sembilan belas.

817 102 21
                                    

"Lo beneran nginep di tempat Grace? Nggak diapa-apain kan sama dia?" Tanya Lea dengan nada khawatir saat Shaka baru saja masuk ke dalam apartemen mereka.

"Iya, nggak kok, sepupu kamu baik." Jawab Shaka jujur.

"Grace? Baik? Oh oke, bisa dimengerti, kan dia suka sama lo..."

"Orangtua kamu, kemana?" Tanya Shaka sedikit heran karena tidak melihat kedua orangtua Lea.

"Di hotel kali, mereka kesini kan juga karena ada kerjaan."

Shaka hanya mengangguk mengerti kemudian masuk ke dalam kamarnya. Sungguh kamar yang dia rindukan karena di kamar inilah dia sudah tinggal dan menghabiskan banyak waktunya disini selama beberapa bulan berada di Jerman.

Sekarang Shaka harus apa ya setelah lagi-lagi Grace secara terang-terangan mengakui tentang perasaannya. Shaka tidak bisa begitu saja menerima Grace untuk masuk ke dalam kehidupannya apalagi dia sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Grace. Tapi terus menerus berperilaku seakan tidak peduli kepada Grace dan perasaannya membuat Shaka merasa menjadi manusia yang jahat. Ah, susah. Mamah yang sudah di surga, tolong bantu Shaka.

•••

"By the way, orangtua gue ngajak makan malam bareng. Tapi kalo misal lo ada urusan atau emang nggak mau nanti gue bilang aja sama mereka kalo lo lagi sibuk," Kata Lea membuat Shaka yang sedang menuangkan air dingin ke dalam gelas langsung menatapnya sedikit heran.

"Aku nggak sibuk ataupun nolak, tapi orangtua kamu ngajak makan malam itu dalam rangka apa?"

"Nggak ada sih, ya cuma makan malam biasa aja harusnya."

Shaka melihat arloji di tangannya sebelum kembali bertanya kepada Lea. "Jam berapa?"

"Jam 7, nanti lo pergi sama gue." Jawab Lea membuat Shaka mengangguk mengerti.

"Jujur gue heran sama lo, bisa-bisanya Grace suka sama lo yang pelit bicara gini. Padahal dia tipe yang seneng deeptalk gitu."

"Tentang itu..." Shaka menjeda kalimatnya sembari meletakan gelas yang dia pegang ke dalam wastafel. "Kalau aku tidak membalas perasaan sepupumu, apakah kamu akan keberatan?" Tanyanya cukup hati-hati karena tidak mau Lea merasa tersinggung atau bagaimana.

Lea terkekeh. "Kenapa gue harus keberatan kalo nyatanya lo emang nggak bisa bales perasaan Grace? Sedangkan kalo emang perasaan itu berbalas pun, yang akan menjalani hubungan itu ya lo sama dia. Pilihannya ada di lo, yang penting jangan pernah mainin dia. Kalo emang lo nggak bisa sama dia yaudah, tapi jangan pernah menerima Grace karena rasa kasihan, kalo lo ngelakuin itu baru gue akan merasa sangat tersinggung." Katanya dengan nada serius.

"Oke,"

"Gue boleh nanya lagi nggak? Tapi jawab yang jujur, gue cuma pengen tau aja.."

"Mau nanya apa?"

"Orang yang lo suka, dia ada dimana?"

"Sama seperti Mikaila-mu, dia ada di Indonesia."

"Syukurlah belum ke surga duluan ternyata. Tapi, tapi Ka, kenapa kadang gue liatnya lo jauh lebih hopeless daripada gue yang udah ada jaminan nggak bisa ketemu sama Mika sebelum urusan gue disini beres? Kalo mau, lo bisa balik ke Indonesia setiap liburan buat nemuin dia kan?" Tanya Lea penasaran.

Shakala (On Going) Where stories live. Discover now