Tak pantas jatuh cinta-26

361 102 78
                                    

Silahkan vote sebelum baca

Bulan kembali kuharap tak kembali untuk pergi. Tolong pertemukan aku, Tuhan!
--Reyhan Vahregas

"Bulan,"

"B-Bulan, kembali. Benarkah?"


°°°

Sebuah mobil sport kesayang Varo, melesat memasuki halaman sekolah. Dia keluar dari mobilnya dengan cool, nampak sangat cool. Banyak gadis yang menatapnya kagum. Seragamnya yang dibiarkan keluar, dua kancing teratas yang tak disematkan, memperlihatkan kaos hitam, dan juga kalung silet berwarna abu-abu. Tak lupa kacamata yang bertengger dihidungnya yang cukup mancung, menambah kesan cool.

Tunggu?
Mengapa dia menuju pintu yang ada disebelahnya?
Apakah dia bersama seorang gadis?

Siapa? Who?

Pertanyaan-pertanyaan yang berputar dibenak para gadis yang sejak tadi mengagumi ketampanan Varo.

Varo membuka pintu mobil dengan berlahan, mempersilahkan gadisnya "Silahkan tuan putri," ucapnya sembari bersikap seperti seorang pelayan yang sedang melayani tuan putri.

"Thanks Var," Vio merasa risih dengan tatapan gadis-gadis yang menatapnya sinis, berbeda dengan tatapan yang mengarah pada Varo. Penuh kekaguman

Sudahlah itu adalah hal yang biasa, tak usah dipersulit.

"Mari, ku antar kamu sampai ke kelas." ujar Varo, Vio menatap manik mata lelaki yang kini berdiri disampingnya. Sungguh jikalau waku memang sudah mulai terhitung mundur, telah menyempit. Maka biarkanlah

"Tidak usah, gue bisa sendiri. Jangan khawatir, gue bisa? Jangan dimanja"

Vio tak ingin melukai hati Varo, tapi cobalah mengerti keadaan Vio yang waktunya sudah tak lama lagi didunia ini. Mungkin hari ini, esok atau nanti Vio sudah tiada didunia ini. Sudah tak bisa menyapa dan hal itu akan menyisahkan kenangan yang jikalau diingat hanya mengandung unsur sedih yang tersematkan. Berjuta-juta memory selama 2 tahun ini, sudah cukup indah bagi Vio. Sudahilah, sampai disini saja jangan diteruskan

"Tak apa, aku tidak merasa direpotkan. sebelum ke kelas kita ke kantin dulu" jawab Varo tersenyum sena, tanpa ada tanda bahwa dia kecewa akan jawaban dari Vio.

"For what?" lirih Vio

"Sarapan, kamu pasti lupa sarapan lagi yakan? Kamu kesiangan bangunnya. Kamu ini nggak pernah berubah selalu telat" kata Varo. Vio menundukkan kepalanya, mengalihkan tataoannya kesembarang arah dimana tidak ada gambaran manik mata Varo, ingin rasanya Vio menghentikan tatapan ini. Mengapa sekarang tatapan menjadi candu baginya? Sadar Vi, lo nggak pantas mencinta apalagi dicinta. Kisah lo sudah berakhir

"Nggak usah Var, gue nggak lapar. Lo bisa sarapan sendiri. Gue akan ke kelas" tolak Vio, segera bergegas meninggalkan parkiran tempat dirinya dan Varo berada.

"Nggak, kamu harus ikut dengan ku. Ayolah Vi, jangan buat Bunda jadi khawatir dengan keadaanmu" Cekal Varo, menarik tangan Vio. Hingga tak sanggup kemana-mana, Vio merasa semakin tersiksa akan kedekatan ini. Harusnya Varo berhenti, berdekatan dengan Vio yang sudah mulai rapuh dalam belenggu penyakit yang mustahil untuk disembuhkan.

"Ingat perkataanku, saat kita berada ditaman. Atau apa perlu aku mengatakannya lagi," tanya Varo, membuat Vio semakin merasa bersalah saja. Mama mungkin Vio ingin membuat Bundanya merasa khawatir akan dirinya yang telah banyak berbuat salah.

"Tidak usah, gue mau. Ayo!"

"Itu baru, gadisku"

Varo tersenyum kemenangan, akhirnya gadisnya menuruti perkataannya meski harus sedikit paksaan. Varo menggenggam tangan Vio disepanjang perjalanan, tak peduli dengan tatapan siswa-siswi yang kebaperan atau iri. Bahkan jika hari ini, saat ini sahabat Vio melihatnya berduaan, maka akan lebih bagus. Tak perlu bersusah-susah untuk menjelaskan semuanya toh semuanya sudah cukup nampak jelas.

Just You And Me✔Where stories live. Discover now