Chapter 1-Sapu Tangan Ungu Navy

47 8 19
                                    

Ini yang asli tanpa gubahan.
_________________________________

"Ma, Pa, aku memutuskan ingin bersekolah."

Satu permintaanku yang membuat kedua orang tuaku kalang kabut. Kalian tidak akan percaya bahwa aku menunggunya setelah sekian lama, dan voila, di hari ultahku yang ke-enam belas, aku memberanikan diri untuk memintanya.

"Mama tidak setuju Nirmala akan bersekolah di luar rumah."

Permintaanku jelas tak akan lolos dengan mudah tanpa pertentangan dari Oma. Beliau adalah sesepuh yang berperan penting dari setiap pengambilan keputusan di keluarga ini.

"Tapi, Ma, kita sudah menjanjikannya. Kasihan Nirmala telah menunggu selama ini. Setidaknya, beri dia kebebasan dan kepercayaan sedikit. Dia sudah besar sekarang, dia pasti bisa menjaga dirinya." Papa mempertahankan kekukuhannya menepati janji. Go Papa!

Aku mendengarnya di balik celah pintu yang terbuka saat itu, suasananya teramat tegang. Oma mencibir papa sudah terlewat batas memanjakan aku, padahal aku jarang meminta sesuatu. Oma benar-benar keterlaluan padaku.

"Aku juga sudah tak tahan mendengar rengekannya untuk bersekolah. Kita juga tidak bisa terus mengurungnya. Dia pasti ingin memiliki teman dan bertemu orang-orang baru," ujar Kak Farel menambahkan. Tumben sekali anak itu mendukungku.

"Ma, tolong dipertimbangkan lagi. Mala sudah lama mendapatkan home schooling, ia pasti juga ingin seperti anak-anak yang lain, berangkat dan pulang sekolah," Mama menimpali.

Tiga orang melawan satu, siapa yang akan menang?

Meskipun yang satu itu memiliki kunci stempel kebebasanku. Oma dapat dengan mudahnya menumbangkan ketiganya, tetapi wanita tua itu memilih memikirkannya kembali.

"Hmm... Ini memang sudah salah kita sejak awal. Seharusnya kita membiarkannya sekolah sejak awal dan membatasinya sekarang. Kalian tahu bahaya yang ditimbulkan akan lebih rentan pada masa ini. Nasi sudah menjadi bubur, Kamu juga telah menjanjikannya. Mama tidak dapat berbuat apa-apa. hanya satu syarat yang Mama minta."

***

Dan pada akhirnya, Setelah sekian lama, aku dapat bersekolah di sekolah umum. Namanya Eminem Of Young High School.

Sebuah sekolah swasta bertaraf internasional. Pertama kali sampai aku terkagum-kagum seperti orang desa datang ke kota. Kalian boleh menyebutnya lebai, tetapi memang begitulah yang kurasakan.

Sayang, ternyata sekolah tak seperti apa yang ada dalam pikiranku. Kelas satu berlalu dengan singkat. Aku belum juga menyambung pertemanan akrab. Hanya ada Rani, temanku sewaktu SD yang berbeda kelas denganku.

Aku mempertaruhkan-nya di kelas dua. Berjanji pada diri sendiri untuk membuat kenangan bersama banyak teman yang tak akan terlupakan.

"Nirmala ayo cepat bangun! Nanti telat ke sekolahnya,Dek! Aduh ini anak kok susah sekali bangunnya. Nirmala ayo cepat buka pintunya!"

"Lima menit lagi, Ma," jawabku masih mengantuk.

"Nirmala, gak ada lima menit lagi! Cepetan mandi ini sudah hampir jam tujuh, nanti kamu terlambat ke sekolah! Mama tunggu di bawah!" teriak mama, tak menyerah membangunkan aku. Lalu, menjawab aku bangun, baru kemudian beliau pergi.

Aku masih dapat mendengar kejengkelan mama dari hentakkan sandal yang ia kenakan menuruni tangga. Ku-paksakan membuka mata, sinar cahaya ventilasi menyambut-ku.

Aku yang belum sepenuhnya sadar langsung melompat turun menuju bathroom setelah mendapati jam telah menunjukkan pukul 06:50 pagi. Dalam lima menit, aku telah membasahi badan dan menggosok gigi, mengenakan seragam kebesaran putih-abu, mengikat rambut basah tanpa menyisirnya, dan terakhir, memakai kaus-sepatuku, sebelum meluncur menuruni tangga menuju ruang makan.

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Where stories live. Discover now