Chapter 42

10 1 0
                                    

Hari masih pagi, masih secerah mentari, namun wajah Adlan sudah ditekuk saja. Ia menghiraukan Lina yang sedari tadi mencoba mengejar untuk menyamai langkah panjangnya.

"Bang pelan-pelan dong. Masih lima menit lagi kok belnya."

Adlan tetap mengabaikan meski Lina berbicara terus-menerus. Sudah hampir seperempat jam kembarannya itu mendiamkannya.

"Kenapa masih marah sih, Bang? Aku serius cuma iseng aja nanya gitu," beo Lina, yang lagi-lagi hanya diacuhkan oleh Adlan.

"Setelah kita susah payah untuk bersama, mana mung-"

"Buktinya, tadi kamu bilang gitu." Adlan mendadak menghentikan langkah hingga Lina menabrak punggunya. Cowok itu lalu memotong cepat, merasa jengah dengan pembelaan yang adiknya ucapkan berkali-kali.

"Maksudku bukan git-"

"Udahlah, Abang kecewa sama kamu."

"Bang, please! Jangan diperpanjang. Aku janji nggak akan ngomong gitu lagi. Maafin aku." Lina memohon, namun Adlan tetap tak mengubah ekspresi dinginnya.

Ternyata, Adlan memang manusia biasa. Bisa sedih dan juga marah. Selain keramahan, ekspresi lain jarang ia tunjukkan di depan orang lain. Makanya tak ada yang tahu. Namun Lina tidak mengerti sama sekali, kenapa abangnya bisa semarah ini hanya karena hal sepele.

"Kamu nggak ngerti dek," sentak Adlan, membuat Lina terdiam telak dalam rasa takut, "kalau misal Mama Papa atau Abang bilang ngijinin kamu kuliah ke luar negeri, kamu pasti goyah antara ingin pergi atau tidak. Iya, kan?"

Lina menunduk dalam, masih tak berkutik saat mendengar seruan Abangnya yang mulai menggunakan nada tinggi.

"Kenapa diam? Kamu ragu untuk memilih antara Dhyas atau keluarga kamu?"

Seketika Lina menitikkan air mata. Bagaimana bisa Abang kesayangannya berbicara seperti itu pada Lina? Tentu saja ia akan memilih keluarganya. Ia hanya tak sengaja bertanya keinginan konyolnya itu. Ia tak pernah benar-benar mengharapkan hal tersebut. Kenapa kembarannya tidak mengerti juga sih?

Menyadari hal tersebut, rasa bersalah pun menyelinap masuk dalam dada Adlan. Ia pun menghela napas sedalam mungkin, berusaha menyetabilkan emosinya.

"Abang bakal maafin kamu kalau kamu benar-benar menyadari kesalahan kamu." Adlan mengakhiri pembicaraan. Ia melangkah lebih dulu menuju kelasnya, meninggalkan Lina yang masih sibuk menghapus air matanya.

Teetttt

Bel masuk pun berbunyi. Untung saja daerah luar kelas sudah agak sepi, jadi hanya beberapa murid saja yang mungkin memerhatikan perdebatan mereka tadi.

"Sayang, kamu ngapain diem di sini?" Dhyas membuyarkan lamunan Lina, gadis itu mendongak sendu, "aku cariin dari tadi. Kukira belum sam-"

"Dhyassss," rengek Lina tiba-tiba. Tanpa sadar cewek itu sudah menenggelamkan wajahnya pada dada Dhyas, lalu menghapuskan air matanya pada seragam cowok itu.

"Lah, kamu kenapa?" Dhyas mengerutkan dahi tak mengerti.

"Aku tengkar sama Bang Adlan," adunya seraya terisak. Rasanya ia sudah tak bisa menahan rasa sesak di dadanya.

"Bukannya dari dulu kalian udah sering tengkar ya?"

Dug

"Duh. Kok dipukul sih?" keluh Dhyas saat Lina tiba-tiba memukul pelan dadanya.

"Bisa serius nggak sih?" omel Lina dalam tangisnya. Ia mengangkat kepalanya dan kembali mengusap air matanya yang terus jatuh.

"Aku serius sayang. Emang ada masalah apa lagi?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Twin'kle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang