empat

4.1K 406 43
                                    

Shaka seharian hanya berguling-guling di kasurnya mengingat kejadian tadi pagi saat matanya dengan tidak punya sopan santunnya menatap bibir pelangi dengan ingin. Shaka memukul kepalanya berulang kali mencoba mengenyahkan bayangan Pelangi dari dalam kepalanya. Shaka merasa tidak tenang, dia seperti dihantui oleh pelangi.

"Shaka, Ka," panggil Eyang dari luar kamar.

Shaka terduduk di kasurnya merasa heran, biasanya eyang akan mengetuk pintu, tumben sekarang langsung memanggilnya. Dengan malas Shaka membuka pintu kamarnya.

"Iya eyang?" tanyanya.

"Kamu ndak apa-apa kan nduk? Eyang khawatir daritadi kamu ndak keluar kamar, takut kamu kenapa-kenapa," kata Eyang.

"Aku baik-baik aja kok," jawab Shaka.

Eyang menatap Shaka dari atas ke bawah, kemudian dari bawah ke atas.

"Kamu mandi dulu sana mumpung masih jam segini, nanti kalau kesorean kamu sakit lagi seperti kemarin," kata Eyang mengingatkan.

"Iya eyang," jawab Shaka kemudian langsung pergi mandi.

Shaka berjalan dengan gontai menuju ruang makan. Disana dia bisa melihat eyangnya yang sedang menyiapkan makan malam. Shaka tidak tahu kenapa, tapi dia merasa lemas sekarang. Eyang yang melihat ada yang tidak beres pada cucunya langsung menghampiri Shaka.

"Kamu kenapa nduk?" tanya Eyang khawatir.

Shaka menggeleng. "Aku nggak apa-apa," katanya lemah.

Eyang menaruh telapak tangannya di dahi Shaka. Panas. "Kamu demam,"

Shaka menyentuh dahinya sendiri, memastikan apakah dia benar-benar demam seperti yang eyangnya katakan. Sial, eyangnya benar, dia demam sekarang.

Shaka menghela nafas kemudian menelungkupkan kepalanya di meja. "Eyang, kepala aku pusing," lirihnya membuat eyang langsung khawatir.

Eyang mengusap kepala Shaka. "Pusing banget? Kita ke dokter ya?" tanyanya.

Shaka menggeleng. "Nggak mau, nanti aku dikasih obat," tolaknya.

"Ya sudah kamu makan dulu ya abis itu minum obat," kata Eyang pada akhirnya.

"Tapi aku nggak laper,"

"Kamu makan terus minum obat atau eyang minta Uwa Bani anterin kamu ke dokter?" tanya Eyang final.

"Oke aku makan," jawab Shaka pasrah dan langsung makan dengan tidak berselera. Setelahnya dia memaksakan diri untuk menelan satu butir obat yang diberikan eyang. Obat itu rasanya pahit, sangat pahit hingga membuatnya merasa mual.

"Kamu istirahat sana, inget eyang nyuruhnya istirahat jangan malah mainan handphone," titah Eyang yang langsung saja dituruti oleh Shaka tanpa ada bantahan sedikitpun. Shaka lemas, kepalanya sakit, perutnya meronta-ronta, yang dia inginkan sekarang hanya tidur dan tenggelam dalam mimpi.

•••

Pagi-pagi sekali Shaka sudah bangun dan duduk di ruang tamu sambil menyalakan televisi. Sebenarnya Shaka sudah bangun sejak jam dua pagi dan tidak bisa tidur setelahnya tapi dia memilih berdiam diri di kamar. Beruntungnya perut Shaka sudah terasa baik-baik saja, atau paling tidak sudah lebih baik, hanya kepalanya saja yang masih terasa sedikit berat.

Eyang yang memang selalu bangun pagi merasa sedikit heran saat melihat televisi yang berada di ruang tamunya menyala. Dia semakin heran saat melihat keberadaan Shaka yang sedang tiduran di sofa. Tapi eyang hanya membiarkan saja apa yang Shaka lakukan, biar nanti setelah selesai dengan kegiatannya dia akan menanyakan keadaan anak itu.

Shakala (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang