#23 Dari Acha : Honest

874 154 17
                                    

Acha tidak pernah menyangka, pertanyaannya kala itu kepada Wira, malah menjadi boomerang untuk dirinya sendiri hari ini. 

Acha menutup mulutnya rapat-rapat saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Wira. Lelaki itu barusan terlihat berbeda. Wira tidak terlihat seperti Wira yang Acha kenal selama ia berpacaran dengannya.

"Orang lain?" gumam Acha mengulang perkataan Wira. "Tapi ini bukan orang lain, Wir. Ini Riyan lho..."

Rasanya, belum sampai lima menit Acha melihat ekspresi Wira yang berbeda. Ekspresi Wira yang terlihat marah, dan tidak terlihat sebagai Wira yang ramah dan lembut. Tapi tiba-tiba, lelaki itu tersenyum, membuatnya seolah memiliki dua kepribadian yang berbeda. 

"Bosen, Cha. Ngomongin Bang Riyan mulu. Semingguan kemarin ketemunya Bang Riyan juga. Sekarang sama kamu, ngomongin Bang Riyan juga. Kita kan lagi jalan berdua, bukan bertiga sama Bang Riyan." jelas Wira membuat Acha sedikit bernapas lega.

Acha pikir, Wira akan memarahinya. Marah kepada Acha untuk yang pertama kalinya. Walaupun selama ini Acha ingin sekali melihat wajah marah Wira, tapi entah kenapa hari ini, Acha tidak mau lagi melihat keinginannya itu. Mendadak, Acha sedikit takut.

Apakah selama ini Acha benar-benar mengenal Wira? Atau malah selama ini, Wira tidak terlalu mengungkapkan apa pun kepadanya?

"Kenapa? Kok kamu diem?" tanya Wira setelah melihat diamnya Acha.

Acha menggelengkan kepalanya, "Enggak kenapa-napa kok, Wir."

"Bohong ah," balas Wira. "Coba bilang dulu kamu kenapa?"

Wir, kamu barusan marah?

Acha ingin sekali melontarkan kalimat itu. Tapi suaranya tertahan. Ia lebih memilih untuk menggelengkan kepalanya dan menjawab dengan tidak jujur. "Laper banget, Wir. Makan dulu yuk?"

Walau Acha tahu, Wira tidak menerima balasannya itu, Acha tetap mengalihkan pandangannya dari Wira dan berusaha menghabiskan burgernya dengan tenang. Untuk beberapa saat, Acha merasa asing terhadap Wira.

-US-

"Kita udah jarang ketemu dan sekarang pun kamu mau diem-diem aja?"

Suara Wira menyadarkan Acha dari lamunannya. Biasanya, perjalanan mereka akan selalu diisi dengan hal-hal yang tidak perlu untuk dibicarakan. Tapi hari ini berbeda, Acha lebih banyak diam dan Wira pun tidak terlalu banyak bicara.

"Jadi sekarang kita udah bisa berantem karena Bang Riyan?" tanya Wira sekali lagi.

Acha menoleh dan menatap Wira dengan dahi yang berkerut. "Kamu tuh kenapa sih, Wir? Enggak kayak biasanya."

"Jadi bener? Kamu bete karena yang tadi itu?"

"Bukan gitu, Wira." balas Acha. "Kamu tiba-tiba marah aku ceritain soal Riyan. Biasanya kamu enggak pernah kayak gitu kan? Kenapa sekarang kamu jadi kayak gini?"

"Aku enggak marah."

"Kamu marah."

"Enggak, aku enggak marah."

"Aku tahu kalau kamu marah, Wira. Enggak usah bohong."

"Aku bilang aku enggak marah, Acha. Aku yang tahu aku kenapa."

Acha tertawa miris, "Iya. Aku emang enggak pernah tahu kamu itu kayak gimana. Aku sama sekali enggak tahu. Buat apa kita pacaran sampai selama ini kalau aku tetap enggak tahu kamu itu kayak gimana, Wira?"

Wira tak membalas perkataan Acha. Begitu pula sebaliknya. Suasana di dalam mobil terasa begitu hening.

"Berhentiin mobilnya. Aku pulang sendiri aja." sahut Acha menyudahi suasana sepi.

From Us To Usजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें