Rintik 11

7 2 0
                                    


Ketika hati ini tidak bisa lagi menopang beban, kau datang sebagai pendengar.



#Selamat membaca 😊




      Kaki kurusnya terus berlari menelusuri trotoar yang basah. Tak peduli dengan rambut sebahu yang mulai lepek, ditambah baju potongannya yang terguyur air hujan yang semakin lama semakin lebat. Air mata itu telah bercampur dengan hujan yang turun dari atas awan gelap.

      Suasana mencekamnya malam hari seakan mendukung suasana hati Zoe saat ini. Gadis itu terus berlari menerobos selimutnya hujan. Meski seluruh tubuh sudah gemetar hebat karena kedinginan, gadis itu tidak peduli. Terus mempercepat larinya.

     Bayangan akan sesosok yang begitu berarti di kehidupan Zoe, satu persatu mulai menyakitinya secara perlahan. Dari depan mereka seakan tersenyum, Peduli kepadanya. Sedangkan, di balik itu, mereka terus menyayat luka demi luka yang baru. Pertama, Zia pacarnya sendiri. Sesosok lelaki yang sangat disayangi Zoe. Namun, kenyataannya lelaki itu hanya singgah di hati. Hingga suatu saat nanti, lelaki itu akan pergi meninggalkan Zoe beserta kenangan yang telah terlukis bersama. Ditambah dengan kehadiran Glara. Semakin jelaslah, bahwa Zia bukan pemilik hati Zoe. Karena sang pangeran akan kembali pada ratunya. Sangat disayangkan, bukan Zoe lah si ratu tersebut.

     Kedua, Aviel dan Kaula yang terus menuntut Zoe menjadi anak paling sempurna. Bisa menjadi kebanggaan dan berguna bagi keluarga. Meski, Zoe terus berusaha tanpa mengenal lelah.  Di mata mereka, Zoe tetap anak yang tidak berguna. Tidak memiliki kemampuan yang bisa diunggulkan. Setiap Zoe selangkah saja maju, sanak saudara beserta kakaknya sudah lebih dahulu melangkah lebih jauh lagi. Meninggalkan Zoe di belakang. Sampai kapanpun, Zoe tidak akan mampu bersanding dengan saudara-saudaranya. Apalagi menyusul, itu saat mustahil bagi Zoe.

     Zoe punya mimpi besar ingin menjadi seorang pianis suatu saat nanti. Tampil di suatu pertunjukan terbesar dan berkelas. Mengelilingi dunia dengan nada-nada piano di dalam benak. Memamerkan kepada keluarga besarnya bahwa Zoe bukanlah seorang remaja yang payah. Paling bodoh dengan otak udangnya. Zoe ingin membuktikan bahwa gadis itu bisa sukses tanpa mengikuti jejak sanak saudaranya.

     Namun, mimpi hanyalah mimpi. Tidak akan terwujud jika tidak ada perjuangan keras. Zoe memang hobi sekali halu. Hanya memimpikan hal besar tanpa mau melangkah lebih maju. Yang sekarang Zoe bisa lakukan hanyalah meraih prestasi di kelas dengan nilai-nilai yang memuaskan sebari melatih bermain piano.

     Berjuang sekeras apapun, Zoe tidak akan bisa meraih predikat sempurna. Karena manusia diciptakan bukan untuk menjadi sempurna, tetapi menjadi makhluk Tuhan yang taat pada agama. Sehebat apapun seseorang, sejenius apapun seseorang, kesalahan itu akan melekat pada dirinya. Meski, hanya sebutir pasir.

     Para ilmuwan sekalipun tak luput dari kesalahan. Misalnya, percobaan yang terus-terusan gagal, atau menjelaskan prediksi yang salah, dan lain sebagainya. Sebelum merasakan awal dari kesuksesan, kita harus mencicipi pahitnya kegagalan. Walau kita terus terjatuh, kita harus bangkit. Jangan mudah menyerah di tengah jalan.

     Dan mungkin ulangan fisika Zoe adalah salah satu kegagalannya. Percayalah, jika Zoe terus belajar dengan sungguh-sungguh, nilai fisikanya akan membaik seiring berjalannya waktu. Mengerjakan soal hitungan harus terbiasa. Bisa karena biasa. Rajin-rajin berlatih dan jangan mudah mengeluh ini dan itu. Takdir bisa diubahkan? Namun, bagaimana kalau perjuangan itu terbentuk tanpa didasari dengan dukungan orang-orang tersayang?

     Zoe terduduk di pinggir trotoar. Tubuhnya tidak mampu lagi untuk berjalan. Gadis itu menekuk kedua kaki, memeluknya erat. Menyalurkan kehangatan untuk tubuh mungilnya. Gadis itu kembali menangis, menenggalamkan wajah di kedua lutut. Pundaknya mulai gemetar, Zoe menangis tersedu-sedu. Suara ringkihan itu bahkan tidak bisa mengalahkan kerasnya gemericik hujan.

     Beberapa menit Zoe terdiam disana. Membiarkan tubuhnya dibungkus air hujan. Lama-lama matanya pegal karena terus menguras air mata. Leher pun sedikit sakit karena terus menunduk. Namun, tanpa disadari rintik hujan itu tidak menyentuh tubuhnya lagi. Zoe sedikit heran, kenapa hujan mendadak berhenti? Padahal, suara dentuman air yang bertubrukan dengan tanah masih terdengar keras di telinganya. 

     Zoe perlahan mengangkat wajah, mendongak. Gadis itu terkejut melihat payung berwarna putih di atas kepala. Lalu, pandangannya berpindah pada snikers abu-abu di sampingnya. Sepatu itu lumayan panjang persis seperti kaki milik laki-laki. Tak lama kemudian, tubuh tegap itu terjun. Terduduk di samping Zoe.

     “Lo ngapain disini?” suara berat lelaki itu menggema di telinga Zoe. nada suara itu penuh dengan isyarat kekhawatiran.

     Gadis itu tidak bisa melihat jelas siapa lelaki ini. Derasnya bulir air mata membuat pandangannya mengabur. Zoe sedikit tertegun ketika salah satu tangan lelaki yang tidak memegang payung bergerak menyentuh puncak kepalanya dengan lembut. Tangis Zoe pecah kembali, refleks gadis itu merengkuh tubuh tegap lelaki itu dengan erat. Mengeluarkan semua sisa air matanya.

     Zoe bisa merasakan tubuh lelaki itu sedikit tegang. Dengan perlahan lelaki itu membalas pelukan Zoe. Mengelus punggung Zoe dengan lembut. Menyalurkan semua ketenangan yang menyejukan jiwa. Suaranya yang halus mengalun pelan di telinga Zoe.

     “Apapun yang sekarang lo rasain, ungkapin aja. Gue bakal selalu ada buat lo.”

***

Perfetto [Selesai]Where stories live. Discover now