Rintik 9

12 2 0
                                    


Cuma nasehat, tidak didengar juga tak apa -Kamal




#Selamat membaca 😊



     Café di malam minggu seperti ini begitu ramai. Anehnya, Zia justru merasa sepi. Suara tawa yang menggema seakan tertahan untuk masuk ke telinga. Berbeda dengan ketiga temannya, Neel, jay, dan kamal. Mereka terlihat menikmati hari ini. Seolah beban  hidup mereka menguap seketika. Kenapa Zia tidak bisa seperti itu juga?

      “Gue izin ke rooftop bentar yah?” izin Zia beranjak dari duduknya.

      “Enak disini Zi, lumayan banyak yang bening-bening.” Hasut Jay.

      “Istigfar bro, Yashi mau di kemanain?”

     Yashi, yah teman Zoe. Sudah sejak lama Jay mengincar gadis itu. Namun, Yashi bagai awan yang sulit untuk digapai. Apalagi kebiasaan Jay yang gencar sekali mendekati gadis bening. Yashi jadi ogah untuk berdekatan dengan Jay.

     “Yashi beda Neel. Itu gadis gue yang sebenarnya, sedangkan mereka_”

     “Jangan mempermainkan hati perempuan, nanti kalian dapat karma.” ucap Kamal yang sedang asyik membaca komik detektif conan.

      Semua orang yang berkumpul di meja itu melongo mendengar Kamal membuka suara. Pasalnya, Kamal itu lebih banyak diam di kelompok Zia. Kalau mau mengobrol pasti dipikir-pikir dulu. Tidak asal jeplak. Dia juga salah satu orang yang lebih baik diam. Tidak bertingkah aneh-aneh. Katakanlah jaga image. Dan satu lagi, Kamal hobi sekali membaca komik. Salah satunya komik detektif conan.

      “Syetan apa yang masuk ke tubuh lo, sampai ngomong sepanjang itu?” tanya Neel terperangah.

      “Cuma nasehat, tidak di dengar juga tak apa.” Singkat Kamal datar. Tak berminat melirik ke arah lawan bicaranya.

      “Si dingin kaku ini udah berubah jadi pakar cinta, bro.” timpal Jay.

      “Pakar cinta. Tapi, masih betah aja menjomlo.”

     “Aku bukan jomlo tapi single.” Sahut Kamal lagi.

     Sontak semua orang tertawa mendengarnya. Termasuk Zia yang sedang semerawut. Dia masih berdiri, belum beranjak menuju rooftop. Hadirnya Kamal bisa membahagiakan seluruh negeri dengan candaan datarnya. Sifat Kamal yang dari lahir tidak bisa menyalurkan ekspresi menjadi daya tariknya sendiri untuk memikat gadis-gadis dan memiliki beberapa teman.

     “Single katanya, preettt.” Ejek Jay.

     “Kalau gue seandainya jadi lo nih Mal, udah gue pacarin tuh semua cewek-cewek yang kesensem sama lo. Sekalian dah gue nikahin semuanya. Biar mereka bahagia dan gue juga dapat untung.” Neel menyeringai senang.

     “Untung apaan? Ngeres banget pikiran lo.”

      Kamal tersenyum sinis, “Emang kamu mampu menafkahi mereka semua? Hidup berpasangan itu bukan hanya untuk bahagia. Ada hal penting lain yang harus diperjuangkan bersama-sama. Dan tentunya harus usaha.”

      “Nih anak sekali ngomong panjang langsung nyelekit bro.”

     “Gue ke rooftop yah.” Zia izin sekali lagi.

     “Pasti mau mikirin si yayang Zoe yah?” tanya Jay sebari menaik turun alis.

     “Gue pinjem ponsel lo dong, biasa games.”

     Tanpa menjawab pertanyaan Jay, Zia merogoh ponsel di saku celana lalu memberikannya pada Neel. Teman gesrek seperjuangannya itu langsung menyeringai senang memegang ponsel mahal milik Zia. Lelaki itu menyeret kakinya menuju rooftop, pergi dari hingar bingar lautan manusia. Bertemu dengan sepinya malam dan bayangan akan lekuk wajah Zoe yang menari-nari di dalam benak.

Perfetto [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang