BAB 15 - SIASAT-SIALAN

25 11 0
                                    

Kampus, Koridor, Kamar Kecil, Keluar, 15 Maret 2016 - sekitar pukul 15.00

"Mustakim! Hey." Seyla mengejarnya. "Mustakim, tunggu, gue pengen bicara! Woy!"

Pemuda itu melangkah cepat seperti rusa yang menghindari binatang buas. Lebih gesit.

"Mustakim! Lo bisa berhenti, gak!" Seyla terengah-engah. Napasnya kembang kempis.

Pemuda itu merangsek memasuki toilet, meninggalkan Seyla yang terhenti di belakang.

Orang-orang bergentayangan di lobi berbisik memperhatikan Seyla penuh tanda tanya.

Pemuda itu selesai buang air, tapi bodohnya Mustakim lupa membetulkan risletingnya.

"Astaga, lo malah bikin malu-maluin banget!" seru Seyla, membuat penghuni lobi ribut.

"Kalian bisa diam gak! Bukan urusan kalian!" teriak Seyla, dan menghentikan keriuhan.

Pemuda itu sudah menghilang sesaat perhatian Seyla teralihkan dari orang-orang di lobi.

"Semangat Seyla! Jangan menyerah, Say!" pekik seorang laki-laki tapi tidak dikenalinya.

"Cinta selalu malu-maluin!" pekik yang lain, kali ini perempuan juga tidak diketahuinya.

Diantara keramaian lobi, Akher berdiri dari bangkunya. "Dia memintamu, mengejarnya."

Seyla mengepalkan tangan, mengacungkan pada Akher. "Sialan kalau gue memburunya."

Akher menelengkan kepala, menyeringai, dan memainkan telunjuk padanya. "Terserah!"

Mustakim muncul dari koridor lain saat Seyla berbelok keluar dari gedung. "Hey Shirat!"

Mustakim melangkah cepat. Kalau kakinya digerakkan persneling maka sudah di posisi 5.

"Siapa saja nama lo, cowok bodoh! Mustakim Shirat. Hey budek! Gue panggil lo cunguk!"

"Gue menuntut penjelasan! Buku keparat! Kompas bedebah! Apa maksud dari semua itu!"

Mustakim membalik seluruh badan, menghentikan Seyla mengikutinya hingga ke masjid.

Mustakim melipat tangan di dada. Seyla menatap wujudnya menjulang bagaikan raksasa.

"Sudah terbaca? Apa sekarang kamu gak merasa tersesat, gak kehilangan arah, tersadar?"

"Karena lo menerka gue layaknya setan di keyakinan lo." Seyla mengambil Surga Selatan.

Buku itu dihempaskan ke arah Mustakim. Tapi sebelum mengenainya, buku itu terbakar.

Pada gerak lambat, Mustakim bersumpah mengetahui api itu berhembus dari napas Seyla.

Seyla menutup mulut, buku terjatuh menjadi abu, sedangkan Mustakim tampak melongo.

Kompas dikeluarkan Seyla, mata coklatnya berkilat bengis. Timbul hasrat membakarnya.

"Mus!" panggil Seyla saat Mustakim pergi dan tidak peduli. Menerkanya bukan manusia.

"Mus!" panggil Seyla melengking, menyelimuti perhatian orang-orang dengan kengerian.

Seekor kucing coklat berkaki pendek merasa terpanggil, mengeong dan mendekati Seyla.

"Aduh manis. Imut banget sih." Seyla merasakan bulu kucing itu membelai kulit kakinya.

"Zenit, sini!" seorang wanita mendekat waspada. "Seyla, hati-hati kembalikan kucing gue."

"Lo pikir gue bakal makan kucing lo? Lo pikir gue ini apa?" Seyla mengangkat kucing itu.

"Gue gak tuduh lo bakal lukain Zenit! Sini kemarikan!" pinta Wanita itu berucap perlahan.

Seyla menyerahkan Zenit pada pemilik. "Majikan sama peliharan, rupa gak jauh berbeda."

"Bodo amat!" Wanita itu menggendong Zenit. "Mustakim lebih tahu yang layak melihara."

Semenit wanita berisi berjalan berlalu, Seyla merasakan air mata api berlinang di pipinya

... Bersambung ...

Sisi SelatanWhere stories live. Discover now