satu

6.7K 489 50
                                    

"Hari ini papah akan kirim kamu ke rumah eyang." kata Erlangga tegas sambil menatap putrinya.

"Tapi pah, aku nggak mau ke rumah eyang pah," tolak Shaka.

"Papah nggak mau tau, pokoknya hari ini kamu akan papah antar ke rumah eyang!" Erlangga kembali menegaskan.

Shaka menatap tajam kepada ayahnya, dengan jelas ia menunjukan aura permusuhan kepada sang ayah. Shaka tidak suka berada di rumah eyangnya karena rumah eyangnya berada di desa dan dia selalu berpikiran bahwa dia bisa mati kebosanan selama di desa. Tapi bukan Erlangga namanya jika tidak memaksakan kehendaknya, mau tidak mau, suka tidak suka, hari ini juga dia akan mengirim Shaka ke rumah eyangnya, pasti.

•••

Shaka mendengus saat mobil sang ayah sampai di pelataran sebuah rumah sederhana. Dengan malas dia mengikuti ayahnya yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam rumah.

"Cucu eyang apa kabar?" tanya Eyang setelah Shaka menyalaminya.

"Baik," jawab Shaka singkat.

Eyang hanya tersenyum melihat respons Shaka. Dia sudah paham betul bagaimana sikap Shaka selama ini, apalagi saat berada disini.

Erlangga melirik arlojinya. "Bu, Erlan pulang dulu ya. Erlan titip Shaka disini, kalo dia bandel hukum aja," katanya.

Eyang tersenyum. "Shaka itu anak baik jadi ndak akan bandel disini," katanya.

Erlangga mencibir. "Selama sama aku dia selalu buat masalah, aku harap dia nggak terlalu menyusahkan ibu selama disini,"

Shaka ikut mencibir ayahnya. "Papah sok tau, sendirinya aja sibuk terus di kantor!"

"Shaka!" bentak Erlangga.

Shaka sedikit terkejut saat mendengar bentakan ayahnya. Tapi sebisa mungkin dia berusaha tenang dan memilih masuk ke dalam kamar.

"Kamu harusnya ndak terlalu keras begitu sama Shaka, dia anakmu," kata Eyang mengingatkan.

"Tapi bu, Shaka itu, dia keras kepala, susah diatur. Aku sampe bingung harus gimana lagi ngadepin dia," kesal Erlangga.

"Sudah-sudah, biar ibu yang urus dia selama disini. Kamu jaga diri baik-baik ya disana, jangan terlalu memforsir diri untuk bekerja, nanti kalau kamu sakit siapa yang ngurusin?" kata Eyang.

Erlangga menghela nafas lelah. "Ya udah bu, Erlan pamit, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

•••

Shaka menatap ke luar jendela, dia bisa melihat beberapa petani yang berjalan sambil memikul cangkul. Ada juga beberapa anak kecil yang berlarian di sawah. Bibirnya melengkung ke bawah saat kembali mengingat nasibnya yang harus tinggal disini sementara waktu, sebulan, dua bulan, atau mungkin selamanya karena ayahnya sudah enggan untuk mengurusi dia.

tok tok tok

Shaka menghela nafas kemudian berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di depan pintu dia disambut dengan senyum oleh eyangnya.

"Makan dulu yuk, eyang udah bikin soto," ajak Eyang lembut.

Shaka hanya mengangguk, meskipun dia tidak suka berada di rumah eyangnya, tapi bukan berarti dia kehilangan sopan santunnya terhadap ibu dari ayahnya ini. Shaka mengikuti eyang menuju meja makan, eyang selalu membuatkan makanan-makanan kesukaannya saat dia berada disini. Tapi tetap saja itu tidak mengubah apapun, dia tidak suka terlalu lama berada di desa.

Shakala (On Going) Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz