Chapter 24

58 12 12
                                    

Oke. Suasana haru telah selesai. Kini Lina malah kembali dengan wajah yang memerah. Ia berlari menghindari Dhyas dan ingin segera masuk ke dalam kamarnya karena rasa malu yang menguasai dirinya. Cowok itu lagi-lagi mengganggunya dengan aksi jahilnya.

Namun kali ini agak berbeda. Kejahilan tersebut memberi kesan yang cukup menyebalkan namun juga mendebarkan.

Beberapa saat yang lalu.

"Yas, gue harus apa? Huwaaa."

Karena tak tega melihat mata itu mengeluarkan air mata, spontan Dhyas membawa tubuh Lina ke dalam pelukannya. Lina yang merasa dalam kekalutan hanya menerima perlakuan tersebut tanpa berat hati. Ia malah semakin menumpahkan tangisnya dalam dekapan Dhyas.

"Ssttt, udah Lin, nggak usah nangis!" Dhyas mengusap punggung beserta rambut Lina lembut. Cowok itu mencoba menenangkannya. "Lo nggak perlu ngelakuin apa-apa, Adlan pasti ngerti kok."

"Gue tau Bang Nando ngerti, tapi gue ngerasa bersalah banget Yas. Gimana gue harus bersikap sekarang?"

"Ya gampang. Lo tinggal minta maaf aja, terus baikan deh. Memang itu kan tujuan Adlan?"

"Tapi gue udah terlanjur bilang nggak percaya dan malah pergi gitu aja. Hiks. Hiks. Kenapa gue begok banget sih?" Lina merutuki dirinya-sendiri. Ia mengadu seraya menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Dhyas hingga membasahi seragam putih cowok itu.

"Tapi buktinya lo percaya. Lo itu cuma malu. Lo nggak begok, lo cuma pergi buat menenangkan diri. Itu nggak salah kok."

Seketika itu Dhyas melepas pelukannya lalu menghadapkan tubuh gadis itu ke hadapan matanya, ia pun mensejajarkan tatapannya.

"Hei, liat gue!" perintahnya. "Air mata lo itu berharga,"--jemari Dhyas mengusap air mata pada pipi Lina perlahan, "Kalo Adlan liat lo nangis kayak gini gara-gara penjelasan tadi, gue yakin dia akan menyesal karena udah ngasih tau hal itu ke elo. Dia mengungkap kebenaran bukan mau buat lo nangis atau ngerasa bersalah. Tapi dia, cuma pengen lo kembali lagi mengakui dia sebagai saudara lo."

Setelah memberi pengertian panjang lebar pada Lina, Dhyas mengembangkan senyumannya.

Lina yang sesegukan pun terdiam seraya menatap senyuman cowok di hadapannya. Dia mencoba menerima semua nasihatnya. Ia mencoba tak menyalahkan dirinya sendiri. Entah mengapa, senyuman Dhyas itu menghangatkan hatinya.

"Udah! Sekarang lo apus deh tuh air mata lo! Liat aja itu idung lo, udah merah banget. Ingus lo keluar semua tau nggak?" cibir Dhyas jenaka.

Lina pun memukul kecil dada cowok itu. Baru saja dipuji senyumannya--dalam hati-- menenangkan, eh sekarang sudah menyebalkan lagi. "Apaan sih, Yas?"

Terdengar kekehan Dhyas di situ. Namun meski sedikit kesal dengan candaannya, Lina tak lagi segan menampakkan senyumannya.

"Makanya buruan usapin tuh ingusnya! Apa lo mau gue yang ngusapin? Yaudah sini sini!" katanya menawarkan, namun dengan ekspersi sedikit jijik. Ia sengaja melakukan hal itu untuk membuat Lina tertawa. Ia mencoba meraih wajah Lina dan mengelap wajahnya yang bisa dibilang cukup berantakan.

Lina pun menolak dengan perasaan jengkel dan malu sendiri. "Ihh Dhyas apaan, jorok banget sih. Sini biar gue sendiri aja." Lina pun meraih sapu tangan yang ada pada Dhyas.

"Gue nggak ingusan kali," bantahnya kemudian seraya mengelap seluruh wajahnya dari kotoran beserta air mata yang tersisa, menimbulkan gelak tawa pada lawan bicaranya.

"Hahah. Iya-iya. Sebenernya gue seneng banget tau nggak liat lo nangis."

"Iya karena lo jahat."

Twin'kle LoveWhere stories live. Discover now