Sapta (7)

13.2K 1.6K 32
                                    

Sudah berbulan-bulan Dyah menjalani masa kuliahnya di Indonesia. Kesibukan masa kuliah Dyah tidak membuat kebiasaannya berubah, latihan memanah tetap konsisten. Hanya saja terkadang pita menemaninya untuk membahas tugas-tugas yang diberikan dosen, memiliki teman dengan otak encer sangat beruntung bukan.

"Jadi, gue mendapat penilitian di era Majapahit?" tanya Dyah yang baru bergabung dengan Pita dan Vena. Pita hanya mengangguk dan memberi segelas teh Chamomile kesukaan Vena.

Peluh yang tadi ditimbulkan oleh latihan memanahnya hilang selepas mandi. Sejuknya udara taman membuat Dyah yang membaca buku tentang Majapahit mengantuk.

"Lo begadang lagi?" tanya Pita saat melihat Dyah kembali menguap.

Dyah mengangguk, tugas dari dosen begitu banyak membuat kepalanya pening. Apalagi ini tentang sejarah Indonesia yang belum Dyah kuasai sepenuhnya.

"Lagian kenapa Pak Kuno kalau ngasih tugas gak ngira-ngira!" dumel Dyah.

"Pak Kuno? Pak Raja maksud lo? Dosen kece badai gitu lo panggil kuno yah?" tanya Pita dengan tatapan yang tidak percaya.

Vena hanya menggeleng melihat interaksi kedua gadis di depannya. Dirinya tau jika Pita juga keturunan Indonesia-Rusia, Pita sendiri yang bercerita dulu saat Dyah mengajaknya mampir.

"Btw, di rumah ini ada lukisan itu loh, siapa namanya, raja Majapahit pokoknya," ucap Dyah sembari menulis materi.

"Yang muncul waktu kita tes?"

"Nah iya itu," ucap Dyah yang masih sibuk menulis.

"Lo belum pelajarin itu?" tanya Pita.

"Belum sih-maksudnya belum semua," balas Dyah menggaruk pelipisnya ragu.

"Astaga, terus gimana sama penelitian lo ntar?" tanya Pita dengan tatapan tidak percayanya.

"Ya ntar malam deh coba baca-baca," ucap Dyah lalu melanjutkan aktivitas menulisnya lagi.

"Lo sibuk latihan panahan ya?"

"Engga juga, bagi gue panahan itu udah kaya sahabat gue sendiri. Setiap gue narik busur panah, di hati tuh rasanya ringan banget. Apapun beban lo terasa terhempas jauh gitu aja."

Vena hanya tersenyum mendengar ucapan sang cucu. Perkataan itu pernah dia dengar dari mulut sang suami, mungkin Chelsea yang memperkenalkan ucapan itu.

Hari yang mulai menggelap membuat Pita pamit pulang karena takut keluarganya mencari.

"Jangan begadang, inget besok kelasnya Pak Raja!" titah Pita saat memasuki taksi.

"Iya-iya bawel ah, hati-hati yaa!" ucap Dyah dengan melambaikan tangannya.

Selepas mengantar Pita, Dyah disibukkan lagi dengan tugas yang belum selesai. Vena sedang membantu asisten rumah tangga memasak makan malam. Di ruang keluarga begitu hening sampai detik jam saja terdengar.

Mata Dyah terasa berat sejujurnya, ingin rasanya tidur sebentar namun apa daya tugas masih menggunung.

"Dyah, ayo makan dulu!" teriak Vena dari arah meja makan.

"Iya nek," ucap Dyah.

Makan malam berjalan dengan khidmat. Baru dirinya sadari jika perutnya begitu kelaparan.

"Nek, Dyah lanjut nugas dulu ya," ucap Dyah lalu meninggalkan meja makan.

Dyah memilih melanjutkan pekerjaannya di kamar, saat berberes buku-bukunya tidak sengaja kalung berliontin merah miliknya terjatuh.

"Yahh, jangan putus dong," gumam Dyah saat meneliti kenapa kalungnya bisa lepas.

"Untung cuman longgar kaitnya bukan putus," gumamnya lagi.

VilvatiktaМесто, где живут истории. Откройте их для себя