Chapter 5-Grief

27 3 23
                                    


Aku dan Rani langsung keluar dan mendapati dua orang laki-laki itu tampak tegang.

"Gawat, Ko! Reno.. meninggal!"

Rangga gemetar, wajah sangat pucat seperti warna tahu.

Niko tampak shock. Sedangkan, Rani langsung lemas mendengarnya, aku menyanggahnya agar tak terjatuh.

"Kamu jangan bercanda, Ngga! Gak lucu, tau!"

Aku melihat iris mata hitam Niko membulat, wajahnya serius. Aku belum pernah melihat ekspresinya yang satu itu.

"Gue gak becanda, Ko. Ayo sekarang kita RS. Seseorang nelpon gue, dia bilang pemilik HP ini udah meninggal karena kecelakaan dan overdosis."

Rani terjatuh ke lantai, peganganku tak mampu menopangnya lagi. Kedua anak laki-laki itu menoleh ke arah kami yang sejak awal tak mereka sadari.

"Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" ujarnya yg akhirnya berjalan lebih dulu.

"Ngga, izinin gue ikut!" pinta Rani dengan suara parau yang sekarang memegang pergelangan tangan Rangga.

Rangga mengangguk dan membantu Rani berdiri. Kemudian, kami berjalan cepat mengikuti Rangga meski beberapa murid mulai berdatangan karena jam masuk telah berdentang.

Kami berempat menaiki taksi, yang entah sejak kapan telah dipanggil Niko. Setelah sampai, kami tak menurunkan kecepatan berjalan kami, hanya berhenti sebentar untuk bertanya kepada resepsionis dimana letak ruang Jenazah.

Rani terus menangis bahkan selama kami menaiki lift ke lantai dua. Aku merangkul dan mengusap-usap pundaknya.

"Gue gak bisa percaya. Reno gak mungkin ngelakuin hal itu."

"Kita belum tau kebenarannya kan, bisa jadi itu hanya praduga," ujarku menenangkan Rani.

"Tapi kalau benar, gimana?"

"Semua orang bisa berubah, Ran," jawabku realistis.

Tetapi jawabanku justru memuncakkan emosi Niko.

"Eh, kamu itu anak baru. Kamu gak tau apa-apa. Kamu bahkan tidak mengenal Reno. Jangan sok tau, ya!" bentaknya padaku

Langsung membuatku terdiam kelu.

Apa-apaan sih dia?! Rasanya aku ingin menangis atau membentaknya balik. Kak Farel saja tak pernah membentakku begitu. Dia itu... memangnya dia siapa melakukan itu padaku?!

Tetapi, ini bukan waktunya membalas, aku harus mengerti keadaan mental mereka sedang terguncang dan mungkin hanya aku yang masih waras karena tak begitu mengenal Reno.

"Sabar, Ko!" Rangga hendak membelaku yang juga dibalas semprotan dari Niko.

"Ran mending kamu diem aja. Kamu juga, Ngga, kenapa bawa mereka kemari! Bikin ribet aja!"

Rani yang tadi menangis langsung terdiam, dia mungkin juga terkejut dengan perubahan sikap Niko.

Aku pernah membaca, dalam psikologi, seseorang akan cenderung menolak mempercayai hal yang secara tiba-tiba terjadi pada orang terdekat mereka. Dan itu mungkin yang terjadi pada Niko. Meskipun, aku masih tidak mengerti hubungan ketiga orang di sekelilingku dengan Reno, anak yang pernah ketahuan merokok dan sering datang terlambat atau absen itu. Yang aku tahu, mereka hanya sekelas dan tak pernah kulihat ketiga orang ini duduk bercanda atau berdekatan secara tampak dengannya.

Kami telah sampai di ruang jenazah. Ada seorang pria berkacamata, usianya mungkin tiga puluhan. Pria itu mengenakan kemeja putih dengan sedikit corak, jas hitam, dadanya yamg bidang menampakkan wibawanya. Dengan celana panjang hitam dan sepatu lars yang juga hitam, membuatnya terlihat sepertinya orang penting.

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Onde histórias criam vida. Descubra agora