sepuluh

3.6K 418 93
                                    

"Nduk bisa tolong eyang ndak?" tanya Eyang membuat Shaka yang sedang fokus bermain game mengalihkan perhatiannya kepada eyang.

"Kenapa eyang?" tanya Shaka setelah menyudahi permainannya.

"Tolong antar ini ke rumah Arin sama Anggi ya," kata Eyang sambil menyerahkan dua bungkusan plastik kepada Shaka.

"Emangnya ini apa?" tanya Shaka merasa penasaran.

"Itu kue dari hajatannya Pakdhe Hidayat," jawab Eyang yang hanya dibalas anggukan oleh Shaka. Dia langsung menuju rumah Arin dan mengetuk pintunya.

"Assalamu'alaikum..." ujar Shaka sambil menunggu ibu Arin keluar karena Shaka tahu bahwa Arin sudah berangkat sekolah tadi.

"Wa'alaikumsalam," jawab seseorang dari dalam rumah sebelum akhirnya pintu dibuka.

"Eh nak Shaka, Arinnya lagi sekolah," kata Ibu Arin yang mengetahui bahwa belakangan ini Shaka sering bersama Arin.

"Aku tau tante, dan aku kesini juga bukan mau ketemu Arin. Tapi ini disuruh sama eyang anterin ini," kata Shaka kemudian menyerahkan plastik yang dia bawa.

"Makasih ya nak Shaka, jadi ngerepotin." balas Ibu Arin.

Shaka mengangguk. "Sama-sama tante, kalo gitu saya permisi dulu ya." pamitnya.

"Loh nggak main dulu aja sini?"

"Nggak usah tante, aku mau ke rumah Kak Anggi juga soalnya, nganterin ini," tolak Shaka sopan.

"Ya udah kalo gitu, nanti bilangin makasih sama eyang ya," kata Ibu Arin yang hanya dijawab anggukan oleh Shaka kemudian pergi.

Shaka menatap rumah Pelangi dengan bimbang. Dia merasa ragu karena sebelumnya dia belum pernah pergi ke rumah Pelangi. Tapi disisi lain ini adalah kesempatan untuknya agar bisa melihat Pelangi setelah dua hari tidak melihatnya. Setelah membulatkan tekad bahwa dia harus mengantarkannya, akhirnya Shaka memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah Pelangi.

Beberapa kali dia mengetuk tapi sama sekali tidak ada jawaban atau tanda-tanda keberadaan seseorang membuat Shaka berpikir bahwa tidak ada orang di rumah Pelangi. Tapi baru saja hendak melangkah pergi, Shaka mendengar suara benda terjatuh kemudian pecah dari dalam rumah. Hal itu membuat perasaan Shaka menjadi tidak enak, pikirannya langsung tertuju kepada Pelangi. Tanpa mempedulikan rasa malunya, Shaka kembali mengetuk pintu sambil memanggil-manggil nama Pelangi dengan khawatir.

"Pelangi, Pelangi! Kamu di dalam?" teriak Shaka tapi tidak mendapatkan jawaban.

Dengan perasaan khawatir serta takut, Shaka memberanikan diri untuk mendobrak pintu rumah Pelangi. Dia khawatir Pelangi kenapa-kenapa tapi disisi lain dia takut bahwa itu adalah perbuatan orang jahat yang sedang menyatroni rumah Pelangi karena belakangan ini desas desus tentang pencurian kerap terdengar. Setelah mencoba beberapa kali akhirnya pintu rumah berhasil terbuka secara paksa, Shaka tidak lagi memikirkan pandangan aneh dari orang-orang nantinya jika seandainya tidak ada kejadian seperti yang ada dipikirannya. Yang jelas, sekarang Shaka hanya ingin memastikan bahwa Pelangi baik-baik saja.

Shaka langsung masuk ke dalam rumah dan mencari-cari keberadaan Pelangi atau siapapun yang ada di dalam rumah. Matanya tertuju pada sebuah kamar dengan pintu yang sedikit terbuka. Matanya memanas saat mendengarkan suara lirih meminta tolong dari gadis yang sejak dua hari lalu dia rindukan.

Shaka membuka pintu itu dengan kasar, di hadapannya, dia bisa dengan jelas melihat Pelangi ditindih oleh salah seorang laki-laki yang tidak Shaka kenal tapi hal itu sontak membuat darah Shaka terasa mendidih.

"Bajingan!" maki Shaka kemudian mencengkram bahu laki-laki itu dan menyeretnya menjauh dari Pelangi.

"Bangsat!" maki Shaka lagi kemudian mendorong laki-laki itu hingga terjungkal ke lantai.

Shakala (On Going) Where stories live. Discover now