BAB 13 - SETAN

38 11 3
                                    

Kediaman Seylamedina, 13 Maret 2016 - 22.13 WITA

Selatan Surga. Seyla mengernyitkan kening memandang buku tipis bersampul merah secara keseluruhan dengan huruf judul berwarna hitam pekat itu. Tidak seperti ciri Mustakim mencari buku, justru buku pemberiannya tidak memiliki kenampakkan buku seperti biasanya. Tidak tercantum nama penulis, tidak ada logo penerbitan, tidak ada deretan kata blurb di bagian belakang, tidak ada kodebar atau ISBN yang sering dicantumkan kalau buku itu siap diperjualbelikan. Hanya tertera judul dengan susunan huruf yang sederhana. Sekilas buku ini tidak menarik perhatian. Tapi, di sisi lain Seyla dibuat penasaran. Sambil membuat dirinya nyaman dulu, Seyla mulai membuka sampul buku itu.

Selatan, terbersit lagi kejadian beberapa bulan yang lalu. Seyla menutup buku dan menatap kompas yang tergeletak di meja. Kembali dibukanya, misteri yang belum terpecahkan, jarum selatan yang selalu mengarah ke arahnya. Seyla masih enggan menyatakan hal ini pada Mustakim, kompas ini diberikan padanya semenjak insiden penolakan itu. Kemudian diletakkan kompas kembali di meja. Matanya mengikuti pergerakan jarum ketika dia beranjak berdiri dan mengelilingi benda itu.

"Ini benar-benar gila! Ini sungguh sinting!" gumamnya seakan ingin mengambil kompas itu dan melemparnya jauh. Seyla mengurungkan diri, pasti terdapat alasan mengapa Mustakim memberi kompas yang merupakan miliknya dahulu. "Seharusnya selatan berada di sana!" Seyla menunjuk ke samping, namun secara mengejutkan terjadi keganjalan. "Tidak mungkin!" Arah yang ditunjuk Seyla adalah barat dan sekarang dia berdiri di arah selatan, dekat televisi. "Tadi ... tunggu ... tapi ... tidak." Seyla kebingungan. "Tunggu, perasaan tadi gue gak berdiri di sini ih ... tapi." Seyla mendadak pusing, kepala dan sekujur badannya terasa panas. Seyla kembali duduk dan meminum jus tomatnya.

"Mustakim, lo malah bikin gue ketakutan!" gumam Seyla, napasnya memacu berat.

"Mustakim, lo harus beri tahu gue, kenapa?" Seyla merasakan laranya terasa pekat.

Seyla menaiki tangga dan berlari menuju kamarnya. Ruang itu tertumpuk berbagai kado ulang tahun yang hampir memenuhi seisi ruangan. Dibungkus warna pink, benda-benda berwarna pink, dan semua pink yang diberikan orang yang sama. Siapa lagi kalau bukan Dunya yang diam-diam menaruh nafsu padanya. Seyla duduk di tepi tempat tidur, meraih boneka beruang berwarna pink yang serta merta dilemparnya dan menjatuhkan seluruh benda-benda yang tersusun di atas kotak-kotak. Momen pergantian usia itu dirusak makhluk tampan, banyak harta, segalanya. Cowok itu menemuinya dengan penampilan dan ucapan membius akal. Seyla masih mabuk dan fantasi membuyarkan realita.

"Mustakim, lo gak datang dan tolong bawa gue." Seyla menangis. Dunya menciuminya.

"Mustakim, lo gak peduli dan terjadi pada gue." Seyla menyesal. Dunya mencumbunya.

Seyla mendekap tubuhnya erat-erat dan menutup matanya rapat-rapat. Bayangan itu, romansa terlarang itu, malam terlaknat itu begitu sulit dimaafkan. Mustakim bukan manusia bodoh yang pura-pura tidak tahu mengenai kedekatan Seyla dan Dunya, jauh sebelum Mustakim menyatakan cintanya dengan alasan melampaui langit. Seyla membuka mata basah dan menggeleng perih yang kering.

Seyla menggengam erat kompasnya. "Mustakim, mungkin lo gak tercipta buat gue."

Seyla merasakan hatinya memerah."Mustakim, tapi gue mohon bantu gue kembali."

... Bersambung ...

Sisi SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang