Dwavimsati (22)

9K 1.2K 67
                                    

Kebenaran tidak akan merubah keputusan yang telah diambil.
***

Pembicaraan Nertaja dengan Indudewi begitu serius hingga tidak mengetahui bahwa Hayam Wuruk berdiri di ambang pintu.

Telinganya mendengar semua yang para gadis itu katakan. Niatnya yang ingin bertanya peristiwa penyerangan itu, ternyata membuat Hayam Wuruk mengetahui semuanya.

Pikirannya berkecamuk mengetahui bahwa Dyah benar-benar bukan dari zamannya.

"Apalagi yang kalian sembunyikan?" tanya Hayam Wuruk yang membuat Nertaja dan Indudewi terkejut.

Dengan cepat mereka berdua menunduk memberi salam pada kakaknya.

"Ampun kakanda," ucap Indudewi.

"Seharusnya kalian bilang padaku, apalagi Dyah adalah calon permaisuriku. Dan kamu Indudewi, kenapa kamu tidak bilang jika yang menyerangmu bukanlah Dyah!" bentak Hayam Wuruk.

Emosinya naik drastis, entah dirinya harus marah atau menyesal Hayam Wuruk tidak bisa membedakan kedua hal itu.

"Dyah bukan lagi calon permaisurimu kakanda," ucap Nertaja.

Dirinya begitu ceroboh dengan mudahnya termakan emosi dan menuduh Dyah begitu saja, kini kebenaran berada di tangannya ketika sang kekasih sudah pergi.

"Pengawal!" teriak Hayam Wuruk.

Beberapa orang dengan setelan baju prajurit kerajaan menghampiri Hayam Wuruk, menunduk untuk memberi salam dan sedia melakukan tugas.

"Cepat bawa Dyah kembali ke istana!" tegas Hayam Wuruk.

"Sendika prabu," belum jauh jarak mereka melangkah, Tribhuwana Tunggadewi datang dari arah berlawanan dan menghentikan langkah para prajurit tersebut.

"Kembalilah berjaga, tidak akan ada yang menjemput Dyah!" tegas Tribhuwana Tunggadewi.

"Ibunda-"

"Tidak Maharaja!" tegas Tribhuwana Tunggadewi.

"Ibunda tapi Dyah-"

"Ingat Maharaja, yang akan memilikimu adalah putri kerajaan Sunda. Tidak adalagi Dyah setelah hukuman yang kamu buat, sang hyang widhi sudah mengabulkan sumpah Dyah!" ucap Tribhuwana Tunggadewi yang meninggi.

Hayam Wuruk terdiam, sementara Nertaja memandang kakaknya itu dengan tatapan sendu.

"Kalian berdua segera bersiap untuk pesta malam nanti," ucap Tribhuwana Tunggadewi pada Nertaja dan Indudewi.

"Sendika Ibunda Ratu," ucap mereka bersamaan.

"Kembalilah ke kediamanmu Maharaja, kebenaran tidak akan merubah keputusan yang telah kamu ambil." Tribhuwana Tunggadewi meninggalkan kediaman Indudewi dan membiarkan Hayam Wuruk yang masih terpaku.

Kesibukan Dyah yang membantu mbok Arty membuat waktu terasa begitu cepat berlalu. Senja sudah menyapa mereka yang berjalan membawa dagangan ke area kerajaan. Sedikit jauh dan melelahkan namun Dyah begitu menikmatinya.

Mereka sampai di lingkungan kerajaan saat bulan sudah menunjukkan waktunya. Ramainya penduduk yang berbelanja barang-barang dan makanan membuat Dyah ingin pergi dari sana.

"Mbakyu tolong tata manik-manik ini," ucap Arin.

Dyah segera membantu menata di bagian depan hamparan kain, tapi suara pacuan kuda yang berhenti di belakangnya membuat Dyah berdiri dan melihat siapa yang menghampirinya. Sosok yang menghukum Dyah pertama kali sedang memandangnya dengan tatapan yang tajam.

Semua penduduk terfokus kepada Dyah dan laki-laki yang menunggang kuda, ada beberapa bisikan yang masih bisa Dyah dengar tapi Dyah acuhkan itu.

Beberapa menit keheningan itu berlangsung, si penunggang kuda tersebut membawa Dyah ketempat yang lebih sepi.

VilvatiktaWhere stories live. Discover now