15. Daniel Brikhead

887 50 8
                                    

Typo betebaran😃



Kehangatan matahari yang terasa sangat kontras dengan suhu lingkungan yang dingin.
Pagi pertama Gita di New Zealand tidak seburuk dugaannya.
Semua diluar ekspetasi.
Dia malah mendapat teman baru di sini.

"Jadi kau sudah sering mengikuti olimpiade? Dan kebanyakan menang?" Tanya Gita terkejut.

Obrolannya dengan Daniel masih berlanjut. Keduanya masih berjalan bersama.

Daniel mengangguk singkat.
"Memang ada apa? Kau baru pertama sekali mengikuti lomba seperti ini?" Tanya Daniel balik.

Gita mengangguk.
Selama dia bernapas sampai saat ini, ini pertama kalinya dia keluar dari negaranya.
Ayahnya terlalu khawatir dan peduli dengan keuangannya untuk mengajaknnya ikut pergi bertiga berlibur ke luar negri.
Tidak, jalan-jalan di kota itu saja.

"Kau orang yang hebat ternyata. Aku salut padamu." Ujar Gita.
Dia antusias menatap wajah yang penuh dengan minyak itu.

Tanpa dia sadari senyuman itu sudah terbentuk.
Sangat lebar hingga menampilkan deretan giginya.

"Berarti kau tidak akan gugup untuk lomba besok?" Tanya Gita.

"Jujur, aku gugup. Setiap tahun pasti ada orang jenius yang muncul. Banyak yang lebih berpotensi dari kita. Tapi, jangan sampai kalah hanya karena memikirkan itu. Harus tetap optimis." Ujar Daniel.

"Kau orang yang membawa aura positif Daniel." Ujar Gita mendadak.
Gadis itu nyaman dengan teman barunya itu.
Sempat terlintas dikepalanya, bagaimana orang seramah lelaki di sampingnya tidak memiliki teman?
Apakah sepenting itu penampilan luar?

Jantung Daniel mendadak berpacu dengan cepat sesaat dia mendengarkan kalimat dari gadis di sebelahnya.
Pertama sekali dia mendengar kalimat itu, dan spesialnya ditujukan kepadanya.
Perasaan senang seperti apa ini?
Mengapa rasanya sangat berbeda dengan dia memenangkan sebuah perlombaan?

"Eh? Kita sudah sampai. Tidak terasa ya?" Ujar Gita.

Daniel hanya mengangguk kaku.
Jantungnya belum kembali berdetak dengan normal sejak 5 menit yang lalu.

"Kamarmu di lantai berapa?" Tanya Gita.

"Dua." Jawab Daniel singkat.

"Kebetulan kamarku ada dilantai satu. Kau pergilah ke kamarmu. Jangan lupa bersihkan lukamu dan segera obati. Mengerti?" Ujar Gita memberi titah.

Daniel hanya mengangguk patuh.

"Baiklah, aku pergi ya? Ingat nanti, jika sudah jam makan siang tunggu aku di lobi. Kita makan siang bersama. Ok?" Ujar Gita sembari menggerakkan jarinya.

"Ok." Balas Daniel.

Gita mengangguk paham.
Gadis itu beranjak menjauh dari tempatnya.

Yang dilakukan lelaki itu hanya terdiam layaknya manekin yang salah tempat.
Lelaki itu terdiam dengan pandangan yang tertuju kepada Gita.
Menatap punggung kecil itu sampai hilang di belokan.

Daniel masih terdiam ditempatnya kendatipun dia sudah tidak melihat punggung milik Gita.
Tangannya tanpa sadar bergerak memegang dada sebelah kirinya.

"Tolong berdetaklah dengan normal." Gumamnya. Matanya menatap lurus belokan yang di lalui Gita.

●●●

Melangkah lemas menuju meja makan.
Belakangan ini Dimas sudah tidak bersemangat menjalani aktivitasnya.
Dimulai dari rasa makanan yang berubah drastis sampai suasana rumah yang terasa sangat hening.

Memijit pangkal hidungnya pelan.
Dimas memejamkan mata sejenak.
Dia mencoba bertanya dengan dirinya ada apa sebenarnya yang terjadi.

"Mau saya buatkan kopi tuan?"
Dimas mendongakkan kepalanya bermaksud melihat siapa yang berbicara kepadanya.

Bitterness Life [Selesai]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz