Sas (6)

14.5K 1.6K 24
                                    

Aroma teh Chamomile menyeruak di indra Vena. Udara yang sejuk membuat tubuhnya semakin rileks, pemandangan yang dimanjakan oleh kebun mawar membuat kesan tersendiri. Di depan sana, Dyah sedang asik berlatih panahan.

Gazebo yang di tempati Vena memang dekat dengan tempat latihan memanah, suaminya dulu membangunkannya khusus agar dirinya bisa melihat pujaan hatinya berlatih.

Ah, mengingat hal itu membuat Vena rindu dengan mendiang sang suami. Matanya melihat Dyah kembali sesekali menyeruput teh yang dia seduh. Vena kembali melihat semangat sang suami dan anaknya dulu pada diri Dyah.

"Nenek!" teriak Dyah sembari melambaikan tangan.

Vena yang tersadar membalas lambaian tersebut. Dengan cepat Dyah menghampiri Vena dan ikut menyeduh teh.

"Bagaimana dengan belajar kamu untuk tes?" tanya Vena.

"Banyak sejarah yang belum aku baca, terutama di Indonesia. Mama dulu dikit banget ceritanya nek," keluh Dyah.

Vena tersenyum mendengar keluhan Dyah. Jika dirinya bisa full dulu membelajari Chelsea, berbeda dengan cucunya yang ditinggal oleh sang mama saat masih berusia 7 tahun.

"Kalau ada kesulitan nenek bisa bantu, di perpustakaan pribadi kakek dan mama kamu juga banyak buku yang bisa kamu pelajari,"

"Sebenarnya, Dyah kepo sama orang yang di lukisan waktu pertama Dyah datang nek," ucap Dyah setelah menyesap tehnya.

"Coba kamu cari di internet siapa beliau, dulu mama kamu juga menggemari beliau loh," jelas Vena sembari membuka setoples kripik.

Dyah hanya manggut-manggut sembari memakan kripik yang baru Vena buka. Saat matanya menatap lukisan tersebut, seperti ada yang berbisik di telinganya.

"Kalau begitu, Dyah latihan lagi ya nek, terima kasih teh sama cemilannya," ucap Dyah.

Vena tersenyum melihat semangat sang cucu. Ponselnya yang tergeletak di samping cangkir berdering. Ada nama sang menantu disana, Vena menghela napas.

"Hallo nenek, apa benar Dyah ada disitu?" Serobot Zein.

"Tenang Zein, iya Dyah berada disini. Kamu baru pulang dinas?" tanya Vena.

Zein di sana merasa lega mendengar ucapan mama mertuanya, anak gadisnya itu benar-benar nekat.

"Boleh aku bicara dengan Dyah nek?" tanya Zein.

Saat dirinya pulang tadi rumah terasa sepi, Zein kira Dyah sudah tidur maka dari itu dirinya berinisiatif untuk melihat anaknya di kamar. Namun, Zein tidak menemukan Dyah di kamarnya, bahkan keadaannya sudah rapi dan bersih. Zein yang kelimpungan memanggil Ana, dirinya begitu terkejut saat membaca surat dari Dyah jika sang anak pergi menemui neneknya di Indonesia.

"Dia sedang fokus berlatih panahan, mungkin besok kamu bisa menghubunginya, kamu istirahat dulu saja Zein," ujar Vena, pasti di Jerman sudah malam dan Zein juga pasti baru pulang.

Zein mengucek matanya, kepalanya sedikit pusing karena kepikiran Dyah tadi. Akhirnya Zein pamit menuruti kata Vena, dirinya lelah perlu istirahat.
***

"Nekk!" teriak Dyah sembari menuruni anak tangga. Tangannya sibuk mengecek isi tas apa semua barang sudah masuk atau belum.

Vena muncul dari arah dapur, menggeleng kecil melihat tingkah Dyah. Kemarin malam dirinya sudah mengingatkan untuk tidak terlalu larut membaca buku agar tidak telat waktu berangkat tes tapi, lihat saja.

"Dyah berangkat dulu ya, udah telat," ujar Dyah saat sampai di hadapan Vena. Dia segera mencium punggung tangan Vena dan segera berangkat dengan supir pribadi Vena.

VilvatiktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang