Rintik 18

9 2 0
                                    


Orang yang krisis tinggi badan seharusnya nggak boleh lompat-lompat. Makin lucu nantinya -Zia






#Selamat membaca 😊






      Seisi kelas mendadak panas seperti gurun pasir. Saluran pernafasan seakan tersumbat oleh hembusan angin. Di tambah dengan rumus-rumus fisika ala Ibu Ghea yang siap membuat semua orang di kelas ini pingsan menahan mual.  Zoe tidak bisa fokus mengikuti pelajaran. Dia gelisah luar biasa. Perkataan Zia di parkiran tadi terus berlalu lalang seperti setrikaan.  bertemu dengan Zia adalah hal yang selalu diimpikan Zoe. Bahkan gadis itu rela bolos mata pelajaran hanya untuk berlama-lama dengan Zia. Kini, ada sensasi yang berbeda di dalam hatinya. Terasa begitu berat penuh keraguan.

     Gadis itu mencoba untuk fokus ke depan. Ke arah Ibu Ghea yang sedang khusyu menerangkan rumus-rumus di papan tulis. Zoe sudah berjanji pada dirinya sendiri akan lebih serius menekuni pelajaran Fisika. Dia ingin membuktikan kepada orangtuanya bahwa dia bisa menjadi yang terbaik.  Anak kebanggaan keluarganya. Zoe meraih pensil di meja, mengenggamnya erat. Hendak menulis. Tapi, tangannya mendadak gemetar.

     Belum sempat menyerap alasan dari tangannya yang gemetar, perhatian Zoe teralih ketika mendengar robekan kertas di dekatnya. Zoe menoleh, dia melihat Yashi sedang menyerongkan tubuh. Bersembunyi sedikit menghadap ke tembok. Suara kertas robekan itu masih terdengar jelas. Zoe menunduk sekilas ke kaki kursi, dia bisa melihat serpihan kertas terjun jatuh bertebaran di lantai.

     “Yashi, kamu lagi ngapain?”

     Setelah kejadian kemarin, akhirnya Zoe mulai mau berbicara lagi dengan Yashi. Gadis berambut keriting nan tebal itu menoleh ke arah Zoe.

     “Lagi robek surat-surat dari Jay. Si curut itu pagi-pagi udah nyampah di loker gue.” bisik Zoe.

     “Dia belum pindah loker?”

     “Belum, makanya gue kesel banget sama dia. Heran, hatinya terbuat dari apaan sih? Batu? Kebal banget hadepin gue.”

    “Udah kamu baca?”

     Yashi berdecak, “Buat apa? Palingan juga isinya kata-kata alay. Ogah gue bacanya.”

    “Kayaknya, Jay makin deket yah sama kamu.”

    “Dia yang deketin gue. Sok kecakepan banget emang jadi orang.”

    Zoe menggeleng, kembali fokus ke depan. Setelah Yashi memasukan sepihan-serpihan kertas robekan ke dalam kantong plastik, Yashi kembali membenarkan posisi duduknya. Fokus ke depan. Lalu, dia teringat sesuatu. Gadis itu merogoh laci meja. Mengambil selembar kertas kecil berwarna biru langit.

    “Buat lo.” Yashi menggeser kertas itu secara perlahan, Zoe sedikit terlonjak.

    “Jay kasih surat juga buat aku?”

    “Bukan, ini dari Zia.”

    Mendengar nama lelaki itu sukses membuat tubuh Zoe tegang. Baru beberapa menit dia berhasil melupakan Zia, Yashi malah mengungkitnya. Dengan tangan gemetar, Zoe meraih surat tersebut. Zoe kesal sekali dengan satu tangan ini. Kenapa selalu gemetar? Terutama jika nama Zia masuk ke dalam gendang telinganya?

     Zoe melirik Ibu Ghea yang sedang menulis contoh soal di papan tulis. Setelah memastikan semuanya aman, Zoe membuka surat tersebut sebari memejamkan mata. Seakan setelah membuka surat itu, panah akan meluncur menancap dahi. Lalu, darah segar akan keluar. Zoe mengintip dari sebelah matanya, dia bisa melihat samar-samar ada tulisan disana. Mendadak Zoe takut sendiri melihat tulisan itu.

Perfetto [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang