"Mungkin akan menyenangkan jika kau melakukannya dengan orang yang tepat," jawabku tanpa memikirkan kebenaran dari pernyataanku itu.

"Bagaimana dengan Steve, apa kau menikmatinya?"

Aku mematung mendengar pertanyaannya, tidak menduga jika ia akan menanyakan hal ini padaku. Ada apa dengannya yang selalu menghubungkan segala hal tentangku pada Steve? Seolah pria itu terlihat begitu pantas untuk bersanding denganku.

"Apa yang kau bicarakan? Tentu saja aku tidak menikmatinya. Sudah kukatakan padamu sebelumnya, jika aku tidak menyukainya, dan ku pikir ia juga bukan orang yang tepat untukku."

Ia mengangguk, kemudian kembali terdiam.

"Emm... ngomong-ngomong, bagaimana denganmu?" Tanyaku penasaran. Mendengar alasannya mengatakan jika berciuman adalah hal menjijikkan lebih terdengar seperti argumen semata, tanpa pembuktian nyata. Jadi, dapat ku pastikan jika ia tidak pernah berciuman sebelu-

"Aku pernah melakukannya." Aku terbatuk ketika sebelumnya berusaha untuk menelan gigitan pertama dari apel yang ku dapatkan darinya.

Sialan. Memikirkan Travis pernah berciuman membuatku merasa kesal.

"Ugh, benarkah?" Tolong, beri jawaban jika ia melakukannya dengan Nana atau Bianca. Rasanya aku tidak siap untuk mendengar jika ada seseorang yang sudah lebih dulu menyentuhkan bibirnya pada bibir Travis.

"Saat itu aku masih empat belas tahun," angka itu tentu bukan usia yang akan menganggap penting sebuah ciuman, syukurlah. Mungkin gadis yang menciumnya juga sudah pergi dari kehidupannya sekarang.

"Hannah memintaku untuk melakukannya karena seseorang di sekolahnya mengejeknya karena tidak memiliki seorang pacar."

Betapa baik hatinya pria ini... dan... apa ia baru saja mengatakan jika Hannah yang memintanya untuk menciumnya? Hannah... bukankah gadis itu adalah gadis yang dibicarakan Travis sebelumnya, ketika mereka bertengkar di festival mingguan yang didatangi Travis? Jadi, gadis itu tidak pernah pergi dari kehidupan Travis.

"Dia memintaku melakukannya, setelah dia memakan permen rasa apel yang rasanya sangat tidak alami," rasanya aku ingin menangis sekaligus tertawa secara bersamaan ketika mendengarnya. Ini alasan mengapa ia membenci buah apel dan... bagaimana bisa gadis itu memakan permen apel sebelumnya? Itu tentu tidak buruk, tetapi setidaknya ia bisa memilih untuk memakan permen mint untuk membuat Travis menyadari jika gadis itu sudah menggosok giginya dengan baik dan benar.

"Dan kau membenci buah apel sekarang." Ia mengangguk mengindahkan pernyataanku.

Pertanyaan lain tiba-tiba saja muncul di kepalaku.

"Lalu, untuk apa kau membawa apel ini dalam bekalmu?" Jika ia tidak menyukainya, ia bisa saja meninggalkan, atau mungkin membawa buah lain bukan?

"Aku membawanya untukmu. Nana bilang, kau menyukainya."

Ketika berkunjung ke rumahnya aku memang memakan banyak apel yang dikupas Nana. Ugh, sialan, rasanya jantungku seakan ingin berlari meninggalkan tempatnya saat ini. Sekali pun Nana yang mengingatkannya tentang bagaimana aku menyukai apel, tetapi setidaknya ia benar-benar membawanya dengan keinginannya sendiri.

"Ya aku memang menyukai apel..." aku tersenyum membayangkan bagaimana ia harus menyimpan benda yang tidak disukainya itu di dalam tas-nya sendiri.

"Dan... Apakah kau akan menolakku jika aku menciummu?"

Aku membeku mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir ku. Uh, ada apa denganku? Akhir-akhir ini aku seperti tidak bisa mengontrol diriku sendiri, dan sekarang hal-hal konyol terus saja terjadi padaku, bahkan saat aku sedang berhadapan dengan Travis seperti ini. Bisakah aku terlihat lebih tenang dan keren ketika bersamanya?

Dia diam tidak menjawabnya, dan sepertinya aku harus segera mengalihkan pembicaraan ini ke topik lain.

"Aku tidak tahu jika kau memiliki ponsel. Apakah aku bisa meminta nomor ponselmu?" ia kembali tidak menjawab, tetapi dalam diam ia mengulurkan ponselnya padaku, membuatku dengan segera meraihnya dan mengetikkan nomor ponselku di sana.

Drrttt drrttt...

"Aku sudah menyimpan nomorku di ponselmu, dan aku akan melakukan hal yang sama pada milikmu."

Kali ini ia mengangguk menanggapi.

"Hmm... apa kau keberatan jika aku mengirimimu pesan malam ini?" Tanyaku memastikan jika aku tidak menganggunya nanti malam.

Ia menggeleng, sebelum kemudian berujar, "setelah pukul delapan."

Aku tidak tahu jika ia akan menjadwal semua kegiatannya seperti itu. Mungkin ini juga akan menjadi jadwalku untuk menghubunginya.

Aku mengangguk, "baiklah aku akan melakukannya. Setelah jam delapan."

"Ya." Aku tersenyum mendengar nada tenang khas miliknya ketika ia menjawab sesuatu dengan satu kata, ya.

"Aku hanya ingin membicarakan tentang festival itu denganmu... kau pernah berjanji untuk membiarkan ku ikut bersamamu pergi ke sana, apa kau ingat?" IQ Travis mungkin menjadi IQ tertinggi di sekolah ini, ia tentu akan mengingatnya dengan sangat baik.

"Aku mengingatnya."

"Baiklah kalau begitu-"

Kringg!!

Oh, sialan, aku mengacaukan rencananya.

"Bel berbunyi... bel berbunyi," bisiknya tidak tenang, sembari buru-buru memasukkan barang-barangnya ke dalam tas-nya.

Aku meraih tangannya, mencoba membuatnya tenang.

"Tarik napasmu dalam-dalam... semuanya akan baik-baik saja... kau tidak akan terlambat untuk masuk ke kelas."

Ia sepertinya tidak menghiraukan perkataanku karena selanjutnya ia melepaskan panggutan tangan kami, kemudian berlari pergi meninggalkanku sendirian di ruang olahraga indoor ini.

Aku tertawa kecil. Dia terlalu serius, dia pria paling serius yang pernah aku temui. Oh, aku yakin jika guru bahkan akan datang lebih terlambat darinya.

"Menjadi seseorang yang dapat menenangkannya mungkin akan sangat sulit, tetapi aku akan berusaha untuk melakukannya."

Aku tersenyum, kemudian meraih tasku dan berjalan pergi menuju ke kelasku.

***


Jaga kesehatan semuanya :)

Jangan lupa tinggalin jejak vote dan komen ya wkwk

Tunggu Travis di part selanjutnya~~~

Travis Mason [END]Where stories live. Discover now