Chapter 40

38 4 0
                                    

Adlan berjalan resah menyusuri koridor sekolah yang masih sepi pagi ini. Kemarin, entah karena setan apa yang merasukinya, tiba-tiba dengan lantangnya ia mengungkapkan isi hatinya tanpa pikir panjang kepada sang pujaan hati. Padahal selama ini sudah setengah mati ia menahan rasa itu agar tak meluap.

Beberapa bulan yang lalu, Adlan bahkan sudah bertekad untuk menyimpan saja rasa tak berarti itu. Lagipula setelah kelulusan, mungkin mereka akan jarang sekali bertemu walau hanya untuk bertatap muka saja. Tapi apa-apaan kemarin itu? Kenapa tiba-tiba dia nembak Nisa coba?

Bodoh sekali pikir Adlan. Dia, pasti cuma akan membuat gadis pujaannya sakit hati kalau tahu Adlan akan pindah ke luar kota setelah lulus. Adlan bukan hanya memikirkan perasaannya saja, ia hanya tidak mau membuat Nisa menyukainya lalu menyuruh gadis itu berhenti seketika. Lebih baik tidak sama sekali, bukan?

Bagi Adlan, menjaga jarak aman untuk menghindari perpisahan yang lebih menyakitkan itu lebih baik daripada harus terlanjur dan terpaksa terluka karena harus berpisah.

Tapi, bagaimana menurut Nisa sendiri?

Haaahhhh

Adlan menghela napas berat. Untung saja, Nisa belum memberi jawaban atas pertanyaan Adlan yang mendadak itu. Tanpa aba-aba, tanpa PDKT atau kode suka-sukaan, eh tiba-tiba sudah nembak saja. Nisa pasti bingung, kan?

Selama melamun dalam perjalanan menuju kelas, tak sengaja ia menabrak seseorang.

"Woy, jalan tuh liat-liat!"

"Sorry sorry bro, gue nggak-"

Kok, rasanya de javu?

Sudah bisa ditebak siapa orang yang Adlan tabrak. Dunia memang sesempit ini.

"Ternyata elo Yas."

"Hmm. Dan lagi-lagi lo bikin ponsel gue hampir rusak."

"Sorry, bro. Namanya juga takdir."

"Ha?" Dhyas melengos tak peduli.

"Nggak nyangka lo udah hampir setaun sekolah di sini." Tiba-tiba Adlan bernostalgia. Mungkin karena dia sedang galau.

"Hmm. Gue juga. Cepet banget udah mau UN." Dhyas pun rasanya demikian. Wajah tampan itu tak seceria biasanya.

"Kenapa muka lo kusut gitu?" Adlan jadi bertanya penasaran. "Perasaan kemarin happy banget."

Bagaimana tidak happy kalau dapat ciuman dari pacar? Eh, maksudnya habis mencium pacar. Tapi sayangnya Dhyas tak diperbolehkan terbang terlalu tinggi. Sepulang sekolah, harapannya dijatuhkan begitu saja oleh papanya.

"Nah itu dia. Rasanya, abis dapet rejeki nomplok, tiba-tiba gue dipaksa miskin lagi. Miris banget tau nggak."

"Emang kenapa?"

"Nggak tau deh. Pokoknya gue lagi galau berkepanjangan." Dhyas menghela berat, yang juga disusul oleh helaan napas panjang Adlan.

"Lo... lagi galau juga?" Dhyas jadi terheran mendengar desahan Adlan. Bukannya seharusnya calon kakak iparnya itu lagi senang ya habis jadian sama cewek yang disukainya? Kok mukanya malah jadi loyo?

"Iya. Gue juga lagi galau banget nih."

"Lah kenapa? Cinta lo ditolak sama tu nenek cempreng?"

"Hus. Mulut lo. Gue tabok juga ya lo lama-lama."

"Hi... Atut..," kata Dhyas berlagak ngeri. "Adenya udah jinak, eh abangnya yang berubah garang."

"Berisik!"

"Kalau bukan masalah itu, terus apaan?"

Adlan diam sebentar, memikirkan perkataan apa yang akan diucapkannya. Adlan kemudian bertekad dan bergumam, "kayaknya masalah ini emang harus diomongin sekarang juga."

Twin'kle LoveWhere stories live. Discover now