Chapter 46-Takdir Pernikahan(Part 1)

6 0 0
                                    

Endingnya kubagi jadi tiga part

***

Bayangan siapa yang terefleksi di dalam cermin?

Gadis cantik dengan kebaya pengantin bewarna gold vintage bermanik hazel terperangkap di sana.

Itu aku?

Aku bahkan tak dapat mengenali diriku sendiri, terlihat sangat berbeda dari diriku yang biasanya.

Rani tiba-tiba  muncul dari arah belakangku. Menepuk pundakku sebelum memutar tubuhku 180° derajat.


"Ini Putri, kan?" itu pertanyaan retoris.

Rani juga terlihat memukau dengan setelan kebaya berwarna biru. Dia tersenyum lebar sampai telinga. Rautnya berubah panik seketika menoleh ke arah jam dinding.

"Ayo Putri, sudah waktunya!"

Rani menarik pergelangan tanganku. Kami berlari tanpa peduli riasanku bakal luntur nanti. Clingak clinguk, tapi penampakan orang-orang yang kusayangi tak juga nampak.

Heran. Dimana Mama dan Papa?

Kami sampai di paviliun keputrian. Sudah banyak tamu yang datang. Rumah telah didekor sedemikian rupa. Rani menarikku lebih jauh ke paviliun putra. Banyak mata yang memandang ke arahku. Papa tertunduk tapi tak memandangku. Saat itu pandanganku dan Syarif bertemu.

Syarif yang itu, dia tersenyum lebar sekali. Aku didudukkan di sampingnya. Harusnya aku menunggu di paviliun wanita, bukan?

Acara di mulai dengan do'a dan bacaan Al-Qur'an. Syarif dan papa berjabat tangan dan pak penghulu di sampingnya.

"Saya nikahkan--"


"Tunggu!" Semua pandangan beralih pada perempuan berperut buncit yang bersuara lantang, mencegah tadi


"Kamu tega, Yang!" Matanya menatap marah namun sarat dengan kesakitan. Dia terisak-isak  dan membuat bingung semua orang.

Aku semakin bingung pada apa yang terjadi. Entah Papa yang terlalu cerdas atau aku yang terlalu tulalit untuk tahu maksud si wanita. Papa memukul Syarif hingga tersungkur. Para wanita memekik.


Aku sampai tak bisa bergerak ataupun berkata-kata. Papa menghajar Syarif dengan umpatan-umpatan tak biasa.

Ini beneran Papa?

Tamu undangan bergerak cepat untuk melerai. Di tengah kekacauan, sebuah tangan menarikku menjauh. Tangan yang terasa hangat dan besar, mengirimkan jutaan voltase yang membuatku lemas seketika. Jantungku berdebar keras ketika tahu pemiliknya.

"Niko."

Dia tersenyum. Tangisku tumpah. Dia, mendekapku di dada. Rasanya nyaman dan melegakan.

"Niko. Aku maunya nikah sama kamu. Kumohon, bawa aku!" Dia menggeleng lemah. Menatapku lamat-lamat.

"Ini semua demi kebaikan kita."

Tangan hangatnya menyeka air mataku dengan lembut. Aku tergugu. Kedua tangannya berpindah dari pipi ke pundakku, menggoyang-goyangkan dengan pelan.

"Putri. Putri. Putri!" Aku mengerjap-ngerjap. Sepenuhnya tersadar.

Rani yang pertama kali kulihat.

Eh, Rani?

Rani memang kuminta bermalam di rumahku semenjak dua minggu yang lalu. Mama sendiri yang mengizinkan. Para sepupu diungsikan ke rumah Oma, baru kemarin di acara henna night-ku semua kerabat berkumpul di rumah.

Jadi, yang tadi hanya mimpi?

Rani tersenyum jahil. "Akhirnya si batang pohon bangun juga. Udah shubuh. Kamu mandi terus shalat, abis itu didandani. MUA-nya udah dateng."

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Where stories live. Discover now