Chapter 13

61 16 23
                                    

Malam ini udara terasa menghangat, mungkin karena musim kemarau semakin menegaskan masanya.

Namun syukurlah, karena Lina tak cukup suka dengan musim hujan dan udara dingin. Dia lebih menyukai sinar mentari yang begitu terlihat cerah ceria di matanya, karena mendung dan awan hitam, hanya akan mengingatkannya akan kesedihan. Sama kelamnya dengan hati Lina yang seolah tertutup kabut tebal. Sama-sama suram dan dingin.

Setelah melihat sekilas cuaca yang cukup mendukung untuk keluar rumah, Lina pun kembali ke kamar untuk berganti pakaian.

Beberapa menit kemudian Lina pun keluar dan sudah bersiap untuk pergi. Seperti biasa, ia mengenakan pakaian yang simple dan sederhana. Kali ini dia hanya memakai kaos berlengan panjang berwarna putih polos, besetelan dengan celana jeans biru dongker panjang.

Padahal, Lina sangat mengerti dunia fashion. Dirinya cukup handal memadu padankan pakaian sederhana maupun mewah menjadi pakaian yang terlihat cantik dan anggun. Tentu saja bakat itu menurun dari Yumna--mamanya. Lina mengerti sedikit cara men-design pakaian lantaran sering membantu Yumna di butiknya.

Tapi memakai pakaian yang terlalu ribet, itu sama sekali bukan tipe Lina. Memakai pakaian yang sedikit terbuka saja dia sudah cukup risih. Jadi, ya... begitulah.

Dengan ikatan kucir kuda dan riasan alamiah, dia pun berpamitan kepada Yumna.

"Ma, Lina ke toko buku bentar ya."

Yumna yang tengah asyik menggambar design pakaian pesanan pelanggannya pun menghentikan aktivitasnya.

"Iya hati-hati ya sayang. Jangan pulang malem-malem," ujarnya singkat, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

"Iya Ma. Assalamu'alaikum," pamitnya seraya mencium punggung tangan Yumna.

"Waalaikum salam." Yang di balas seadanya oleh Mama nya itu.

Lina yang merasa sedikit terabaikan pun melirik sekilas ke arah buku sketsa milik Yumna.

"Bagus..." bantinnya lirih.

Lina merasa seperti ada yang kurang kalau belum mendapatkan perhatian penuh dari Mamanya itu. Padahal biasanya Yumna akan cerewet dulu kalau tahu Lina akan pergi kemana-mana.

Lalu sambil berjalan menuju ke tempat motornya terpakir, ia sempat kepikiran.

Kenapa Mama nggak ngembangin usahanya ya? Design Mama kan keren-keren, ngikutin perkembangan zaman lagi...

Setelah sampai, ia pun memakai helm nya.

Apa Mama nggak punya modal?

Lina menghela lesuh, ia sempat termenung memikirkan hal itu. Namun tak lama kemudian ia berusaha mengabaikan dan menepis pemikiran itu jauh-jauh. Dia mencoba berpikir positif. Lagipula saat Lina menanyakan hal tersebut, bukan itu jawaban yang Yumna berikan. Mungkin itulah kebenarannya.

Maka dari itu, setelah membuang jauh-jauh dugaannya itu, dia pun kembali pada tujuan awalnya. Dia melajukan motornya menuju toko buku terdekat di kotanya.

***

"Ck. Masak gitu doang butuh janji? Biasanya juga enggak. Kebanyakan gaya emang tu anak," Lina mendumel sendiri saat berjalan menuju pintu masuk toko buku setelah memarkirkan motornya. Dia merasa kesal karena sahabatnya--Nisa-- tak bisa menemaninya ke toko buku.

Di lihatnya ada kaleng kosong berkeliaran tidak pada tempatnya. Lalu karena sebal ia pun menendang asal kaleng tersebut ke udara.

"Awww," ringis seorang gadis dari arah sana. Dan ternyata kaleng yang Lina tendang itu meluncur tepat pada dahi mulus gadis itu.

Twin'kle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang