BAB 2 - SEYLAMEDINA

119 16 12
                                    

UBM, Fakultas Geografi, 11 Maret 2015 - 10.36 WITA

Seylamedina. Nama belia yang ganjil, tapi tidak dengan parasnya. Sekilas orang-orang akan mengiranya keturunan dan terlahir di benua Eropa, kaukasoid, berasal dari dunia yang teramat jauh di mana akar namanya berasal. Tidak jauh berbeda dengan orang-orang sekelilingnya, dia juga seorang Endonesia, hanya saja bermata biru, rambut coklat, kulit seputih susu. Parasnya menawan siapapun mata yang menatapnya terlena. Laki-laki mana yang tidak akan jatuh hati setelah melihatnya.

Termasuk pemuda itu. Teman kelasnya, yang dianggapnya menggemaskan akan ketertarikan yang ditujukan padanya. Seyla senantiasa tersenyum oleh kehadirannya, meskipun pemuda itu tidak masuk dalam kategori pemuda keren juga tampan juga banyak duit di saku-sakunya. Seyla menyukai kesederhanannya, tidak lebih daripada itu, pemuda itu menyimpan keluguan yang dapat menikam suatu waktu. Kemarin, Seyla menerima 'tembakan'nya yang sayangnya tidak tepat mengenai hatinya. Dibalas Seyla dengan penolakan, kendati pemuda itu justru mencintainya karena alasan lain.

Setelah itu, kompas digenggamannya yang ditatap dan dibolak-baliknya, benda pemberian si pemuda. Seyla mengingatnya, kompas ini memanglah sama seperti yang digunakan teman-temannya ketika mengikuti kegiatan ospek dua tahun yang lalu. Kompas ini menyimpan banyak kenangan, telah banyak menolongnya di perjalanan menelusuri hutan kelam saat itu. Lama menatap ukiran huruf yang dibentuk asal pada bagian belakangnya, hingga Seyla menyadari kalau kompas itu miliknya.

"Tapi mengapa dia menyebut gue tersesat? Sungguh keterlaluan cowok ringkih itu!"

Seyla tersadar sudah cukup lama berada di kelas semenjak kuliah geologi yang penuh hafalan batu-batuan memusingkan itu berakhir. Seyla merapikan tumpukan buku, kertas-kertas coretan, dan kompas yang lekas dijejalkan ke dalam saku jaketnya. Seyla memandang wajahnya di cermin kecil alat kosmetiknya, mengagumi dirinya sejenak. Jaket, kemeja flannel merah hitam kancing terbuka, celana denim jutaan, dan sniker hitam, dan rambut dikuncir kuda, dan kompas di tangan ....

"Seyla."

Pemuda itu mewujud di hadapannya, sembari menyebut namanya tidak seperti biasa. Ada kehangatan pada napasnya, bukan kecewa yang sudah dipicunya. Mau tidak mau Seyla menatapnya, tersenyum mengilah, namun pemuda itu berdiri di bawah kusen pintu, menghalanginya. Pemuda itu melangkah mundur dan memberi mahasiswi manis itu ruang untuk melangkah keluar. Sadar bila saja tidak ingin membuat masalah. Seyla tidak kunjung melepas matanya menatap si pemuda.

Kompas digenggamannya, tiba-tiba terasa bergetar seperti ponsel yang menerima panggilan. Getaran aneh yang ditimbulkan membuat Seyla terheran dan melirik benda di tangannya. Pemuda itu bisa melihatnya bereaksi, tersenyum keheranan. Ketika wanita itu mengangkat kompas ke hadapan wajahnya, membukanya lebar-lebar, si pemuda sudah tidak berada lagi di hadapannya. Seyla melihat ke sana kemari, dia tidak lagi berada di kelas ataupun di koridor. Lama menatap jarum kompas yang berputar kencang tak berhenti. Menerka benda itu rusak. Perlahan Seyla bergerak memutar badannya, sampai kompas itu mendadak berfungsi normal. Selanjutnya menunjukkan hal yang ganjil.

Arah selatan, ya, selalu menunjuk ke arahnya.

... Bersambung ...

Sisi SelatanWhere stories live. Discover now