Chapter 4

142 23 27
                                    

Jalanan sekolah mulai terlihat sepi, hanya tersisa dua siswa lelaki yang tengah tertawa renyah di dekat parkiran sekolah.

"Ya Tuhan, pantes aja pas gue liat si Lina mukanya dia tu kayak nggak asing buat gue. Makanya pas liat lo gue jadi lupa karena bingung. Ternyata dia kembaran lo?"

Dua sahabat yang baru saja terpisah beberapa tahun lalu itu tengah bernostalgia bercengkrama ria. Saking serunya ngobrol mereka sampai lupa untuk pulang.

"Eh tapi, waktu gue sempet liat Lina dulu pas di rumah lo kayaknya kalian beda banget deh,"

"Hah? Lina?" spontan Adlan mengernyitkan dahinya.

Dhyas manggut-manggut, sedang dirinya masih sibuk meninggikan alis lengkungnya mengingat-ingat kembali kejadian lampau yang tengah menjadi topik pembahasannya dengan Dhyas.

Dia lalu menyadari maksut sahabatnya itu. Ah, pasti maksutnya si Elys.

Adlan akhirnya menjawab, "Oh itu, ya... mungkin lo lupa kali bro sama mukanya. Udah lama juga kan?"

Dhyas menggaruk-garuk keningnya yang tak gatal. "Masak sih bro?"

Dia merasa bahwa otaknya masih menyimpan memory-nya dengan baik sampai dia yakin bahwa dia tak salah mengenali wajah seseorang yang pernah di lihatnya sebelumnya.

Mendapati raut wajah Dhyas yang seserius itu membenahi ingatannya, Adlan pun segera mengalihkan pembicaraan. Dia menyela, "Udah nggak usah kebanyakan mikir! Ntar botak tau rasa lo!"

"Yee... emang elo biangnya belajar?" kilahnya tak terima. "Liat aja tuh uban lo udah banyak."

Dhyas terkekeh mengejek Adlan, dia mengacak rambut Adlan sekaligus berkesempatan menoyor kepalanya pelan lalu berlari kabur menuju mobilnya.

Adlan pun bersunggut-sunggut, "Sialan lo ya, liat aja besok! Gue bales lo!" Lalu ikut tersenyum melihat tingkah sabahatnya yang masih saja sama seperti tiga tahun yang lalu.

Tak ada yang berubah dari dirinya. Sifatnya, gelagatnya, semua masih sama. Hanya satu yang berubah darinya. Dia semakin bertambah tampan. Sangat tampan layaknya keturunan bangsawan. Saking tampannya Dhyas, Adlan sendiri merasa kalah saing darinya. Dan Fix, setelah ini, perdikat 'Cowok Idaman' yang telah Adlan sandang selama bertahun-tahun di Sekolah Puri Anta Bangsa ini, pasti akan berpindah padanya dalam sekejap mata.

Bibir Adlan kemudian berkedut menahan tawa saat mengingat hal itu. Ia bergumam, "Semoga aja mereka nggak ilfeel setelah ngeliat sifat lo yang pecicilan."

Adlan lantas menggeleng-gelengkan kepalanya tersenyum geli. Bukan berarti dia merasa lebih baik dari sahabatnya itu. Hanya saja jika dirinya mengingat tingkah Dhyas yang kadang-kadang masih seperti anak kecil itu, dia tak yakin perdikat itu akan jatuh sepenuhnya ke tangan Dhyas.

Sudahlah! Itu sama sekali tidak penting untuk di bahas. Sebenarnya mereka tak pernah memperdulikan hal-hal sedemikian rupa. Justru bagi mereka terkadang hal itu sangat mengganggu. Tapi lama-kelamaan mereka acuh, itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Anggap saja makanan sehari-hari mereka sejak dulu.

Ya Tuhan, beruntung sekali bukan mereka terlahir dengan wajah tampan?

Beberapa detik kemudian Dhyas sudah ada di dalam mobilnya. Dia menekan tombol klakson tanda pamit, membuat Adlan tebangun dari lamunannya saat itu juga. Dia lantas Memerhatikan Dhyas melambaikan tangannya dari kejauhan dengan senyum cerianya. Seketika itu pula, Adlan jadi merasa bersalah ketika dia mengingat percakapannya dengan Dhyas beberapa menit yang lalu.

Sorry Yas, gue nggak bermaksut bohong sama lo tentang Lina.

Tadi, Adlan memang sengaja mengalihkan pembicaraan. Dia takut Dhyas akan menyadari kebohongannya tentang siapa orang yang di lihatnya waktu dulu. Karena sebenarnya sosok yang di lihat Dhyas saat itu bukanlah Lina, melainkan Elycia.

Twin'kle LoveWhere stories live. Discover now