Chapter 21

56 11 17
                                    

Derap langkah Lina berubah cepat, hampir menyesuaikan deru napasnya yang mulai memburu.

Bagaimana bisa Adlan mendadak pingsan? Dan Apa? Dia demam tinggi? Kok bisa? Kenapa tiba-tiba sekali? Bukankah pagi tadi dia baik-baik saja? Rasanya tidak mungkin.

Guratan mimik wajah Lina tak bisa di artikan. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah cepat-cepat sampai UKS untuk menemui saudara kembarnya, Adlan.

Ia berlari tergopoh-gopoh menyusuri jalanan sepi pada lorong-lorong kelas dan juga koridor sekolah.

Meski suara seseorang di belakangnya berteriak menyarankan agar dia pelan-pelan, tetap saja tak di hiraukan.

Brakk

"Nah kan, baru aja dibilangin. Jatoh kan," seru suara di belakang Lina. Membuatnya harus terburu-buru menyusulnya dan membangunkan gadis itu.

Namun jika dilihat dari raut wajah Lina, ia seperti tetap merasa tak bersalah atau pun menyesal, malahan, ia terlihat kesal.

Dia pun bangkit, kemudian menatap tajam mata lelaki yang tengah menyeringai licik di balik sandaran pintu. Karena ternyata, Lina jatuh bukan tanpa alasan. Jika saja tak ada kaki yang sengaja menghalangi dan menjegalnya di tengah jalan, ia tak akan jatuh tersungkur seperti tadi.

Seseorang yang tadinya mendesah berat lantaran Lina yang sangat dongkol tak mau mendengarkan nasihatnya, ikut mendelik tajam ke arah lelaki itu saat mengetahui keberadaannya setelah keluar dari balik pintu.

Siapa lagi kalau bukan Kerald? Tidak ada cowok lain yang begitu membenci Lina selain dia.

Itu berarti, jatuhnya Lina memang bukan karena kecerobohannya sendiri, melainkan perihal ketersengajaan yang disebabkan oleh Kerald.

Tapi bagi Dhyas--orang yang ada di belakang Lina tadi, Lina tetap salah karena tak berhati-hati dan terlalu terburu-buru hingga berlari membabi buta tanpa memperhatikan sekitar.

"Mau lo apa si cowok br*ngs*k?" Lina berucap tajam.

Tanpa mengaduh atau merintih kesakitan lantaran lututnya berdarah, dengan perlahan ia mencoba menghampiri Kerald, meski dengan menyeret kakinya sekalipun. Rasanya sudah gatal ingin segera membalas perbuatan cowok itu.

"Upss... Sorry, gue nggak sengaja," kata Kerald dibuat semenyesal mungkin. Tapi tentu saja disertai senyuman mengejek.

Menyesal apanya coba?

"Emang dasar banci lo ya." Dhyas menyela, lalu tanpa basa-basi ia menonjok wajah Kerald.

"Sialan, nggak usah ikut campur lo." Kerald bangkit, lalu bermaksud mengembalikan tonjokannya.

"Berhenti!" Hingga sebuah suara yang bersahutan menghentikan niatannya.

Lagi-lagi Dhyas terselamatkan dari tonjokannya. Namun lagi-lagi ia tak bisa terselamatkan dari mala petaka. Karena apa? Suara itu bukan hanya berasal dari mulut Lina, melainkan juga dari guru penjaga perpustakaan yang baru saja kembali dari kesibukannya di luar.

"Apa-apaan kalian?" Guru wanita dengan perawakan badan gendut dan berkacamata itu menjewer telinga Kerald dan Dhyas. Membuat keduanya mengaduh kesakitan.

"Emangnya kalian anak kecil yang masih suka bertengkar?"

"Awww aww aww, aduh iya Bu, ampun, sakit bu, lepasin dulu!" seru Kerald memohon.

Sementara Dhyas hanya diam tak berkomentar menahannya.

"Sekarang ikut saya ke dalam!" perintahnya.

Lina yang tadinya memasang wajah cemas jadi semakin cemas. Ia berusaha menahan sakit di lututnya dan bermaksud untuk menyusul Dhyas masuk ke dalam perpustakaan.

Twin'kle LoveWhere stories live. Discover now