Shash (16)

10.5K 1.3K 31
                                    

Semua orang di kerajaan disibukkan oleh pekerjaan mereka masing-masing. Kemarin Hayam Wuruk memberikan woro-woro, jika di istana akan diadakan sebuah pesta.

Kesibukan semua orang membuat Dyah memilih pergi dari kerajaan. Dia membutuhkan tempat yang begitu tenang tanpa ada anggota kerajaan yang mengganggunya.

Kakinya terus melangkah jauh dan memasuki hutan, angin yang sejuk menyapanya. Di lihatnya sebuah Padang rumput yang terlihat nyaman untuk berlatih panah.

Senyum Dyah merekah dan segera mengambil ancang-ancang untuk memanah. Dengan teliti Dyah memfokuskan perhatian pada sang target. Begitu Dyah merasa target telah terkunci dengan cepat tangannya melepaskan anak panah yang meluncur bebas. Suasana hutan yang begitu sunyi membuat suara yang di timbulkan anak panah yang menancap di sebuah pohon terdengar di telinga Dyah.

Berjam-jam Dyah berlatih di sana guna membayar perasaan rindu akan keluarganya. Diam-diam Dyah juga mencari jalan keluar agar kembali ke masanya.

Dyah duduk di akar pohon saat dirinya merasa lelah. Dia juga sempat berpikir, jika dirinya bisa terlempar ke masa lalu saat tenggelam, mungkinkah dirinya juga bisa kembali ke masa depan dengan cara yang sama.

Dyah kembali merenung sembari memejamkan mata, membiarkan angin sepoi-sepoi menabrak wajahnya dengan halus, dan terik matahari yang semakin tinggi muncul di sela-sela daun pepohonan. Sampai satu suara mengintruksi Dyah.

"Jangan tidur di sini!"

Dyah membuka matanya dan menoleh ke asal suara, saat Dyah mengetahui jika itu Hayam Wuruk dirinya menghela napas kasar.

"Kenapa?" tanya Hayam Wuruk.

"Bisa kamu tidak ada dimana-mana?" tanya Dyah.

"Tidak, seorang raja juga perlu melihat keadaan wilayahnya."

Dyah kembali terdiam, entah kenapa dirinya merasa harus jauh-jauh dari Hayam Wuruk.

"Kenapa kamu bisa keluar istana?"

"Aku bukan tahanan," balas Dyah dengan sedikit ketus.

"Kamu tidak berpikir ada seseorang yang khawatir nantinya jika terjadi apa-apa?" tanya Hayam Wuruk yang menatap wanita di depannya dengan tajam.

Sementara yang di tatap hanya mengalihkan pandangannya. Ucapan Hayam Wuruk membuat Dyah teringat pada papanya dan hal itu membuat Dyah sedih karena sudah terlampau egois.

"Apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Hayam Wuruk sembari duduk di samping Dyah.

"Hanya rindu kampung halaman," ucap Dyah sembari menggeser posisinya.

"Kita bisa pergi jika kamu mau," tawar Hayam Wuruk.

"Tidak bisa kecuali aku sendiri yang berangkat."

"Tidak!" Sanggah Hayam Wuruk cepat.

Dyah yang mendengar hal tersebut menoleh pada Hayam Wuruk, keningnya mengerut saat melihat Hayam Wuruk yang tampak tidak suka dengan ucapannya tadi.

"Kenapa?" tanya Dyah yang masih heran dengan respon Hayam Wuruk.

"Kamu tidak boleh pergi," ucap Hayam Wuruk yang membuat Dyah semakin bingung.

"Maaf, meskipun demikian kamu tidak berhak mengaturku," balas Dyah.

"Terserah, aku tidak akan pernah membiarkan kamu pergi!" sentak Hayam Wuruk lalu melangkah pergi.

Dyah mematung mendengar bentakan Hayam Wuruk, memang siapa dirinya harus patuh.

Dengan cepat Dyah membereskan panahannya dan menyusul Hayam Wuruk, ada yang harus Dyah pastikan.

"Baginda!" teriak Dyah membuat orang-orang yang berada di sekitar mereka menoleh padanya.

Hayam Wuruk yang tadinya melangkah berhenti begitu mendengar suara Dyah.

Keduanya berdiri di jalanan pasar dengan terik matahari yang menyengat.

"Kenapa anda terlalu mengatur saya?" tanya Dyah, biar saja dirinya habis ini di hukum karena tidak sopan.

Hayam Wuruk hanya diam sembari menatap Dyah.

"Kenapa anda diam?" tanya Dyah.

"Kamu tau sikap kamu ini tidak sopan!"

"Saya tidak peduli!" Semua orang yang berada di sana mulai berbisik-bisik dan Dyah hanya mengacuhkan hal itu.

"Kembali ke istana Dyah," ucap Hayam Wuruk sembari melangkah pergi.

"Tidak sebelum anda jawab kenapa anda begitu mengatur saya!" teriak Dyah kembali.

Hayam Wuruk berhenti dan menoleh ke Dyah lagi, "kembalilah, sebagai hukuman menarilah nanti waktu pesta," ucap Hayam Wuruk.

Dyah terdiam, tangannya mengepal menahan amarah. Apakah dirinya di rendahkan sekarang? Di hadapan para penduduk, jika saja lelaki di hadapannya ini adalah dosennya. Tangan Dyah pasti tidak segan-segan menampar pipi lelaki itu.

Dengan perasaan yang masih kesal Dyah berjalan kembali ke istana. Saat dirinya sudah membelakangi Hayam Wuruk, lelaki itu membuka suara.

"Aku menganggap dirimu sama seperti Nertaja," ucap Hayam Wuruk yang membuat langkah Dyah berhenti.

Apakah Nertaja mengatakan semua yang dirinya ucapkan di taman? Hayam Wuruk berjalan kembali dan mendahului Dyah yang masih mematung.

"Atau bisa lebih dari itu," bisik Hayam Wuruk saat melewati Dyah.

Mata Dyah melotot, amarahnya membuncah dua kali lipat. Apa-apaan yang di maksud Raja Majapahit itu, sikap Hayam Wuruk membenarkan pikiran Dyah yang menganggapnya playboy.

"Tidak bisakah seseorang mengenal tanpa melibatkan sebuah rasa," pikir Dyah.

Dyah takut jika dirinya terus-menerus menyangkal perasaan tersebut yang ada nantinya dirinya tidak bisa lepas dari rasa itu sendiri. Bukannya dirinya tidak mau, hanya saja hatinya masih takut di khianati.

Mengingat pengkhianatan sendiri membuat Dyah merasa geli. Apakah sahabatnya itu mengkhianatinya? Padahal jelas-jelas Dyah mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai dosennya.

Lalu sekarang apa? Hayam Wuruk yang bersikap sepertinya Raja? Dyah tidak tau mereka dekat karena apa, yang dirinya pahami hanya mengikuti takdir setiap hari.
***

"Dyah kamu sudah siap?" tanya Nertaja.

Hayam Wuruk benar-benar menghukumnya seperti yang lelaki itu bilang tadi siang. Bahkan di tubuh Dyah sudah melekat pakaian penari, dan kehadiran Nertaja memang di perintah langsung oleh Hayam Wuruk.

"Kamu terlihat cantik," puji Nertaja saat memasangkan sebuah tiara di kepala Dyah.

"Apa itu?" tanya Dyah.

"Hadiah dariku karena kita sudah berteman," ucap Nertaja.

"Tidak perlu Nertaja," ucap Dyah yang mencoba melepaskan Tiara tersebut namun di segera di hentikan oleh Nertaja.

"Baru kali ini aku merasa senang Dyah, selama ini aku sendiri di istana. Jadi aku mohon simpan tiara itu."

Dyah menatap mata Nertaja yang terlihat begitu memohon. Akhirnya dirinya mengangguk membuat senyum Nertaja merekah.

"Baiklah, ayo kita buat mata semua orang terpengarah padamu," ucap Nertaja yang Dyah angguki.

Selama berada di sini hanya Nertaja yang mengerti dirinya, bahkan tidak lama ini Dyah menceritakan kebenaran tentang dirinya pada Nertaja. Jadi, bisa di simpulkan Nertaja sudah mengetahui semuanya.

Telinga Dyah sudah mendengar alunan musik yang semakin dekat, pertanda bahwa mereka akan segera sampai di tempat pesta. Semua mata menatap kearah mereka begitu keduanya sampai.

"Lihat bahkan belum di mulai pun semua mata sudah memandang ke arahmu Dyah, terutama Kakanda." Bisikan Nertaja membuat Dyah memandang Hayam Wuruk yang duduk di singgasana.

Dan begitulah kebenarannya, mata mereka bertemu, saling menatap sebelum Dyah memutuskan kontak tersebut dan berjalan ke tengah-tengah para pengiring musik.

.
.
.
.
To be continue 🌸

VilvatiktaWhere stories live. Discover now