Rintik 24

8 1 0
                                    


Kenapa kamu tiba-tiba menghilang? -Zia







Selamat membaca 😊






     Buku diary itu penuh dengan bercak air mata. Zoe mengusap foto keluarga Zoe dengan lembut. Di sana Aviel, Kaula, Ursa, beserta Zoe sama-sama tersenyum bahagia. Kehidupan keluarga Zoe seakan ringan, tidak ada masalah yang menjerat keluarganya.

     Keluarga adalah prioritas Zoe. Dia amat menyayangi mereka. Zoe akan melakukan apapun demi keluarganya. Namun, semua itu seakan luluh lantah setelah mendengar fakta yang menampar hati. Zoe bukan bagian dari keluarga, gadis itu hanya anak pungut yang seharusnya tinggal di pinggir jalan, bukan rumah mewah keluarga mereka.
 
      Zoe terkejut ketika buku diary digenggamannya tiba-tiba direbut seseorang. Zoe mengangkat wajah, lelaki jangkung bernama Oza itu entah sejak kapan duduk di samping Oza sebari mengulum permen batang. Zoe sebenarnya ingin mencegah Oza membaca diary. Tapi, pertahanannya yang tak tersisa membuat Zoe malas sekali untuk bergerak. Untuk pertama kalinya, Oza membaca diary Zoe. Sebuah benda privasi orang lain yang biasanya di hindari lelaki itu.

     “Lo kangen keluarga?” tanya Oza masih fokus memandang foto keluarga Zoe.

      Zoe menunduk memainkan jari-jari lentiknya, “apa aku bisa bahagia? Apa aku masih punya kesempatan itu?” lirih Zoe dengan suara parau.

      Oza mengerutkan kening, “maksud lo?”

      Zoe menggeleng, air mata terus menetes membasahi rok seragam yang belum sempat Zoe ganti dengan baju rumah. Oza yang melihat itu hanya menghela nafas, ada rasa sakit menjalar di dada ketika melihat gadis itu mengeluarkan air mata. Oza menginginkan senyum hangat yang terbit di wajahnya. Bukan kesedihan seperti ini.

      Oza menggeser lebih dekat pada Zoe, merangkul gadis itu, mengelus pundaknya dengan lembut. Menyalurkan ketenangan dari sentuhan itu. Membiarkan Zoe bersandar di pundaknya. Mengeluarkan semua beban berat yang menumpuk lewat air mata.

      “Aku nggak punya keluarga. Di mana keluargaku?” tangisnya kembali pecah, seluruh tubuh terguncang, dengan suara yang tesendat-sendat. Oza diam, mengeratkan rangkulan gadis itu.

      “Gue akan selalu di sisi lo, tenang yah.”

***

      Sedangkan di rumah, Ursa terus uring-uringan. Bolak-balik di ruang keluarga seperti setrikaan. Benda pipih itu masih setia menempel di telinga. Mencoba mengangkat telpon, tapi lagi dan lagi operator itu yang menyahut. Telpon Zoe tiba-tiba tidak aktif. Aviel dan Kaula yang sedang duduk menunggu keajaiban, hanya terdiam bingung mau melakukan apa. Untuk pertama kalinya, kedua orang itu begitu panik. Apalagi Aviel yang tak henti-hentinya mengacak-acak rambut.

      “Ucha, ke kamar Zoe dulu.” pamit Ursa berlalu meninggalkan ruang keluarga.

      Jika ditanya apa Ursa masih kesal dengan kedua orangtuanya? Tentu. Terutama pada Aviel. Kalau saja ayahnya itu tidak mengungkit latar belakang Zoe, gadis itu tidak akan pergi sekarang. Ursa membuka pintu kamar Zoe. Mengobrak-abrik semua isi kamar adiknya. gadis itu berdecak kesal ketika menemukan ponsel Zoe ternyata tersimpan di laci nakas dengan keadaan ponsel tersebut di nonaktifkan.

      Pantas, Ursa sedari tadi menghubunginya tidak aktif. Ponsel ini mati dan Zoe tidak membawanya. Ursa mencoba untuk mengaktifkan benda pipih itu. Setelah menyala, dia langsung membuka aplikasi kontak telpon. Matanya membulat ketika tercetak nama Yashi di sana. Ursa segera menekan panggilan, lalu menempelkannya ke telinga. Ursa bisa bernafas lega karena telponnya tersambung.

      “Halo Zoe, iya apa? Tumben nelpon, mau curhat tentang Zia yah?” tanya Yashi yang langsung melemparkan berbagai pertanyaan.

      “Halo ini Ursa kakaknya Zoe.”

Perfetto [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang