Chapter 7-Ketemu!

23 4 0
                                    

"Ah, aku jadi ingin es krim," ujarnya.

Niko beranjak meninggalkanku sendiri setelah haru biru kisahnya, juga perseteruan kecil kami.

Aku heran, kenapa rasanya tiada hari tanpa berdebat dengannya. Dia yang memang menyebalkan. Seperti selalu mengulik masalah sepele yang tak penting. Namun, sangat menyenangkan untuk tak dilewatkan.

Kulihat dia berbicara dengan penjual es krim sambil tertawa.
Ah, dia tertawa.
Sesuatu dalam diriku menghangat melihat tawa itu.
Kejengkelanku langsung sirna seketika.

Buru-buru kualihkan pandanganku. Dan aku justru menyaksikan hal menyedihkan.

Aku melihat seseorang gelandangan yang kumuh merangkak hati-hati mendekati sebuah minimarket yang tadi kami datangi. Pria itu mencuri beberapa roti di dekat pembuangan sepertinya sudah melebihi expired date. Rasa iba mau tak mau bergumul di benakku. Aku hendak membantunya. Anehnya, begitu melihatku, pria itu langsung bangkit dan berlari secepat kilat.

Aku masih bisa melihat jelas. Ada tanda di pundak pria itu yang terbuka karena bajunya yang penuh lubang dan kotor.

Eh. Apa aku baru saja melihat tanda?

Niko datang memecah lamunanku. Anak itu menyodorkan bungkusan es krim, dan kembali menelisik ke arah bawah tanah. Mungkin saja ia akan menemukan sesuatu yang berguna.

Aku membuka bungkus es tersebut. Wajahku berubah kembali memanas.

Es krim berbentuk hati. Apa dia bergurau?

Beruntung, tempat kami berdiri tak ada cukup penerangan, sehingga ia tak dapat melihat pipiku yang sudah seperti habis ditampar, merah muda.

Ah, apa yang kupikirkan sih?!

Hampir saja aku lupa. Orang tadi, dari seribu kemungkinan orang yang memiliki bekas luka di pundak, bukankah masih ada kemungkinan Reno salah satunya, apalagi ini tempat yang kami selidiki.

"Niko!"

Kulihat dia masih sibuk mencari-cari sambil sesekali mencecap es krimnya.

"Hmm?" gumamnya.

"Aku rasa aku melihat Reno," kataku pelan.

Dia menoleh ke arahku. Ekspresinya tak terlihat jelas karena penerangan yang buruk, dan sepertinya dia terkejut.

"Di mana?"

"Tadi aku melihat seorang berpakaian lusuh dan dia mengenakan topi. Pakaiannya sobek, terlihat jelas di pundaknya terdapat tanda. Aku tak tahu apa itu benar atau-"

"Kapan kamu melihatnya? Kemana orang itu pergi?" potongnya segera.

"Ke-ke arah sana. Tadi, ketika kamu bicara dengan penjual es krim," jawabku cepat, karena Niko langsung berlari ke arah gorong gelap yang kutuju.

Naasnya, yang kami temui hanya tembok besar batu bata yang licin dan menghijau karena lumut.

"Huuf. Bagaimana bisa kamu melepasnya begitu saja?!"

Wajahnya terlihat kecewa.
"Ma-maafkan aku," ujarku, menyesal.

Dia menghela napas kesal. "Ayo kita pulang saja, ini sudah terlalu larut."

Aku tahu dia pasti kesal padaku, tapi aku merasa sungguh bingung tadi. Dan Ini masih jam delapan, belum terlalu malam, dan masih tersisa banyak waktu sebelum patroli pelajar di jam sepuluh.

Aku hendak berbalik ketika kukihat ada sepasang mata biru nyalang bercahaya menatap kami. Mahluk kecil berbulu itu berlalu masuk melewati dinding.
Bukan. Itu bukan hantu yang dapat menembus dinding. Tapi di sana memang ada sedikit celah.

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Where stories live. Discover now