BAB 3 - SAINGAN

77 14 10
                                    

UBM - Perpustakaan Fakultas Geografi, 11 Maret 2015 - 14.31 WITA

Selatan, erat kaitannya dengan mata angin yang menunjuk ke arah bawah. Antartika, benua es yang lebih dikenal dengan sebutan kutub selatan yang tidak berpenghuni dan hanya dijadikan wilayah asing dari riset penelitian. Azimut: 180 derajat. Dalam budaya China, selatan memiliki simbol elemen api dan merah adalah warnanya. Selatan memiliki simbol lain berwujud binatang mitologi Suzaku di Jepang atau Jujak di Korea, lebih dikenal sebagai Burung Merah (Vermillion Bird), penguasa burung, elegan nan anggun, bahkan dikaitkan dengan permaisuri di Dinasti Asia. Dalam budaya India sendiri, Selatan adalah representasi dari Yama, Dewa Kematian juga penguasa dunia bawah. Jauh di benua Amerika, istilah Selatan seringkali mengacu pada perbatasan Meksiko dengan Amerika Serikat yaitu negara bagian Texas, dengan ciri khas dunia latin dengan bioma gurun pasir, tengkorak kerbau yang menjadi simbol kematian, uang berdarah, kartel narkoba, miras tequila, dan sebagainya.

Seyla menyimpan buku-buku hasil pencahariannya di perpustakaan, menyadari baru kali ini mendadak rajin memasuki tempat yang amat membosankan hanya untuk membaca. Seyla merogoh ponselnya, pencahariannya masih berlanjut dengan berselancar di dunia maya. Selatan dan selatan, berpusar di kepalanya. Kompas itu telah dijejalkan di dalam ranselnya, terlalu horor untuk menyadari kompas itu kembali berputar seperti halnya mesin gila. Setelah meninggalkan perpustakaan, dan tidak ada lagi jam kuliah yang perlu ditunggu, Seyla melangkahkan kaki menuju parkiran mobil.

UBM - Parkiran Fakultas Geografi, 11 Maret 2015 - 14.51 WITA

Tepuk tangan menyambut Seyla yang diberikan seorang wanita berpakaian serba putih biru dan tersenyum miring. "Sempurna, jalang! Berapa cowok yang lo tolak mentah-mentah?"

"Dia tuh gak matang buat dipetik, persetan!" balas Seyla mendengus. "Apa urusan lo bertanya kayak gituh?" seraya menyambangi wanita itu, Seyla terlihat tidak gentar menantangnya.

Wanita itu berdiri di samping mobil Seyla, sedan merah nan mahal yang tidak kalah mahalnya dengan SUV biru milik wanita itu yang menyemburnya, sambil memamerkan kemewahan.

"Memang lo gak bisa takluk karena satu cowok cemen di kelas kita. Gue tahu si pengkhayal ulung itu bukan kriteria terbaik lo. Termasuk gue juga sih" ungkap si wanita menyebalkan.

Seyla tergelak. "Lo tahu apa tentang dia? Atau gak suka dia juga bukan urusan gue, Nimva!" serunya seperti melepas api. "Sekali lo nyebut dia pengkhayal ulung, mending lo hati-hati."

Nimva; jaket denim biru, celana pelari putih, sniker abu-abu, dan keangkuhan yang dipaksa membeku pada mata coklatnya. Seyla, yang dulunya kawan telah mengubahnya jadi lawan.

"Jangan pikir gue gak tahu perasaan yang lo bekukan juga ke dia!" seru Seyla.

"Jangan munafik juga, lo sudah membakarnya kemarin, ingat itu!" seru Nimva.

Seyla dan Nimva saling mendekat, menatap mata satu sama lain, seakan mengadukan warna merah yang melontarkan api dan biru yang melepaskan es. Tubuh mereka saling condong, sepasang dada bertemu dan saling menekan. Tapi, kedua tangan mereka hanya mampu mengepal dan menahan hasrat bergolak untuk saling menghajar. Berkelahi di parkiran sama sekali tidaklah berkelas.

Seyla beranjak naik ke mobilnya,memukul kemudinya, mengerang marah, menggerutu kesal. Nimva membuat kacau harinya,bahkan jauh mengetahui wanita itu juga menyukai si pemuda.

... Bersambung ...

Sisi SelatanWhere stories live. Discover now