#7 Dari Kayla : Perlahan

1.8K 252 18
                                    

Berpura-pura.

Kayla melirik Arga yang ada di sebelahnya, sedang tersenyum kepada kedua orang tuanya yang baru saja tiba di rumah mereka.

Kayla tidak tahu apakah senyum Arga itu tulus atau ia hanya sekedar berpura-pura. Arga memang sudah sedikit terbuka kepada Kayla. Setidaknya, Arga sudah mulai mengajak Kayla untuk mendatangi gigsnya.

Tapi Kayla tahu, bahwa Arga belum membuka hatinya untuk Kayla. Bagi Arga, Kayla hanyalah perempuan yang Arga kenal sejak ia masih kuliah. Saat itu, Kayla sendiri masih SMA. Bagi Arga, Kayla tidak lebih dari seorang anak dari teman Ayahnya.

"Jadi gimana?"

Pertanyaan Dewi, Ibu Kayla membuat Kayla mengangkat wajahnya. Kayla sudah tahu kemana arah percakapan ini dan Kayla tidak suka. Ia segera menatap Arga, yang air mukanya sudah agak berubah tak nyaman.

"Bunda," tegur Kayla, bermaksud membuat Dewi tidak melanjutkan percakapan itu lagi.

"Kan udah empat bulan, Kay. Masa belum sih?" ujar Dewi sekali lagi.

Kayla sekali-kali melirik Arga yang berlum bersuara. Bagaimana mau isi? Mereka saja tidak pernah tidur seranjang. Arga selalu tidur di sofa atau bahkan tidur di studio. Mereka jarang sekali pergi berduaan.

"Maaf, Bunda. Aku sibuk. Pergi-pergi terus." ujar Arga akhirnya.

Tiba-tiba, Ridwan tertawa. Ayah Kayla itu tidak terlihat marah. "Kalau pergi-pergi, ya Kayla nya diajak dong, Ga. Kayla enggak ditinggal, kan?"

Arga terlihat kesulitan, bingung ingin menjawab apa.

"Aku ikut kok, Yah! Tapi kalau di hotel, aku nggak sekamar sama Kak Arga. Soalnya kan, gabung, rame-rame, Yah. Aku selalu sekamar sama Kak Acha atau Kak Kira." jawab Kayla segera, membuat Arga menatapnya.

"Iya juga ya, Pak. Enggak enak kalau cuma kamu berdua yang sekamar ya?" Dewi tertawa dan Kayla ikut tertawa dengan terpaksa.

"Ya sudah. Kalau ada apa-apa, kabarin Ayah sama Bunda ya, Kay?"

Kayla menganggukkan kepalanya. Ridwan dan Dewi lalu pamit pulang setelah diantar Kayla ke luar pagar. Kayla buru-buru masuk ke dalam rumah dan melihat Arga termenung di meja makan.

"Udah pulang?" tanya Arga tiba-tiba.

"Udah, Kak." balas Kayla. "Kak Arga enggak perlu mikirin perkataan Ayah sama Bunda. Ya Kak?"

"Kamu pengin punya anak?"

"Hah?"

Arga menatap Kayla lurus. Kayla kebingungan dan tidak tahu harus menjawab apa. Ia merasa serba salah. Jujur, Kayla tentu ingin pernikahan yang bahagia. Punya anak. Tapi, Kayla yakin Arga tidak sepemikiran dengannya.

"Enggak, Kak. Belum. Kak Arga fokus sama kerjaan Kakak aja dulu. Aku enggak apa-apa kok."

"Maaf, Kay." gumam Arga sambil beranjak dari duduknya. "Kamu tahu kan kalau aku ngelakuin pernikahan ini karena mimpi aku? Dan aku juga mau kamu melakukan itu dengan orang yang bener-bener kamu sayang."

Kayla tahu itu.

Tapi bagaimana kalau, Arga adalah orang yang ia sayang? Orang yang ia cintai?

"Aku mau ke tempat Juan. Malem ini tidur di sana." kata Arga lagi setelah itu, Kayla dapat mendengar suara mobil dinyalakan.

Dengan lesu, Kayla berjalan ke kamarnya dan melewati sebuah bingkai foto besar, foto pernikahannya dengan Arga. Kayla memandangi foto itu lekat. Bahkan di dalam foto itu, Arga hanya tersenyum tipis. Arga tidak pernah tersenyum lebar di depan Kayla.

From Us To UsМесто, где живут истории. Откройте их для себя