaman penuh, walau dengan teknik membaca cepat tetap saja kepalaku pening, keringat dingin juga keluar dari tubuhku. Ya ampun, sesulit inikah menjadi dewasa?

My Coldest GusWhere stories live. Discover now