Tri (3)

16.7K 1.8K 35
                                    

Seorang wanita akan tetap menjadi gadis kecil ayahnya.

Mentari menyapa pagi Dyah, udara dingin negara Jerman sama sekali tidak mengusiknya, di besarkan di negara papanya berasal membuat Dyah terbiasa. Hari ini papanya akan pergi dinas selama 3 hari, Dyah segera bergegas mandi dan membantu para pelayan menyiapkan sarapan.

"Pagi bi, papa udah berangkat?" tanya Dyah.

"Sudah non."

Dyha mendumel kesal, kebiasaan papanya tidak pernah pamit jika ingin pergi. Memang dirinya ada di rumah ini dianggap apa.

Karena badmood Dyah memilih kembali ke kamarnya, seperti biasa dia menyuruh Ana memanggilnya jika sarapan sudah siap.

Dyah baru ingat jika tadi malam ingin menelepon neneknya. Jemarinya sibuk menari-nari di atas layar ponsel, mencari nomor telepon sang nenek.

"Hallo, nenek."

"Yaampun, akhirnya kamu telepon juga, kemana saja nduk udah gak kangen sama nenekmu ini?" Serobot seseorang di seberang telepon.

"Kangen kok nek, maaf Dyah kebanyakan latihan memanah. Nenek apa kabar?" tanya Dyah, dia menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang mencari posisi yang nyaman.

"Baik Sayang, kamu sama papa kamu bagaimana?"

"Baik juga kok nek, cuman iya gitu... Papa kadang nyebelin," rajuk Dyah.

"Nyebelinnya?" tanya sang nenek penasaran.

"Kalau pergi kebiasaan gak pamit, terus maksa Dyah masuk kedokteran, padahal Dyah mau jadi arkeolog seperti mama," ucap Dyah.

Diseberang sana Vena menggeleng, sikap menantunya masih sama, begitu posesif.

"Kamu jelasin pelan-pelan, mungkin papa kamu masih trauma sama kecelakaan mama kamu," Dyah mengangguk meskipun neneknya tidak tahu.

Kecelakaan yang dialami mamanya memang membuat luka yang berbekas. Bahkan Dyah tidak bisa melupakan kejadian itu, longsor yang menyebabkan beberapa arkeolog yang berada di dalam gua menjadi korban, dan salah satu dari mereka adalah Chelsea--mamanya.

"Udah nek, nenek tau sendirikan papa gimana, terus gimana dong," ujar Dyah.

Vena juga bingung harus seperti apa, kepalanya sibuk memutar ide agar cucunya itu dapat memenuhi cita-cita yang diinginkannya.

"Btw, Dyah mau diajarin nenek tarian kaya Mama," ucap Dyah.

"Yaudah sini kamu ke Indonesia, katanya kangen sama nenek tapi gak pernah di jenguk, gimana sih," rajuk Vena membuat Dyah tertawa.

Suara ketukan pintu dan panggilan Ana membuat Dyah beranjak dari tempat tidur.

"Nona sarapannya sudah siap," ucap Ana.

Dyah mengangguk dan memberi tahu kalau dirinya masih mengangkat telepon.

"Nek, Dyah mau sarapan nih," ucap Dyah yang mengabaikan tahukan Vena.

"Tuhkan ditinggal, yaudah sana kamu makan dulu. Nenek gak mau ya cucu nenek kurusan."

"Siapp komandan!" Pekik Dyah.

Sambungan telepon terputus, Dyah senang jika berbincang dengan neneknya. Omong-omong tentang neneknya Dyah menjadi kepikiran satu hal.

Kakinya melangkah menuruni tangga, berjalan ke arah dapur dimana Ana menunggunya.

VilvatiktaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon