empat belas.

3.7K 338 58
                                    

"Gimana kuliah kamu disana Ka?" tanya Erlangga melalui sambungan video call kepada Shaka.

"Lumayan, aku udah cukup bisa beradaptasi disini." jawab Shaka.

Erlangga tersenyum mendengarnya. Meskipun rasa khawatirnya masih ada karena ini adalah pertama kalinya Shaka begitu jauh darinya dan sama sekali tidak ada sanak saudara yang dikenal tapi jawaban Shaka mampu sedikit membuatnya tenang.

"Ya udah kamu kuliah yang bener, nanti kalau ada waktu—papa ajak eyang jenguk kamu kesana. Sekalian liburan," kata Erlangga kemudian terkekeh.

"Beneran pah?" tanya Shaka antusias dan langsung dibalas dengan anggukan oleh Erlangga.

"Udah malam kan, kamu istirahat sana. Papa nggak mau kamu terlambat kuliah besok,"

"Yes, Sir!" jawab Shaka patuh membuat Erlangga akhirnya mengakhiri panggilan tersebut.

Ada banyak hal positif yang terjadi setelah Shaka mengenal Pelangi, salah satunya dia menjadi anak yang sedikit lebih patuh dan hormat kepada ayahnya. Semua itu karena Pelangi pernah bercerita bahwa dia tidak suka anak yang nakal.

Shaka bukannya tidak menyadari perasaannya terhadap Pelangi, bagaimana tidak? Seringkali Pelangi menghantui pikirannya dan membuat dia tidak fokus dengan apa yang sedang dia kerjakan. Apakah itu hanya karena dia rindu? Tentu saja tidak, dia juga merindukan Eyang, Arin, dan ayahnya—meskipun sedikit—tapi Shaka tidak terus menerus memikirkan mereka. Hal itu membuat Shaka melakukan riset lewat internet tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya dan BOOM! akhirnya dia mengetahui dan menyadari sebuah fakta bahwa, ya, mungkin—lebih tepatnya memang—Shaka menyukai Pelangi dengan segenap kegilaan yang dia rasakan. Bagaimana bisa dia yang perempuan menyukai Pelangi yang juga perempuan?

HELLO SHAKA THIS IS 2020 AND LGBT IS LIKE A TREND RIGHT NOW!

Dan fakta itu membuat Shaka merasa lebih gila lagi. Yap, LGBT sekarang seolah menjadi sebuah trend. Menjadi gaya hidup dan bukan lagi hal yang dianggap taboo karena sudah banyak orang yang dengan terbukanya menyatakan bahwa dia gay.

Shaka bukan tidak berusaha untuk menghilangkan perasaannya terhadap Pelangi, dia sudah menyibukan diri dengan segunung buku yang dipelajarinya dalam waktu bersamaan. Menambah waktu luangnya untuk mengeksplorasi Berlin dan meningkatkan skill fotografinya. Mencoba bersosialisasi dengan teman kuliahnya dan beberapa hal lain tapi semuanya gagal. Bukannya enyah dari pikirannya justru Pelangi malah merangsek masuk ke hatinya.

Jadi yang bisa dilakukan oleh Shaka sekarang ini hanyalah pasrah. Dia legowo, dia membiarkan Pelangi tetap berada di hati dan pikirannya, berharap bisa menjadi penyemangatnya selama dia berada disini. Menjadi alasan kenapa dia harus menyelesaikan kuliahnya tepat waktu agar bisa lekas kembali ke tanah air dan menemukan segenap hatinya yang diam-diam sudah diambil Pelangi.

"Woi Ka, lo jangan ngelamun!" kata seorang gadis membuat Shaka langsung berdecak.

"Bisa nggak, tolong jangan ganggu aku?" tanya Shaka kesal.

"Sorry gue nggak bermaksud ganggu lo. Gue cuma mau bilang kalo besok grandpa ngajak lunch." katanya.

"Mr. Arkeen? Kenapa? Kayaknya selama disini aku udah nggak buat masalah lagi," balas Shaka karena merasa heran.

"I don't know. Gue cuma mau bilang itu aja," kata gadis itu kemudian meninggalkan Shaka.

"Wait!"

"Ya?"

"Mrs. Eleanor, can you please close the door?"tanya Shaka membuat Eleanor—Lea—langsung berbalik dan menutup pintu kamar Shaka.

:•::•:


Seperti apa yang dikatakan oleh Lea semalam, siang ini Shaka sedang makan siang bersama dengan Mr. Arkeen dan Lea tentu saja. Tidak ada pembicaraan serius yang terjadi diantara mereka, hanya beberapa pertanyaan sederhana yang Mr. Akreen tanyakan. Tentang bagaimana kuliah Shaka, apakah Shaka bisa mengikuti kuliahnya dengan baik, apakah Shaka nyaman dengan tempat tinggal yang Mr. Arkeen sediakan, apakah Lea memperlakukannya dengan baik dan lain-lain.

"Wohin willst du nächsten Sommer gehen?" tanya Mr. Arkeen kepada Shaka.
[Kamu mau kemana libur musim panas nanti?]

"Ich möchte nach Hause gehen."
[Aku ingin pulang]

"Rückkehr? Warum nicht hier Urlaub machen? Eleanor kann dich begleiten." kata Mr. Arkeen menawari.
[Pulang? Kenapa tidak berlibur di sini saja? Eleanor bisa menemanimu.]

Shaka menggeleng. "Nein, ich vermisse jemanden. Ich möchte nach Hause gehen und ihn sehen," katanya sambil tersenyum tipis.
[Tidak, aku merindukan seseorang. Aku ingin pulang dan menemuinya,]

"Das stimmt, ich möchte auch nach Hause gehen, um Mikaila zu sehen." gumam Lea yang tentu saja bisa didengar oleh Mr. Arkeen.
[Nah betul, aku juga mau pulang terus ketemu sama Mikaila.]

"Sie dürfen Deutschland vor dem Studium nicht verlassen." tegas Mr. Arkeen kepada Lea.
[Kamu tidak diizinkan untuk meninggalkan Jerman sebelum kuliahmu selesai.]

Wajah Lea langsung berubah murung mendengar jawaban kakeknya itu. Dia menyesal menuruti syarat dari kakeknya untuk melanjutkan pendidikannya di Jerman demi restu agar dia diizinkan bersama gadisnya. Dan sekarang, apa yang Lea dapat? Kesulitan. Semua hal yang berhubungan dengan Mikaila dan Indonesia akan dipersulit oleh kakeknya, pasti.

Shaka yang melihat raut wajah Lea langsung berubah merasa tak enak hati. Padahal Lea hanya ingin pulang ke Indonesia dan menemui kekasihnya—Shaka tahu bahwa MikaLea memiliki hubungan—bukanlah sebuah kesalahan, harusnya.

"Warum kann Lea nicht gehen?" tanya Shaka sedikit penasaran.
[Kenapa Lea tidak boleh pergi?]

"Eine Vereinbarung mit mir, nach der er hier bleiben muss." jawab Mr. Arkeen.
[Dia memiliki sebuah perjanjian denganku dan mengharuskannya tetap disini.]

Shaka menatap iba kepada Lea, meskipun mereka berdua tidak terlalu dekat tapi sepertinya dia tahu rasanya dilarang seperti itu. Shaka jadi berpikir, jika suatu saat nanti papanya tahu tentang perasaan terlarangnya untuk Pelangi, apakah dia akan diberi izin untuk bertemu dengan Pelangi? Err, sepertinya terdengar mustahil.

"Ich muss jetzt gehen. Sag mir, ob Eleanor nicht nett zu dir ist. Und du bist Eleanor, tu nicht auf!" kata Mr. Arkeen sebelum meninggalkan mereka berdua.
[Saya ada harus pergi sekarang. Katakan kepada saya jika Eleanor bersikap tidak baik kepadamu. Dan kamu Eleanor, jangan berulah!]

"Kakekmu galak," kata Shaka setelah melihat Mr. Arkeen benar-benar meninggalkan rungan.

"Itu belum seberapa," jawab Lea membuat Shaka kembali menatapnya dengan iba. Kasihan. :')

"Enak ya nanti liburan bisa balik, sedangkan gue harus mulai belajar bantuin grandpa," kata Lea terdengar iri.

"Kenapa kamu nggak minta dia kesini aja?" tanya Shaka.

"Iya juga sih, tapi nanti pas kita libur, di Indonesia belum libur kan." jawab Lea setengah frustasi.

"Bolos aja, nggak bakalan bikin dia bodoh juga kan." balas Shaka dengan santainya membuat Lea berdecak.

"Ide bagus, tapi kalo nanti ketauan sama grandpa bahwa Mikaila ada disini, lo yang tanggungjawab ya?" tanya Lea makin frustasi karena perjanjian sialan yang dia setujui mengharuskannya bersabar akan jarak dan rindu terhadap Mikailanya.

Tidak ada pertemuan.

Tidak ada pertemuan.

Dan, tidak ada pertemuan sebelum kuliahnya selesai.

Ah seandainya Shaka tahu, mungkin Shaka akan mengerti ada yang sama tersiksanya seperti dia yang tidak bisa bertemu dengan pujaan hati. Bedanya pertemuan antara Lea dan Mika itu pasti, sedangkan dia dan Pelangi hanya bisa sebatas harapan, karena jika Shaka tidak berusaha mencari Pelangi maka sebuah pertemuan terdengar seperti ketidakmungkinan kecuali memang takdir yang mempertemukan.

:•::•:

Shakala (On Going) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora