Rintik 4

13 3 1
                                    


Takdir nggak akan berubah. Sang pangeran akan tetap memilih ratunya -Glara

#Selamat membaca 😊

Gosip yang perlahan tersebar di awak media itu mudah sekali Zoe lupakan. Sekarang, gadis berumur 17 tahun itu sedang asyik bermain dengan ponselnya tanpa mengendurkan senyuman manis di bibir. Zoe sudah sampai di sekolah. Namun, baru saja menyimpan tas di kelas, dia langsung melesat ke toilet untuk buang air kecil. Saat Zoe baru saja selesai cuci tangan, ponselnya berdering, ada pesan masuk dari Zia.

Pacarku

Bangun Zoe, udah pagi :)

Inilah alasan mengapa lengkungan bibirnya tidak mau hilang. Mendadak Zia mengirim pesan seperti itu. Padahal Zoe sudah bangun dari tadi, bahkan sudah sampai di sekolah. Zoe terkekeh pelan, beruntung di toilet tidak ada orang. Jadi dia tidak disangka orang gila.

Zoe masih memandang ponselnya sebari menyeret kaki untuk keluar. Belum sempat Zoe menggapai kenop pintu, ada seorang perempuan muncul hendak masuk ke dalam toilet. Berjalan berlawanan ke arahnya. Terlena akan benda pipih di genggaman, tak sengaja bahu Zoe dan bahu gadis itu bertubrukan. Zoe yang terkejut refleks menjatuhkan ponselnya. Perempuan itu juga sama-sama terkejut. Bisa dilihat dari wajah cantiknya yang mengeras. Kulitnya sedikit memerah menahan amarah.

Zoe buru-buru mengambil ponselnya, memeriksa apa benda pipih itu masih berfungsi atau tidak. "Maaf yah, aku nggak sengaja."

Tanpa sepengatahuan Zoe, perempuan itu mendengus kecil. "Hanya karena ponsel, lo sampai kehilangan arah kayak gini. Nabrak orang seenaknya. Dan sekarang lo minta maaf?!"

Zoe terdiam sejenak, suara ini terdengar tidak asing di telinganya. Zoe mendongak. Kedua mata gadis itu membulat melihat perempuan yang berdiri bersedekap. Kenapa dia ada disini? Kenapa dia bersekolah disini?

Perempuan itu mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. "Lo terhipnotis akan kecantikan gue? Atau lo terkejut karena bertemu artis di toilet?" Raut wajah perempuan itu berubah sumringah. Sambil menyatukan tangan. "waw, beruntung sekali. Kenapa nggak sekalian minta tanda tangannya aja?"

"Ngapain kamu disini?" Zoe bertanya dengan raut wajah sedikit mengeras. Nada suaranya begitu dingin, berbeda seratus delapan puluh derajat dari sifat Zoe yang biasanya.

"Bego atau oon sih lo?" perempuan itu menyeringai, "denger-denger lo salah satu siswa cerdas di sekolah ini. Tapi, ternyata lo mengajukan pertanyaan yang nggak bermutu sama sekali."

"Sejak kapan kamu sekolah disini?" Zoe terus bertanya. Dia tidak peduli dengan hinaan perempuan ini. Dia butuh jawaban bukan mencerna hinaan.

Perempuan itu tersenyum sebari melilit-lilit ujung rambutnya. "semenjak gue suka sama Zia dan semenjak gosip gue tentang dia tersebar di media sosial."

Zoe mencoba untuk menetralisir amukan dalam dadanya. Tidak baik jika dia menyerang perempuan ini sekarang. Bisa-bisa akan terjadi masalah besar. Dan yah Zoe sedang malas ribut dengan siapapun termasuk perempuan yang baru saja dikenalnya di televisi kemarin.

Perempuan bernama Glara itu tiba-tiba berdecih. Memandang Zoe dari atas kepala sampai ujung kaki. "Terkadang gue heran sama seleranya Zia. Kenapa dia mau-mau aja nerima lo yang nggak ada nilai plus-plusnya sama sekali."

Zoe mengerutkan kening, "Maksud kamu?"

Glara maju satu langkah mendekati Zoe. senyum licik tercetak mulus di bibir merah mudanya. Zoe bisa melihat siratan kebencian bersinar dalam bola mata indah milik Glara. "sekeras usaha apapun lo mempertahankan status lo dengan Zia. Tetap aja takdir nggak akan berubah. Sang pangeran akan tetap memilih ratunya."

Perfetto [Selesai]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora