Chapter 14-MOS

10 2 0
                                    

Jadi,  kalau ada bagian yang enggak diceritakan itu artinye ada di Pov His ya sebagian.

________________________________________

Sungguh, apa yang sebenarnya kupikirkan sampai harus mendebat pertentangan keras dari Oma, hanya untuk naik sepeda ke sekolah?

Sejak UKS kemarin, aku memang sudah bertekad akan naik sepeda hingga lulus.

Aku malah selalu terlambat pada hari-hari MOS. Alhasil, hukuman hampir selalu kudapat, tiga hari berturut-turut!

Huuf.

Dan, o ya, ini pengalaman pertamaku mengikuti "ritual aneh" anak sekolah, karena tahun kemarin aku tidak sempat mengikutinya. Pake atribut aneh segala. Serunya, bisa ketawa dan menghibur diri sendiri tiap berkaca depan wastafel toilet, mirip orang gila.

Dengungan dan kehebohan anak baru, ngalahin ceriwisnya presenter infotainment--sayang enggak ada sponsor yang merekrut mereka. Benar-benar mengganggu. Tiap hari selalu mirip kandang tawon. Ngueng ngueng, enggak jelas.

"Kyaa. Ya ampun, itu kakak siapa sih, kok kece badai?"

Itu salah satunya. Kakak yang dimaksud tentunya kakak-kakak OSIS yang berjejer di depan memberikan sambutan.

Heran deh, mereka ke sini mau sekolah apa ngecengin cowok-cowok sih?

Kok kamu sewot, Nirmala? Hell, no! Maksudku, semua keriuhan ini membuatku sedikit terganggu. Aku beringsut diam-diam pindah tempat. Apesnya, mereka juga pada ngeriwis cogan dari anak baru!

Tepok jidat.

Diam-diam aku mundur cantik ke barisan paling belakang, niatnya kabur, daripada dengerin mereka, sumpek iya.

Tok!

Aku merasakan sebuah benda tumpul menekan bahuku pelan. Gak sakit sih.

"Kembali ke tempat duduk sampai acara selesai. jangan kabur!"

Orang itu berucap santai, dan tanpa perlu menoleh pun, aku sudah tau siapa sang pemilik suara. Rupanya, dia berjaga di belakang.

Bagooos! Sekarang aku gak akan bisa keluar kalau begini.

Aku terpaksa kembalu maju tanpa banyak bicara. Beberapa murid tampak menengok sekedar melihat kejadian kecil tadi. Ada juga yang tersenyum kecil, tentu saja bukan untukku, karena anak itu langsung berbisik tapi histeris, jadi masih bisa kudengar.

"Gila! Kak Niko ganteng banget. Lesung pipitnya itu loh, pas lagi senyum."

Lesung pipit? Aku tak pernah tau dia punya. Karena jujur, aku tak pernah memperhatikan. Dia bahkan jarang tersenyum di depanku.

Tapi kenapa dia tersenyum? Apa karena tingkah konyolku tadi?

Aku mengintip sebentar, dan yang kutemukan hanya dia yang mempertahankan wajah sok coolnya. Whatever lah. Gak penting!

***

Hari kedua MOS, cukup melelahkan. Aku sungguh tak mengerti, buat apa sih, ada kegiatan se-enggak penting ngeparaf ttd orang?

Untungnya, pencarian ttdku berjalan mulus, semulus kaki artis abis di wax dari salon-aih, bahasaku kok jadi kayak Rangga sih.

Gak ada hambatan berarti. Beberapa OSIS yang kukenal memberinya secara cuma-cuma tanpa harus di beri syarat ngawur. Misalkan; nyari daun mangga ijo 7 lembar; beliin es kelapa muda; nyanyi potong bebek angsa, pake gerakan bebek-bebekan.

Cuma satu orang yang bisa bikin mood kuhancur hari itu. Minta ttd Niko, sama ribetnya kayak ngadepin Oma yang lagi ngambek.

Aku maju mundur, menyiapkan mental dan berusaha gak kecele dengan tingkahnya.

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang