Chapter 8-In Danger

19 2 0
                                    

Lututku bergetar hebat. Kaki kami membatu teraspal dengan lantai.

Aku berharap ini hanya bunga tidurku malam ini. Tapi bahkan aku pun tak ingin mendapat mimpi seperti ini. Aku berharap setelah membuka mata, aku akan kembali ke dunia nyata. Unfortunetally, ini bukan mimpi!

Jack The Ripper. Kau tahu pembantai berdarah dingin dengan kisah termahsyur di Britania Raya yang sampai saat ini belum terungkap? Pencitraan sosok yang misterius dan ngeri digambarkan dalam versi orang ini.

Jaket Hoodie hitam menjuntai hingga kaki, kilatan membunuh pada mata merah di balik topeng anonimnya, sejenis clurit menggoresi dinding-dinding di sampingnya.

Mulut kami ternganga ketika dengan singkatnya, parang itu membelah dua apapun penghalang di hadapannya.

Satu orang mendekatinya. Pria itu berpakaian tentara dengan topeng yang sama. Kami bahkan sempat melihat perseteruan kecil kedua pria berphantom itu.

Percakapan singkat berujung maut berputar jelas di hadapan kami.

"Bukannya kita akan melakukannya dengan cara baik-baik, Bos"

"DIAM KAU, BERISIK!!!"

Pria itu masih terus melangkah dengan tergesa, menebarkan efek mengancam ke arah kami.

"Tapi tuan ki--'

Slash. Bruggg

Bau anyir menguar sepanjang koridor. Aku menegak saliva setelah lama ternganga.

Seharusnya pria itu tak cari mati.

Jantungku berdebar sepuluh kali lebih keras. Apakah nasib kami akan sama seperti pria itu?

Raga itu jatuh tak lama setelah kepalanya mendarat lebih dulu ke lantai.

Aku memekik tertahan. Seolah mengingatkan pria itu akan kehadiran kami. Poin tambah dengan tatapan kesal dua orang di sampingku.

Bukankah itu ekspresi yang lumrah untuk hal memuakkan di depan kami?

Pria itu kembali mendekati kami. Dan dengan segera, Reno berteriak menyadarkan.

"LA LARIII!"

Kami berlari terhuyung- terhuyung. Efek dari lari selama ini mungkin akan membuat kapasitas organ kardiovaskulerku menguat. Tapi kami sudah lelah setelah aksi kejar-kejaran tadi. Tenagaku terkuras habis. Aku butuh air.

Bruggg

Sekali lagi suara benda terjatuh. Reno jatuh tersungkur. Kakinya salah menapaki lubang di lantai.

Ia mencoba bangkit, namu kakinya terkilir.

Jarak yang cukup jauh membuat kami sulit untuk membantunya. Niko bergerak cepat. Ia menumpu Reno yang berjalan terseok-seok kesakitan.

"AWAAAS!"

Semua terjadi begitu cepat. Pria itu telah berdiri di belakang keduanya. Dengan cepat, hewan buas itu menyambar pundak Reno. Dia juga menendang pinggang Niko hingga terlentang dan menginjak kakinya kuat-kuat. Niko merintih. Dengan cepat aku berlari menghampiri mereka.

Masih mengait baju Reno. Hewan itu menggeram, dengan bernafsu mendampratkan tubuh ringkih itu ke dinding beberapa kali.

Reno tampak kepayahan. Dia pasti sangat kesakitan sekarang.

"ANAK SETAN! KAMU HARUS MATI MENYAKITKAN DI TANGANKU!!!"

Reno memberontak ketika ia menggerakkan arit dalam genggamannya. Keparat itu menggores lengan Reno. Reno berteriak. Niko bangkit dengan segera lalu melayangkan tendangannya hingga sajam itu jatuh terlempar. Di saat yang lengah itu, Niko menarik Reno menjauh. Dia memberi isyarat padaku untuk melawan arah kembali berlari.

Monster bertopeng itu begitu kuat. Memanfaatkan keadaan kami yang masih tertatih, ia kembali menangkap Reno. Kali ini tak bisa terhindarkan.

Dia memukul Niko hingga terplanting. Mencengkeram kembali kerah kaus dongker berongga milik Reno. Kakinya perlahan-lahan terangkat dari bumi. Ini bukan aksi sulap melainkan penyiksaan. Pria itu mencekik Reno hingga terangkat. Kakinya bergerak-gerak meronta, hampir kehabisan napas.

"MATI KAMU!!!" histeria pria itu.

Seluruh tubuhku bergetar. Aku merapal do'a sebanyak-banyaknya. Reno bisa mati jika terus begini.

Kulihat Niko masih meringkuk kesakitan.

Apa yang harus kulakukan sekarang?

Aku memutar otak. Pria itu menggeram lagi. Aku yakin wajah di balik topeng itu merah penuh dendam. Dan dua orang di hadapanku tentu sama-sama berwajah merah. Bedanya, Reno memerah karena kehabisan napas, sedangkan pria itu memerah karena amarah yang memuncak.

Aku ingat!

Alat kejut listrik pemberian Niko kini telah berada dalam genggamanku. Aku melebarkan langkah lariku meski Niko memperingatkanku untuk pergi menjauh.

Ck, di saat genting begini masih sempat saja dia mengatur.

Aku menekan tombol on. Tanganku bergetar lagi. Ada perasaan takut di sana. Aku mencoba memantapkan hatiku.

Mama, Papa, Oma, Kak Farel maafkan aku.

Setidaknya aku ingin berkorban sedikit agar semua usaha kami tak berakhir sia-sia sampai di sini.

Aku kembali fokus. Menyerangnya dengan mantap di bagian tangan pencekik. Aku mencengkeram tangan itu sekaligus menyengatnya dengan alat. Satu poin tambahan lagi tendangan keras di tulang keringnya.

Dia meraung. Cekikannya terlepas, Reno jatuh terduduk, terbatuk-batuk, dengan rakus menelan udara sebanyak-banyaknya.

Dan beruntungnya, Pria itu masih merintih kesakitan. Tangannya bergerak-gerak membuat alat dalam genggamanku terlempar ke dinding. Dia beralih mencekikku dengan tangan yang lain dengan sekali sentakan melemparku dengan keras layaknya alat tadi.

Ada sengat merinding menjalar dari tulang ekor hingga ubun-ubun, ketika punggungku mencium tembok dengan mesra.

Kepalaku terasa berdenyut. Gambaran Niko bergoyang-goyang di hadapanku.

Kenapa dia malah bergoyang di saat genting?

Ah, aku pasti melantur.

Aku dapat melihat wajah khawatir itu, ada tiga di sana. Mulutnya bergerak mengumandangkan namaku. Aku tak dapat mendengarnya. Telingaku berdengung hebat. Ada kunang-kunang di depan mataku.

Pandanganku mengabur, menyempit. dan gelap.

Tbc....

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Onde histórias criam vida. Descubra agora